Memulihkan Luka Batin dan Trauma Anak dari Orangtua yang Berselingkuh

psikolog: dampingi anak dan hindari pertengkaran

Perselingkuhan yang dilakukan orangtua ternyata memiliki kaitan erat dengan kondisi psikologis anak. Momen yang kurang menyenangkan tersebut, dapat menimbulkan trauma dan menciptakan luka batin, bahkan berpengaruh pada sifatnya di masa depan. 

Psikolog anak, remaja, dan keluarga Efnie Indrianie mengungkapkan beberapa hal terkait perselingkuhan yang terjadi dalam keluarga. Dampak, cara pemulihan, dan apa saja yang harus dihindari dijelaskan Efnie secara lebih lanjut dalam artikel ini. 

1. Trauma pada anak muncul karena pertengkaran orangtua yang intensif

Memulihkan Luka Batin dan Trauma Anak dari Orangtua yang BerselingkuhIlustrasi keluarga bermain di luar rumah. (pexels.com/panditwiguna)

Setelah salah satu pasangan mengetahui pengkhianatan yang dilakukan partner, suasana di rumah akan menjadi kurang nyaman. Bentuknya dapat berbeda pada beberapa keluarga. Misalnya, terjadi pertengkaran yang intens, suasana canggung karena perang dingin, dan lain sebagainya. 

Bagaimana orangtua merespons permasalahan yang dihadapinya, sangat berpengaruh dengan sikap anak menghadapi problem tersebut. Disampaikan Efnie, apabila orangtua bisa bersikap bijak, guncangan emosional yang dihadapi anak akan lebih kecil daripada mereka yang melakukan pertengkaran secara terus-menerus. Ini karena kata-kata yang diucapkan akan terekam dan memicu trauma tersendiri bagi anak-anak. 

"Untuk anak-anak, tergantung dari sikap dan perilaku orangtua. Seandainya orangtua cukup bisa menyimpan problem mereka, mereka berperilaku biasa-biasa saja di hadapan anak-anak, hal ini akan fine. Tapi, biasanya untuk anak-anak, yang bikin mereka trauma adalah pertengkaran yang intensif, yang dilakukan oleh kedua orangtua dan itu diketahui, didengar, bahkan terkadang dilihat oleh anak-anaknya," jelas Efnie. 

2. Saat dewasa, anak bisa menjadi sosok yang tidak setia dan cenderung sulit percaya pada orang lain

Memulihkan Luka Batin dan Trauma Anak dari Orangtua yang BerselingkuhIlustrasi keluarga (Unsplash.com/Jessica Rockowitz)

Perselingkuhan yang terjadi pada orangtua, bisa berimbas pada persepsi anak terhadap sebuah komitmen. Anak-anak yang tumbuh dengan isu perselingkuhan, dapat membawanya hingga ke masa depan. Ia cenderung sulit percaya kepada orang lain dan ragu akan komitmen yang dibangun dengan pasangan. 

Orang-orang yang melihat perselingkuhan pada orangtuanya, bisa menjadi tidak setia karena memandang rendah nilai kesetiaan sejak kecil. Mereka tak selalu menunjukkan sikap berselingkuh, namun kerap kali meragukan loyalitas orang lain.

Efnie menerangkan, imbas perselingkuhan setelah dewasa bisa membuat anak enggan punya pasangan dan menikah. "Di kemudian hari, bisa punya kecenderungan seperti itu (gak mau punya pasangan, gak mau menikah) jika tidak ditanggulangi dan kondisi mentalnya tidak dipulihkan. Sesegera mungkin setelah sang anak menghadapi peristiwa yang terjadi pada orangtuanya," katanya.

