Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Cara Menghadapi Orangtua yang Belum Dewasa secara Emosional

ilustrasi seorang ayah sedang menasehati anak-anaknya (pexels.com/timamiroshnichenko)

Menghadapi orangtua yang belum dewasa secara emosional bisa jadi tantangan tersendiri, apalagi jika kamu masih tinggal serumah atau bergantung pada mereka dalam hal tertentu. Alih-alih bersikap suportif, mereka justru bisa bersikap impulsif, mudah tersinggung, atau bahkan memanipulasi emosi.

Kalau kamu sering merasa seperti “orangtua” dalam hubungan ini, tandanya kamu perlu belajar mengatur batas dan menjaga kesehatan mental tanpa harus memutus hubungan sepenuhnya. Yuk, simak cara menghadapi orangtua yang belum dewasa secara emosional demi menjaga kewarasan dan ketenangan batinmu!

1. Pahami bahwa mereka terbatas secara emosional, bukan jahat

ilustrasi orangtua dan anak (pexels.com/mayconmarmo)
ilustrasi orangtua dan anak (pexels.com/mayconmarmo)

Langkah pertama yang penting adalah mengubah perspektifmu terhadap perilaku mereka. Orangtua yang belum dewasa secara emosional bukan berarti berniat menyakitimu secara sadar. Mereka mungkin tidak mendapatkan bekal emosional yang cukup saat masa kecil, dan belum pernah belajar cara mengekspresikan atau mengelola emosi secara sehat.

 “Ketidakdewasaan emosional bukanlah cacat karakter, tapi sering kali tanda bahwa seseorang juga pernah mengalami luka emosional yang belum disembuhkan,” jelas Chadley Zobolas, pekerja sosial klinis berlisensi dari Denver, Colorado, dilansir Psych Central.

Dengan memahami hal ini, kamu bisa mulai melepaskan ekspektasi yang tidak realistis terhadap mereka. Ini akan membantumu menerima kenyataan dan mulai menyusun strategi untuk melindungi dirimu sendiri secara emosional.

2. Tetapkan batasan secara jelas dan konsisten

ilustrasi seorang ayah sedang menasehati anak-anaknya (pexels.com/timamiroshnichenko)

Batasan adalah alat penting untuk melindungi dirimu dari dampak emosional negatif. Banyak orang salah paham dan mengira bahwa membuat batasan itu adalah hal yang buruk, seolah-olah berarti menolak atau membuat hubungan jadi renggang. Namun, menurut Yesenia Garcia, pekerja sosial klinis berlisensi, dilansir Verywell Mind, batasan justru bikin hubungan jadi lebih sehat dan dekat, baik dengan orang lain maupun dengan diri sendiri.

Selain itu, batasan bukan soal menang atau kalah, tapi soal saling menghargai dan menjaga kenyamanan bersama. Jika orangtuamu sering menyerang secara verbal, mengontrol, atau mengabaikan perasaanmu, penting untuk mengatakan dengan jelas perilaku mana yang tidak bisa kamu toleransi. Kamu juga harus konsisten dalam menegakkan batasan tersebut agar mereka tahu kamu serius.

“Batasan itu seperti investasi jangka Panjang, bisa langsung melindungi kita dari hal-hal yang merugikan, dan dalam jangka waktu tertentu, membantu menciptakan hubungan yang lebih kuat dan sehat,” kata Garcia.

3. Latih diri untuk tetap netral secara emosional saat menghadapi konflik

ilustrasi seorang ayah dan anak (pexels.com/cottonbro)

Salah satu tantangan terbesar dalam menghadapi orangtua yang emosional adalah saat mereka melontarkan kata-kata yang bisa memancing reaksi kita. Di sinilah pentingnya menjaga netralitas emosional agar tidak terjebak dalam konflik yang berulang. Dengan sikap tenang, kamu bisa lebih jernih menilai situasi dan mengambil tindakan yang tepat.

Menurut Dr. Lindsay Gibson, penulis Adult Children of Emotionally Immature Parents dalam artikel di Psychology Today, bersikap tenang adalah cara ampuh untuk melindungi diri saat menghadapi orangtua yang emosinya tidak stabil. Karena mereka sering memancing reaksi, tetap kalem justru bisa mencegah konflik makin membesar. Dengan tetap sadar akan posisimu dan tidak hanyut dalam emosi, kamu bisa menjaga harga diri sekaligus melindungi kesehatan mentalmu.

4. Komunikasikan kebutuhanmu secara asertif, bukan agresif

ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/gabbyk)
ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/gabbyk)

Mengomunikasikan perasaan dan kebutuhanmu tidak harus dilakukan dengan marah atau menyudutkan. Justru, berbicara secara asertif yaitu jelas, sopan, dan langsung pada inti lebih efektif dan sehat. Ungkapkan apa yang kamu rasakan dan harapkan tanpa menyalahkan atau meremehkan mereka.

Chadley Zobolas juga mengatakan, berbicara jujur tentang perasaanmu, meskipun tidak direspons dengan baik, adalah bentuk keberanian dan validasi diri. Kamu tidak bisa mengontrol bagaimana mereka merespons, tapi kamu bisa mengontrol bagaimana kamu menyampaikan pesanmu. Ketika kamu bersikap tegas tapi tenang, kamu menunjukkan bahwa kamu menghargai dirimu sendiri.

5. Jangan ragu untuk mencari dukungan profesional

ilustrasi seorang anak perempuan bersedih (pexels.com/liza-summer)

Berhadapan dengan orangtua yang belum dewasa secara emosional bisa sangat melelahkan, bahkan menyakitkan secara batin. Untuk itu, dukungan profesional dari psikolog atau terapis sangat disarankan agar kamu tidak merasa sendirian. Terapi dapat membantumu mengidentifikasi luka lama, membentuk batas sehat, dan membangun harga diri.

“Meski dinamika kuasa dan riwayat trauma bisa menyulitkan, terapi adalah ruang aman untuk memahami dan menyembuhkan diri,” ujar Dr. Louis.

Melalui terapi, kamu juga bisa belajar bagaimana mengelola rasa bersalah yang sering muncul saat mulai menetapkan batas. Ingat, menjaga kesehatan mentalmu bukan tindakan egois, melainkan bentuk tanggung jawab pada diri sendiri.

Menghadapi orangtua yang belum dewasa secara emosional memang tidak mudah, tapi kamu tetap punya kendali atas dirimu sendiri. Jangan biarkan luka lama terus memengaruhi masa depan dan hubunganmu yang sekarang. Kamu berhak untuk hidup damai, bahkan jika itu berarti menciptakan jarak dari orangtua demi kesehatan mentalmu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pinka Wima
EditorPinka Wima
Follow Us