Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi seni bela diri pada anak (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi seni bela diri pada anak (pexels.com/RDNE Stock project)

Intinya sih...

  • Anak perlu diajarkan cara mengelola emosi sejak dini agar dapat memahami dan menenangkan diri dengan baik.

  • Memberi anak kesempatan untuk mengambil keputusan kecil akan membantu membangun kepercayaan diri dan tanggung jawab.

  • Melindungi anak dari kegagalan tidak membantu, orangtua sebaiknya mendampingi anak dalam menghadapi kegagalan agar bisa bangkit kembali.

Membentuk mental tangguh pada anak merupakan bekal penting yang harus dimiliki untuk menghadapi dunia yang penuh dengan tantangan. Anak yang memiliki ketahanan mental baik tentu akan lebih siap dalam mengelola emosi, menghadapi kegagalan, hingga bangkit dari berbagai tekanan dengan cara yang lebih sehat.

Proses ini harus dilakukan dengan penuh empati dan tidak menekan anak secara berlebihan. Alih-alih memaksa atau menekannya, tentu orangtua sebaiknya dapat mencoba empat tips berikut ini untuk membentuk mental tangguh pada anak agar bisa mendukung pertumbuhan psikologis dan membuatnya tetap merasa aman, serta mampu berkembang secara alami.

1. Ajarkan anak cara mengelola emosi sejak dini

ilustrasi anak marah (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Kemampuan mengenali dan juga mengelola emosi ternyata merupakan dasar dari ketahanan mental yang sehat pada anak. Anak perlu diajarkan bahwa merasa marah, sedih, atau kecewa merupakan sesuatu yang wajar, sehingga dapat dipahami dan tidak perlu ditekan secara berlebihan.

Daripada menyuruh anak untuk diam pada saat menangis atau marah tentu sebaiknya orangtua dapat membantunya untuk menamai perasaan tersebut dan menawarkan solusi yang terbaik untuk menenangkan diri. Pendekatan ini juga dapat membantu anak untuk memahami bahwa emosi bukanlah musuh, melainkan sinyal penting yang harus dikelola dengan cara yang baik.

2. Beri anak kesempatan untuk mengambil keputusan

ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Anak yang diberi ruang untuk membuat keputusan kecil sejak dini biasanya akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih percaya diri dan juga mampu untuk bertanggung jawab. Keputusan dalam memilih baju sendiri, menentukan camilan sehat, hingga mengatur jadwal belajar ternyata bisa memberikan dampak yang cukup besar terhadap rasa kepercayaan dirinya.

Pada saat anak merasa pendapatnya dihargai, maka ia akan belajar untuk menghadapi berbagai konsekuensi dengan cara yang lebih sehat dan juga berusaha membangun ketahanan diri dari berbagai pengalaman nyata yang ada. Memberikan kebebasan bertahap tentu akan jauh lebih efektif dibandingkan terus mengontrol segala hal yang dimiliki anak, tanpa memberikan ruang untuknya dalam belajar dan tumbuh.

3. Biarkan anak mengalami kegagalan dengan pendampingan

ilustrasi anak marah (pexels.com/RDNE Stock project)

Melindungi anak dari semua kesalahan dan kegagalan justru akan membuatnya rentan menghadapi tekanan yang ada di masa depan. Anak sesekali tetap harus diberikan kesempatan untuk mencoba, gagal, dan berusaha bangkit kembali agar bisa memahami bahwa kegagalan sebetulnya bukanlah akhir dari segalanya.

Tugas orangtua bukan untuk mencegah kegagalan tersebut, melainkan menjadi pendamping yang dapat menguatkan ketika anak merasa kecewa. Dari situlah nantinya mental tangguh akan terbentuk karena anak berusaha menghadapi realitas tanpa merasa takut secara berlebihan, sehingga mereka pun tetap mau untuk mencobanya kembali di kemudian hari.

4. Bangun komunikasi yang hangat dan terbuka

ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/amber currin)

Komunikasi yang sehat sebetulnya merupakan landasan utama agar anak tetap merasa aman untuk bercerita dan meminta bantuan ketika diperlukan. Anak yang tumbuh dalam lingkungan komunikasi yang terbuka biasanya akan lebih mudah dalam mengekspresikan diri tanpa merasa tertekan ataupun bersalah.

Orangtua bisa memulainya dengan cara mendengarkan cerita anak tanpa terkesan menghakimi dan juga merespon dengan penuh empati setiap kali anak berusaha untuk berbagi ceritanya. Melalui pendekatan tersebut, maka anak akan belajar bahwa ia sebetulnya tidak sendirian dan hal ini juga akan memperkuat mental anak dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.

Membentuk mental tangguh pada anak tidak harus dilakukan dengan cara yang keras atau penuh tekanan. Namun, tetap bisa memberikan ruang aman membiasakan pengelolaan emosi, serta mendampingi proses belajar anak. Nantinya ketangguhan mental anak pun akan terbentuk secara alami!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team