Baca Juga: 5 Kunci Menghindari Perselingkuhan dalam Rumah Tangga

3. Psikolog: anak bukan tempat curhat, sebaiknya diselesaikan dengan bantuan profesional

dm-player
Memulihkan Luka Batin dan Trauma Anak dari Orangtua yang BerselingkuhIlustrasi keluarga saling melindungi (Unsplash.com/Caleb Jones)

Perasaan sedih dan terluka setelah mengalami perselingkuhan, mungkin mendorong orangtua untuk bercerita dan melimpahkan segala keluh-kesah kepada anak. Sayangnya, hal itu dinilai kurang bijaksana oleh psikolog. Dianjurkan untuk menangani masalah tersebut melalui bantuan profesional daripada bercerita pada anak.

Efnie menyampaikan, anak bukan tempat curhat. Meluapkan emosi kepada anak tak akan menyelesaikan permasalahan tersebut. Justru berbagai dampak negatif atas cara orangtua menghadapi problem inilah, yang membuat anak rentan menirunya di masa depan.

"Problem yang sangat dahsyat, yang dihadapi orangtua, idealnya diselesaikan oleh pihak-pihak yang memang kompeten membantu dalam proses penanggulangannya. Apakah dimediasi oleh pihak keluarga yang bersifat netral dan objektif, apakah profesional, ataupun bisa mendapat mediasi dari orang-orang tertentu yang bijaksana dalam proses berpikir?" ujar Efnie seraya menegaskan bantuan profesional sangat dibutuhkan untuk menangani peristiwa ini. 

4. Menjalin komunikasi yang baik untuk meminimalkan dampak pada anak

Memulihkan Luka Batin dan Trauma Anak dari Orangtua yang Berselingkuhilustrasi anak dan ibu (pexels.com/Keira Burton)

Meski sulit, orangtua bisa meminimalkan keterlibatan anak terhadap permasalahan yang tengah dihadapi. Lindungi perasaan anak dengan hindari menceritakan detail kejadian, cukup jelaskan bahwa orangtua tengah menghadapi masalah dan sedang berusaha melakukan berbagai cara untuk memperbaikinya. 

Penting bagi orangtua untuk menyampaikan pada anak bahwa perselingkuhan yang terjadi bukan kesalahannya. Anak tak perlu menyalahkan diri sendiri dan bertanggung jawab atas apa yang terjadi dalam keluarga. 

"Bantu anak-anak untuk menerima dan memaafkan situasi itu. Itu butuh proses yang panjang, makanya tadi anak-anaknya even udah dewasa, dia tetap diterapi karena cuma disampaikan, minta maaf itu tidak menghentikan luka batin anaknya dan anaknya bisa mengalami krisis mental karena itu," anjur Efnie bahwa anak-anak perlu mendapatkan terapi perilaku.  

5. Membagikan cerita perselingkuhan ke media sosial mendatangkan konsekuensi negatif di masa depan

Memulihkan Luka Batin dan Trauma Anak dari Orangtua yang BerselingkuhIlustrasi psikolog (pexels.com/@shvets-production)

Media sosial menjadi wadah bagi sebagian orang untuk meluapkan emosi dan amarah setelah mengalami perselingkuhan. Beberapa orang memilih untuk membagikan masalah rumah tangganya melalui media sosial sebab merasa terluka dan menganggap sanksi sosial akan menghentikan perilaku pasangan yang berselingkuh. 

Sayangnya, membagikan cerita pengkhianatan di media sosial mendatangkan konsekuensi bagi sebuah keluarga. Efnie menyebutkan, jejak digital yang tak dapat dihapus dan akan tersebar di mana pun, akan menjadi konsekuensi negatif dari memviralkan sebuah pengalaman buruk. 

Untuk itu, sebaiknya keluarga lebih bijaksana dan memperhatikan perasaan orang-orang yang terlibat dalam kejadian ini, terutama anak. Jangan sampai emosi sesaat yang muncul, membawa imbas yang lebih besar pada anak-anak di masa depan.

Baca Juga: INFOGRAFIS: Mengupas Tren Perselingkuhan di Mata Gen Z dan Millennials

Topik:

  • Dina Fadillah Salma
  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya