6 Tips agar Anak Terbuka dengan Nilai Pelajarannya, Hargai Usahanya

Orangtua tentu wajib mengetahui nilai pelajaran yang diperoleh anak. Pengetahuan tersebut sangat bermanfaat dalam mengarahkan proses belajar anak di rumah. Kalau orangtua tidak tahu mengenai hasil belajar anak, kendala apa pun yang dialaminya menjadi luput dari perhatian.
Namun, bagaimana jika anak berusaha menutupi nilainya dari orangtua? Orangtua sudah bertanya pun anak berkelit hasil ulangannya belum dibagikan dan sebagainya. Sampai kamu tanpa sengaja menemukan kertas ulangannya coba disembunyikan di suatu tempat.
Sikap tidak terbuka seperti ini bisa terjadi tak hanya saat nilainya kurang baik. Nilai yang tinggi pun tidak menjamin ia dengan bangga menunjukkannya pada orangtua. Supaya hal serupa gak terjadi lagi, simak enam tips berikut ini.
1. Jangan jadikan nilai satu-satunya ukuran buat mengapresiasi anak
Selama anak menempuh pendidikan, nilai pelajaran tentu penting untuk mengukur penguasaannya akan materi yang diajarkan dan diujikan. Namun, hindari mengecilkan diri anak sebatas nilai-nilai dalam pelajaran. Dia lebih dari sekadar angka yang tertera dalam laporan hasil belajar.
Walaupun nilai-nilainya kurang memuaskan, lihat pula kemauannya buat belajar. Setidaknya, dia bukan pemalas. Hargai karakter baik lain dalam dirinya seperti kesopanannya pada orangtua dan guru serta kemampuannya menjadi pemimpin kelas, misalnya.
Demikian pula apabila anak memiliki prestasi khusus di luar pelajaran yang diujikan di sekolah. Contohnya, prestasi di bidang seni atau bela diri. Semua ini jangan dikesampingkan serta hanya menyorot nilai-nilai pelajarannya.
2. Hindari membandingkan nilainya hanya dengan nilai teman yang tinggi
Sebenarnya anak tidak terlalu sensitif untuk diajak membicarakan nilai teman-teman yang lebih baik dari nilainya. Bahkan sering kali tanpa orangtua bertanya pun, anak sudah terlebih dahulu menceritakannya. Namun, anak lama-kelamaan bakal kesal bila orangtua cuma membandingkannya dengan nilai mereka.
Orangtua akan terlihat gak adil, karena melewatkan nilai sebagian temannya lagi yang berada di bawahnya. Artinya, nilai anak sebenarnya tidak terlalu buruk. Orangtua jangan membuatnya merasa payah sekali lantaran cuma fokus pada nilai murid yang lebih bagus.
Sebaiknya, orangtua mengetahui gambaran tentang pencapaian murid-murid di kelasnya secara lebih menyeluruh. Berapa nilai yang tertinggi dan terendah? Lalu di mana posisi anakmu di antara dua kutub tersebut?
3. Dilarang menyudutkan anak bila nilainya kurang memuaskan
Standar nilai yang memuaskan saja bisa membingungkan. Buat anak, pencapaiannya telah lumayan dibandingkan teman-temannya. Namun, untuk kamu boleh jadi masih dirasa kurang.
Maka dari itu, standar nilai yang jadi acuan mestinya ada ukuran yang lebih jelas. Contohnya, dengan menghitung rata-rata nilai murid di kelasnya untuk setiap mata pelajaran. Puaskan diri apabila anak telah mencapai nilai rata-rata.
Kalaupun nilainya di bawah rata-rata kelas, hindari menyudutkannya seakan-akan itu kesalahan yang disengaja oleh anak. Setiap anak pasti punya pelajaran favorit dan pelajaran yang paling tidak disukainya. Hindari berpikir anak harus unggul dalam setiap mata pelajaran.
