Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Perubahan setelah Jadi Orangtua, Tetap Kerja meski Sakit

ilustrasi keluarga (pexels.com/Helena Lopes)
Intinya sih...
  • Orangtua bekerja meski sakit
  • Mencari cara agar anak bisa mewujudkan cita-citanya
  • Menjaga perilaku dan ucapan agar bisa dicontoh anak

Kehadiran momongan merupakan kebahagiaan besar dalam keluarga. Tentu ada banyak tugas yang mengiringi peran barumu sebagai ayah atau ibu. Dalam banyak hal mungkin kalian masih sama-sama canggung. Kalian tidak selalu tahu apa yang harus dilakukan ketika anak tampak tak nyaman.

Dalam proses pasangan belajar menjadi orangtua yang baik, tanpa sadar ada sejumlah perubahan setelah jadi orangtua. Kamu dan pasangan melakukan hal-hal yang dulu gak pernah terpikirkan sebelum menikah atau semasa kalian belum dikaruniai anak. Ada kekuatan perjuangan sekaligus kesediaan buat berkorban demi anak. Sekarang anak menjadi prioritas dalam hidup kalian. Kalian yang dahulu sulit memahami perilaku orang yang telah punya anak, kini juga mengalami enam hal berikut.

1. Sakit gak dirasakan demi tetap bekerja

ilustrasi kurir (pexels.com/Kindel Media)

Saat anak belum lahir apalagi kamu masih lajang, lebih mudah untukmu memutuskan gak masuk kerja ketika sakit. Walaupun sakitmu tidak parah, dirimu mengutamakan untuk beristirahat di rumah. Namun, setelah kamu menjadi orangtua seperti punya kekuatan ekstra buat menangkal rasa capek dan penyakit.

Dirimu kuat bekerja nyaris tanpa hari libur. Tapi tentu saja yang sesungguhnya terjadi gak seperti itu. Kamu juga tetap dapat terserang penyakit apalagi saat cuaca kurang bersahabat. Bedanya, dirimu sekarang memikul beban ekonomi yang tak ringan.

Kamu takut sedikit saja dikira malas bekerja akan memengaruhi penilaian atasan. Terutama buatmu yang bekerja dengan sistem upah harian dan tergantung pencapaian target. Kamu bukannya khawatir tak bisa makan. Namun, dirimu waswas tidak punya cukup uang untuk beli susu, popok, dan membayar biaya sekolah anak kalau libur kerja sehari saja.

2. Merawat cita-cita anak meski belum tahu uangnya dari mana

ilustrasi ayah dan anak (pexels.com/Rohit Photography)

Ketika kamu mendengar anak mengatakan cita-citanya pasti ada rasa bangga. Kian tinggi impiannya, kian mengembang pula dadamu. Dalam sekejap dirimu membayangkan momen kelak anak berhasil mewujudkan mimpinya. Kamu dan pasangan pasti bakal bahagia sekali.

Akan tetapi, di balik cita-cita yang mengagumkan itu juga ada rasa ketar-ketir bahkan kesedihan. Lebih-lebih bila saat ini perekonomianmu terasa kurang sesuai dengan mimpi anak. Dirimu takut kalau-kalau kelak cuma mengecewakannya.

Tapi kamu pasti juga gak mau mengubur impian anak terlalu pagi. Dirimu dan pasangan siap bekerja lebih keras agar cita-cita anak tercapai. Di tengah kerasnya perjuangan hidup, kalian bertekad buat tidak menyerah. Kalian tahu akan menyesal sekali jika sampai impiannya terganjal persoalan biaya.

3. Masalah pekerjaan harus selesai sebelum pulang

ilustrasi ayah dan putranya (pexels.com/George Pak)

Ketika kamu masih single, membawa pulang masalah pekerjaan sudah biasa. Bukan hanya tugas lembur yang dipindah ke rumah. Namun, dirimu mungkin juga sampai uring-uringan sepulang kerja. Kamu tak terlalu memikirkan perasaan orangtua dan saudara.

