7 Tanda Orangtua Membully Anak Tanpa Disadari, Bahayakan Mental
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sebesar apa pun kasih sayang orangtua kepada anak-anaknya, terkadang orangtua bisa menjadi sangat agresif. Meskipun mungkin dalam upaya untuk mendisiplinkan anak-anak mereka, hal ini dapat memengaruhi jiwa dan kesehatan mental sang anak. Disengaja atau tidak, ada banyak cara yang dilakukan orangtua untuk mendidik anak-anak mereka, termasuk dengan mem-bully anak sendiri.
Namun, sayangnya ada beberapa tanda yang justru membuat anak merasa dirundung oleh orangtua. Berikut tanda kamu orangtua yang mem-bully anak dikutip dari berbagai sumber.
1. Menggunakan fisik dalam mendisiplinkan anak
Mengutip situs parenting Parents Map, terdapat banyak cara pengasuhan, seperti gentle parenting hingga abusive parenting. Orangtua yang suka menindas biasanya menggunakan kekuatan fisik dan kekerasan untuk membuat anak mereka patuh. Memukul, menampar, menarik, mendorong, dan menendang adalah beberapa tanda fisik orangtua yang suka menggertak.
Ini adalah salah satu cara pengasuhan yang paling keras yang dapat mengembangkan disiplin jangka pendek. Adanya perilaku abusive justru hanya akan membuat anak terluka secara mental dalam jangka panjang.
2. Menggunakan hinaan dan ancaman pada anak
Penindasan emosional ditandai dengan ejekan, cemoohan, pengucilan, dan ancaman. Seluruh hal tersebut termasuk dalam tindak bullying pada anak. Dalam jangka panjang, penggunaan hinaan dan ancaman akan berdampak pada harga diri anak.
Tak hanya itu, anak juga akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang rendah. Kasus terburuk bahkan akan menyebabkan anak terus menyalahkan dirinya sendiri.
3. Sering menyalahkan anak atas sesuatu yang mereka tidak lakukan
Mengutip situs berita Times of India, nyatanya, tindakan perundungan tidak selalu terlihat. Ada cara-cara tersembunyi yang mungkin dilakukan oleh orangtua kepada anak. Misalnya, dengan menempatkan anak merasa bersalah dengan harapan mereka dapat mendisiplinkan diri mereka sendiri.
Perilaku ini juga disebut sebagai guilt-tripping. Guilt-tripping adalah sejenis strategi manipulatif yang melibatkan mempermalukan atau menyalahkan seseorang agar mereka mematuhi permintaan. Tak jarang, hal ini dilakukan oleh orangtua pada anaknya tanpa disadari.
4. Menyangkal emosi anak
Editor’s picks
Untuk membesarkan anak-anak yang bahagia dan puas, orangtua harus menjaga komunikasi tetap terbuka. Ini tidak hanya berarti memberitahu anak apa yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan, tetapi juga memberi mereka ruang untuk berbicara dan berbagi pendapat. Memvalidasi emosi anak akan membuat anak merasa aman dan dimengerti, yang memang menjadi tugas orangtua untuk membuat anak merasa demikian.
Sebaliknya, jika orangtua hanya menyangkal emosi anak, sang anak akan menderita dalam membangun kepercayaan diri. Tak hanya itu, anak juga akan tumbuh dalam perilaku yang membuatnya memendam emosi, alih-alih menyalurkannya secara positif.
Baca Juga: Apa Itu Gentle Parenting? Begini Manfaat dan Tantangannya
5. Pola asuh egosentris
Orangtua yang egosentris mungkin terlihat sebagai orangtua di depan orang lain, tetapi di dalam rumah, semuanya berbeda. Orangtua seperti ini tidak memperlakukan anak-anak dengan empati atau menunjukkan cinta tanpa syarat kepada anak-anak mereka. Biasanya, orangtua yang egosentris sangat berorientasi pada pencapaian dan prestasi anak sesuai keinginannya, tanpa mengetahui bakat dan potensi asli anak.
Orangtua dengan jenis ini juga kerap membuat anak merasa bahwa anak berutang budi karena paksaan secara emosional. Maka dari itu, jenis pola asuh ini kerap kejam dan kasar terhadap anak-anak, sementara di depan orang lain akan bersikap berbeda.
6. Bersikap memerintah dan mengontrol
Orangtua yang sering melakukan perundungan adalah orangtua yang suka memerintah dan mengendalikan. Beberapa orangtua mencoba untuk mengontrol anak-anak mereka secara berlebihan dan hal ini sering kali menyebabkan perundungan. Ada orangtua yang menerapkan gaya pengasuhan otoriter, memberikan tuntutan dan kontrol yang kuat pada anak-anak mereka tanpa melengkapinya dengan kehangatan dan cinta.
Mereka menetapkan aturan otonom dan memiliki ekspektasi sepihak dari anak-anak tanpa memberikan kesempatan kepada anak untuk mempertanyakan atau mendiskusikan aturan apa pun. Hal ini sering kali membuat anak-anak tidak mempercayai orangtua mereka ketika mereka tumbuh dewasa dan kebanyakan dari mereka mencoba untuk menarik diri.
7. Memaksa anak terus sempurna dan tidak menyisakan ruang untuk berbuat kesalahan
“Anak-anak yang tumbuh dengan orangtua yang suka merundung biasanya menjadi anak yang berperilaku paling baik karena mereka takut akan konsekuensi dari perilaku buruknya, namun kurang memiliki proses berpikir abstrak.” Tutur Dr. Kapoor, dikutip Only My Health.
Anak yang dipaksa untuk bersikap perfeksionik akan bisa mengikuti instruksi, tetapi tidak memiliki imajinasi. Orangtua yang memiliki gaya pengasuhan agresif cenderung menghasilkan anak-anak yang memiliki tingkat agresi yang lebih tinggi, namun juga pemalu, tidak kompeten secara sosial, dan tidak dapat membuat keputusan sendiri. Mereka juga mungkin akan mengalami kesulitan dalam mengelola agresi dan emosi di dalam diri.
Anak juga cenderung tumbuh dalam kepercayaan diri yang rendah, membuat mereka sulit untuk membuat keputusan. Untuk itu, penting bagi orangtua mengetahui tanda-tanda bullying pada anak yang tidak disadari. Hal ini dilakukan agar anak dapat tumbuh menjadi seseorang yang percaya diri dan berani mengambil keputusan serta bertanggung jawab.
Baca Juga: 4 Tips Mencegah Parenting Stress pada Orangtua, Atur Prioritas!
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.