Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi mengajari anak (pexels.com/cottonbro studio)

Prestasi anak tidak hanya membanggakan untuk diri dan sekolahnya. Orangtua sering kali lebih bangga lagi melihat anak mendapat nilai tertinggi atau menang lomba. Ini terbukti dari kesukaan orangtua membicarakan pencapaian anak.

Rasa banggamu dan pasangan atas prestasi anak sangat wajar. Bahkan itu sudah seharusnya. Jangan sampai dirimu tidak mengapresiasi kerja keras anak apalagi merendahkannya. Akan tetapi, anak pun dapat kelelahan apabila sejak dini telah berusaha keras terus mencetak prestasi.

Rasa capek fisik dan psikis itu tampak dari penurunan prestasi yang signifikan dan terus-menerus. Juga raut tidak bahagia, gampang kesal, serta mogok latihan sebagai aksi protes terhadap orangtua. Ambisi orangtua perlu dikesampingkan dulu. Buat anak lebih enjoy dalam mencetak prestasi dengan cara berikut.

1. Anak diarahkan, bukan dipaksa

ilustrasi latihan biola (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Pengarahan dari orangtua sangat penting agar anak tahu apa yang perlu dilakukannya. Bagaimanapun juga, wawasan dan pengalaman hidup anak masih amat minim. Kalau anak tidak diarahkan oleh orangtua, dia gak fokus pada hal-hal yang menjadi prioritas.

Ia tak tahu kegiatan yang tepat untuk menyalurkan minat serta mengasah kemampuannya. Dia cuma sekolah biasa dan tidak memiliki motivasi lebih untuk berprestasi. Akan tetapi, dalam usahamu serta pasangan buat mengarahkan anak jangan pakai paksaan, ya.

Tanda kalian sudah masuk ke pemaksaan ialah selalu menggunakan kata pokoknya atau harus. Seperti pokoknya anak harus ikut les biola biar bisa ikut berbagai lombanya. Juga adanya desakan terkait waktu sehingga anak wajib melaksanakannya sekarang juga. Tak ada kompromi bulan apalagi tahun depan.

2. Beri istirahat yang cukup antarkompetisi

ilustrasi bela diri (pexels.com/RDNE Stock project)

Sering kali kesalahan orangtua yang ambisius adalah tidak mengukur kekuatan anak. Orangtua lupa bahwa tubuh kecilnya tak setangguh orang dewasa. Anak dapat kelelahan kalau mesti mengikuti perlombaan yang berturut-turut.

Lebih buruk lagi, orangtua bahkan gak sadar bahwa mereka juga tak bakal kuat seandainya di posisi anak. Mereka merasa mengikuti semua pertandingan itu gampang karena hanya menjadi penonton. Hindari sikap seperti di atas.

Apabila anak sudah mulai ikut perlombaan, bikin rencana matang dan bijak. Misalnya, ada beberapa kompetisi dalam waktu berdekatan. Kamu gak perlu mengikutkan anak ke setiap lomba. Pilih beberapa saja yang paling sesuai untuknya dan waktunya tidak mepet. Anak bisa beristirahat sekaligus menyiapkan diri dengan lebih baik di setiap jeda pertandingan.

3. Buat target yang realistis

ilustrasi les musik (pexels.com/Boris Pavlikovsky)

Sebagai orang yang gak terjun langsung dalam kompetisi atau ujian, mudah saja untukmu mematok target berapa pun. Tapi bayangkan rasanya menjadi anak yang dibebani target seberat itu. Belum ikut lomba saja, dia sudah stres duluan.

Mencetak prestasi tidak bermakna anakmu harus selalu menjadi juara pertama. Lihat-lihat dulu apa yang dilombakan, sebanyak apa lawannya, dan usia mereka. Kalau anak ikut lomba yang sebagian pesertanya berusia di atasnya, gak menang pun tak apa-apa.

Dia berani melawan anak-anak yang lebih besar juga bentuk kemenangan mental. Sebagai tambahan motivasi, kasih target yang tak terlalu muluk. Misalnya, target juara harapan atau setidaknya anak masih peringkat 10 besar dari keseluruhan peserta.

4. Toleransi kegagalannya

ilustrasi belajar (pexels.com/SAULO LEITE)

Anak yang mengalami kegagalan. Namun, orangtua yang paling gak terima. Sikap seperti ini tak sekadar menunjukkan kurangnya kedewasaan orangtua. Reaksi orangtua juga bikin mental anak lebih drop.

Anak akan merasa bersalah sekali atas kegagalannya. Padahal, ia sudah berusaha sebaik mungkin. Baik anak gagal dalam pencapaian akademik maupun non-akademik, sikapi dengan bijaksana. Lihatlah proses serta jerih payah anak.

Jangan cuma fokus pada hasil akhirnya. Hindari kamu dan pasangan terkesan ingin anak berhasil terus. Keinginan itu gak masuk akal. Di mana ada peluang sukses pasti juga terdapat kemungkinan gagal. Hibur anak dan kasih semangat lagi. Bukan justru kalian bikin dia tambah tertekan.

5. Kasih kesempatan anak beralih ke hal lain

ilustrasi belajar (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Konsistensi memang bagus. Kalau anak bisa konsisten menekuni satu bidang, prestasinya diharapkan makin baik. Ketika ia remaja atau dewasa sudah meraih keberhasilan yang gemilang. Seperti atlet atau musisi yang digembleng sejak anak-anak.

Akan tetapi, hidup bukan garis lurus. Termasuk terkait minat anak. Perjalanannya masih panjang sekali. Bidang yang semula digelutinya karena arahanmu dan pasangan dapat berubah seiring waktu. Bersama tumbuh kembangnya, dia tahu lebih banyak hal.

Ia pun ingin memiliki pilihannya sendiri. Jangan merampas hak anak dengan menekannya terus menekuni bidang yang sama. Bicarakan dengan santai tapi tetap terarah. Seperti ada konsekuensi dari setiap pilihan. Atau, coba jalani dulu keduanya. Lalu lihat mana yang tetap paling disenanginya dan bagus prospeknya.

6. Mendorongnya bergaul dan punya hobi

ilustrasi membaca (pexels.com/RDNE Stock project)

Anak yang mencurahkan seluruh perhatiannya pada bidang tertentu dapat melupakan sisi lain hidup. Baik fokusnya atas keinginan sendiri maupun doronganmu, keseimbangan hidup dibutuhkan. Anak perlu dituntun agar tidak kehilangan kesempatan dan kemampuannya bersosialisasi.

Membangun pertemanan bukan sekadar mencari hiburan kala senggang. Kawan juga sumber inspirasi. Ada teman yang pemurah hati, jago bercanda, pandai di berbagai bidang, rajin beribadah, dan sebagainya.

Itu bagus sekali untuk memperluas wawasan anak sekaligus menjaganya tetap rendah hati. Selain itu, anak perlu punya hobi. Artinya, sesuatu yang dikerjakan tanpa beban harus mencetak prestasi.

Contohnya, selama ini hobinya berolahraga dan ia juga berprestasi di bidang tersebut. Bantu anak menemukan hobi lain yang murni buatnya bersenang-senang. Ini penting untuk menurunkan tingkat stresnya.

Sama sekali gak mendorong anak untuk punya prestasi juga tak tepat. Anak banyak terpengaruh oleh cara orangtua dalam membimbingnya sejak kecil. Akan tetapi, kendalikan ambisimu sebagai orangtua supaya anak tidak tertekan dan kelelahan dituntut untuk berprestasi sejak belia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team