Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

#MahakaryaAyahIbu: Langkah Bidadari di Sebuah Aroma Subuh

pexels.com

Artikel ini merupakan karya tulis peserta kompetisi storyline "Mahakarya untuk Ayah dan Ibu" yang diselenggarakan oleh IDNtimes dan Semen Gresik. 


Fajar masih lelap ketika kami mengawali langkah itu. Burung pun masih mendekam dalam sangkar. Hanya embun yang berserakan dimana-mana yang mengecup lembut tubuh. Kupandangi langkahmu seperti mengejaga aksara yang tampak seperti mengikuti irama detak.

Langkahmu ringan tanpa beban, sekilas seperti melayang diudara. Ukiran kakimu selalu membekas pada tanah liat yang mengeras seiring matahari merangkak ke atas kepala. Tapak kaki itu begitu tahu bagaimana bersahabat dengan tanah yang kadang terlalu licin untuk dijamah. Tak terhitung langkah yang telah kamu ukir, disaksikan oleh seribu musim. Langkah itu selalu mendahuluiku. Seperti menuntun pendosa ke jalan yang benar.

Tak ada yang menjadi saksi dalam langkah itu, terkecuali embun yang bergelantungan diujung-ujung padi dan rerumputan basah yang menyaksikan. Langkah itu, langkah itu, langkah itu, langkah itu lagi. Selalu membosankan setiap kali dia terbit dan tenggalam. Penuh emosi, kesal, amarah. Egois? Ya, aku cukup egois dan payah. Mungkin karena usiaku belum berkepala. Waktu itu aku tak cukup bijaksana. Sehingga terlalu mudah dikerubuni emosional dan egoisme.

Maafkan aku yang begitu bodoh. Kini hanya rindu yang mengajakku ke sana, dimana kita selalu memenangkan pagi ditemani getuk lindri dengan mata menatap hamparan padi. Kapan kita melakukan langkah itu bersama lagi, Bu? Untuk merawat dan menyaksikan tanaman itu tumbuh besar setiap hari. Ibu. Ibu. Ibu. Apa Ia yang menerangi setiap sudut kasih sayang. Yang melahirkan kedamaian. Ia hanya merawat dan menjaga, merajut cinta dengan tubuh dan sentuhannya. Hingga setiap jiwa merindukan bayangannya.

Kau adalah Mahakarya dan Kokoh tak tertandingi, selalu mendahuluiku dalam langkah itu, sesekali kau menoleh kebelakang untuk memastikan, memandang dan menunjukkan hari masih pagi. Senyummu memberikan isyarat

Kau harus terus melangkah nak, jangan biarkan musim menghentikanmu.

Sambil memakaikan tudung keropak tuanya diatas kepalaku.  Dengan diam dan pandangan tajam, sejuta kata menumpuk dalam mulut tak terbendung. Ingin ku muntahkan, teriak sekuat-kuatnya Aku merindukan langkah itu bersamamu lagu, Bu. Kapan kita mengulang langkah itu bersama lagi?

Share
Topics
Editorial Team
Irma Indah Sinarwulan
EditorIrma Indah Sinarwulan
Follow Us