Dirimu percaya mereka semua akan bisa mengerti atau bahkan sama sekali tak ambil pusing. Tapi berhadapan dengan anak gak bisa begitu. Kamu sadar bahwa membawa masalah pekerjaan ke rumah dapat berdampak amat buruk untuk anak.

Anak belum mampu memahami persoalanmu. Dia cuma tahu dirimu menjadi lebih galak dari biasanya. Ia tak menyukai hal tersebut bahkan bisa ketakutan dan enggan berdekatan denganmu. Tidak mau itu terjadi, baik kamu maupun pasangan sepakat bahwa masalah pekerjaan jangan dibawa ke rumah.

4. Waktu luang diutamakan untuk anak

ilustrasi ayah dan anak (pexels.com/Kenneth Surillo)

Dulu kamu mungkin juga sering kesal pada teman yang mendadak sok sibuk setelah punya anak. Mereka diajak nongkrong atau liburan selalu bilang gak bisa. Anak menjadi bagian dari alasannya. Seperti mereka mau mengantar anak vaksin, ada acara di sekolahnya, dan sebagainya.

Namun, sekarang hal serupa juga terjadi padamu. Bahkan saat tidak ada keperluan mendesak terkait anak, tetap ia yang menjadi prioritas. Kamu pun sudah malas mengundang teman-teman ke rumah seperti saat dirimu masih lajang.

Penyebabnya, mereka bisa gak pulang-pulang. Anak menjadi tidak bebas mengajakmu bermain. Jam tidur siangnya juga dapat terganggu oleh suara tamumu. Makin menyebalkan kalau ada kawan yang merokok. Asapnya membahayakan anak.

5. Penyesuaian selera makan biar anak bisa ikut menikmati

ilustrasi makan bersama (pexels.com/Kampus Production)

Tadinya kamu tidak bisa makan tanpa rasa pedas yang kuat. Dirimu sangat doyan cabai. Tapi perlahan-lahan kegemaran ini mau gak mau dikurangi sampai dihilangkan sama sekali demi anak. Repot apabila masakan di rumah selalu disediakan versi pedas dan tidak pedas untuk anak.

Karena anak tak mungkin mengikuti selera orangtua akan masakan pedas, dirimu yang mengalah. Paling kamu menambahkan sambal atau irisan cabai ke piringmu. Ketika kalian makan di luar pun sama.

Hal pertama yang terlintas adalah menu yang anak doyan. Dirimu dan pasangan tidak lagi mendahulukan keinginan masing-masing. Anak suka makan di kedai ayam tepung, kalian pun ikut makan di sana. Meski mi ayam pedas sebetulnya lebih menggugah seleramu serta pasangan.

6. Lebih menjaga ucapan dan perbuatan biar bisa dicontoh anak

ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Ada anak di rumah sama seperti ada CCTV yang selalu terarah padamu. Kamu tahu bahwa anak mudah sekali mencontoh orang-orang di sekitarnya. Apalagi perkataan serta perbuatan orangtua. Anak cenderung menganggapnya benar dan baik sekalipun belum tentu.

Ketika dirimu masih tinggal berdua saja dengan pasangan, olok-olok dan perilaku semaunya sendiri kerap terjadi. Akan tetapi, adanya anak membuat kalian jauh lebih hati-hati. Kamu dan pasangan dengan cepat kembali mempelajari sopan santun.

Kalian takut anak berucap atau berbuat tak sepantasnya di luar rumah. Kemudian saat ia ditanya siapa yang mengajarinya, dia pun mengatakan hanya meniru orangtua. Dirimu serta pasangan bakal malu berat. Pun mengubah perilaku anak bisa tidak mudah.

Perubahan setelah jadi orangtua memang hal yang pasti terjadi. Hal tersebut sah-sah saja, apalagi kalau kamu berubah demi kebaikan anak. Hanya saja dalam semangat bekerja jangan sampai abai pada kesehatan. Kamu tetap harus beristirahat sebelum lelah sekali atau mintalah izin gak masuk kerja ketika sakitmu cukup berat. Sebab bila terjadi sesuatu padamu, masa depan anak ikut dalam bahaya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us