Evaluasi tentu tetap perlu dilakukan. Namun, gak usah menuntutnya menjadi murid yang sempurna dalam penguasaan seluruh materi. Kamu saja belum tentu bisa begitu ketika masih bersekolah.
4. Tahan diri saat ingin protes ke guru
Apakah kamu termasuk orangtua murid yang sering merasa tidak terima dengan nilai yang diberikan guru, kemudian memprotesnya dengan berapi-api? Hati-hati, boleh jadi sikap inilah yang membuat anak tidak mau lagi terbuka tentang nilai-nilai pelajarannya. Dia malu kalau-kalau orangtuanya kembali main protes dan menimbulkan kegemparan di kelasnya.
Tentu ada kalanya terjadi kesalahan dalam pemberian nilai dan orangtua atau anak sendiri perlu memprotesnya. Namun, hindari bersikap sok kritis yang tidak tepat. Dorongan terbesarmu, ketika melakukan protes sebenarnya cuma gak terima dengan nilai yang diperoleh anak, meski itulah faktanya.
Dalam proses belajarnya, anak membutuhkan suasana yang tenang. Kegaduhan yang sedikit-sedikit kamu ciptakan sehubungan dengan nilai-nilainya sama dengan merusak konsentrasinya bahkan cuma bikin dia malu. Pahami betul kapan kamu perlu mengajukan komplain atau biar anak sendiri yang menyampaikannya pada guru.
5. Beri nasihat dan motivasi dengan cara yang baik
Sudah menjadi kewajiban orangtua buat sering-sering menasihati dan memotivasi anak, termasuk terkait hasil belajarnya. Secara garis besar, orangtua mendorong anak buat mempertahankan bahkan meningkatkan nilai-nilainya. Pastikan kamu menyampaikannya dengan cara-cara yang positif, ya.
Orang dewasa saja bisa down kalau dinasihati atau dimotivasi dengan kalimat-kalimat bernada mengejek dan mengancam. Apalagi anak-anak yang kebutuhannya akan pujian lebih besar. Sama-sama nasihat agar rajin belajar misalnya, dapat disampaikan dengan dua cara.
Pertama, kamu bertanya pada anak apakah dia mau menjadi murid yang paling bodoh di kelas, kelak tidak naik atau tak lulus sekolah, dan akhirnya dikeluarkan. Meski tujuanmu baik supaya anak membayangkan konsekuensi dari malas belajar, itu terlalu menyeramkan.
Lebih bijak memakai cara kedua yaitu mendorongnya lebih giat belajar. Supaya ia masuk peringkat tiga besar di kelas, naik kelas atau lulus dengan mudah, serta diterima di sekolah yang diimpikan.
6. Hasil yang membanggakan jangan pula terlalu dipamerkan
Hasil belajar anak yang kurang memuaskan jangan dijelek-jelekkan. Demikian pula nilai-nilainya yang melebihi ekspektasimu gak usah terlalu dipamerkan. Sekalipun kamu berpikir itu cara yang positif buat merayakan serta menunjukkan keberhasilan anak, ia sendiri mungkin malu.
Secara psikis, anak menjadi terbebani dengan pencapaiannya. Kalau sampai pada ulangan berikutnya dia gak memperoleh nilai yang sama bahkan lebih baik lagi, nanti orang-orang mengejeknya. Bahkan ia cemas kalau saja kamu tidak lagi bangga padanya.
Bukannya anak belajar dengan fokus, pikirannya justru dikacaukan oleh kedua kegelisahan di atas. Orangtua tentu sudah semestinya bangga atas prestasi anak, tapi bedakan dengan sikap pamer. Anak yang pemalu bakal tambah malu bila menjadi sorotan banyak orang.
Membangun kenyamanan antara anak dengan orangtua merupakan kunci keterbukaan. Bila anak merasa aman buat memberitahukan nilai-nilainya padamu, baik yang bagus maupun kurang, tanpa ditanya pun pasti itu telah dilakukannya. Mari berintrospeksi apa yang kira-kira membuat anak takut jujur pada orangtua tentang hasil belajarnya.