Parenting di Kalangan Milenial: Media Sosial hingga Kesehatan Mental

Ada sejumlah pergeseran unik yang perlu kita tahu

Baru-baru ini, IDN Media meluncurkan Indonesia Millennial and Gen-Z Report 2024 bekerja sama dengan Advisia sebagai Research Partner. Laporan-laporan tersebut menyajikan potret generasi milenial dan Gen Z secara jelas dan utuh serta menawarkan analisis yang berkaitan dengan keduanya.

Salah satu hal menarik dalam Indonesia Millennial Report 2024 adalah adanya data bahwa parenting di kalangan milenial yang melibatkan isu media sosial serta kesehatan mental. Lantas, bagaimana pemaparannya? 

1. Milenial adalah generasi yang memasuki era transisi digital. Banyak informasi parenting yang diketahui, tapi tidak bisa melakukan sepenuhnya

Parenting di Kalangan Milenial: Media Sosial hingga Kesehatan MentalIlustrasi parenting (Pexels.com/Gustavo Fring)

“Mereka dapat menemukan banyak informasi tentang anak-anak dan cara mengasuh anak di internet, namun sering kali terkejut oleh penggunaan internet yang menyebabkan muatan informasi berlebih dan peer pressure di antara sesama orangtua," kata psikolog anak Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi.

Orangtua milenial tidak ingin anaknya mengalami kesulitan atau ketidaknyamanan sehingga cenderung bersikap lebih akomodatif. Mereka mempraktikkan drone parenting, di mana orangtua mengawasi dari kejauhan, namun enggan ikut campur ketika ada masalah.

“Prioritas parenting bagi orangtua milenial termasuk memastikan kebahagiaan anak-anaknya dan menjadi lebih terbuka terhadap pilihan dan preferensi anak," tutur Vera.

Orangtua milenial biasanya tahu apa yang mereka inginkan, namun tidak selalu tahu cara mencapainya. Mereka punya banyak pengetahuan tentang mengasuh anak secara modern, tapi terkadang harus melakukannya berdasarkan nasihat orangtuanya. Ini karena mereka masih hidup bersama sebagai generasi sandwich.

Hal tersebut sebenarnya tidak selamanya buruk. Ada nilai-nilai dan tradisi tertentu yang masih perlu diwariskan kepada keturunan.

2. Orangtua milenial sering menggunakan media sosial untuk menampilkan prestasi mengasuh anak

Parenting di Kalangan Milenial: Media Sosial hingga Kesehatan MentalIlustrasi parenting (Pexels.com/Elina Fairytale)

Ketika berbicara tentang pengasuhan anak dan media sosial, orangtua milenial sering menggunakan media sosial untuk menampilkan prestasi mengasuh anak atau konten keseharian anak-anaknya. Ini adalah fenomena yang disebut sharenting, gabungan kata dari share (berbagi) dan parenting (mengasuh).

Meski begitu, hal tersebut harus dilakukan secara hati-hati. Orangtua harus melindung privasi anak, terutama akan jejak digital akan kenangan anak-anak di dunia online.

Saat memberi anak-anak akses ke internet pun, orangtua milenial harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti konten yang sesuai usia, regulasi tentang konten pendek, dan batasan usia yang ditetapkan oleh masing-masing platform.

Ada beberapa pedoman dari sumber terpercaya. Ada The American Academy of Pediatrics (AAP) yang merekomendasikan anak-anak tidak boleh memiliki screen time sama sekali sampai berusia 18-24 bulan, kecuali obrolan via video. Untuk anak-anak berusia 2-5 tahun, AAP menyarankan untuk membatasi screen time selama satu jam atau kurang per harinya.

3. Ada pergeseran tanggung jawab dalam pengasuhan anak meski distribusinya belum merata

Parenting di Kalangan Milenial: Media Sosial hingga Kesehatan MentalIlustrasi parenting (Pexels.com/Tatiana Syrikova)

Temuan survei tambahan menunjukkan bahwa sebagian besar milenial Indonesia ingin memiliki anak. Hal ini menekankan bahwa konsep freechild masih belum lazim atau selaras dengan perspektif mereka akan pernikahan dan keluarga.

Dari 22 orang yang mempunyai anak, 9 di antaranya menyebutkan bahwa tanggung jawab utama ibu adalah mengasuh anak dengan kontribusi pendampingan ayah. 6 responden lainnya melakukan pembagian tanggung jawab yang setara. Dalam 4 kasus, para ibu mengasuh anaknya sendiri. Satu responden lagi menggunakan bantuan pekerja rumah tangga. Dua responden lainnya memakai keterlibatan anggota keluarga dalam pengasuhan anak.

Data tersebut seakan-akan menyampaikan pada kita adanya pergeseran tanggung jawab mengasuh anak dalam keluarga milenial. Meski begitu, distribusinya belum sepenuhnya seimbang.

Dalam hal belajar dan bermain dengan anak, 13 dari 22 orangtua bertanggung jawab mengantarkan anak-anaknya ke penitipan anak atau sekolah sekaligus menjemput. Selain itu, 11 orangtua melibatkan anak-anak dalam tugas sehari-hari. 

Baca Juga: 5 Realita Parenting yang Harus Diketahui Orangtua, Jangan Diabaikan!

4. Ada perubahan kesadaran di kalangan milenial Indonesia bahwa mereka tidak seharusnya menjadi beban bagi anak-anaknya

Parenting di Kalangan Milenial: Media Sosial hingga Kesehatan MentalIlustrasi parenting (Pexels.com/Tatiana Syrikova)

Pada pertanyaan seputar aspirasi untuk anak-anaknya, semua orangtua ingin keturunannya tumbuh sehat dan jadi orang dewasa yang mandiri. Mayoritas responden yang jumlahnya 13 individu, ingin anaknya berprestasi dan lebih sukses daripada diri mereka sendiri.

Hanya ada dua responden yang berharap anak-anaknya merawat dan mendukung orangtua secara finansial di masa depan. Artinya, ada perubahan kesadaran di kalangan milenial Indonesia bahwa saat mereka menjadi orangtua, seharusnya tidak jadi beban untuk anaknya.

Perubahan agak berbeda dari tren generasi sandwich sebelumnya. Saat itu, generasi milenial memprioritaskan kesejahteraan kedua orangtua yang lanjut usia dan anak-anaknya.

5. Kesehatan mental jadi masalah yang tengah berkembang, namun tidak semua anak remaja bisa mendapatkan bantuan profesional

Parenting di Kalangan Milenial: Media Sosial hingga Kesehatan MentalIlustrasi parenting (Pexels.com/Ludovic Delot)

Menyoal initimidasi di sekolah, 7 orangtua mengakui anaknya pernah mengalami intimidasi. 3 orangtua lainnya percaya terhadap keamanan lingkungan anak yang bebas dari intimidasi. Sisanya tidak yakin akan prevalensi penindasan yang menunjukkan kebutuhan untuk kian waspada dan sadar akan isu ini.

Namun, studi PISA (Program untuk Siswa Internasional Assessment) pada tahun 2018 melaporkan bahwa 41 persen dari pelajar Indonesia berusia 15 tahun, pernah mengalami perundungan beberapa kali dalam sebulan. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai yang terdepan, tertinggi kelima di antara 78 negara dalam masalah ini.

Survei terbaru dari The Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) pada tahun 2022, menawarkan perspektif orangtua tentang kesehatan mental anak. Dari situ, hanya 4,3 persen orangtua atau pengasuh menyatakan bahwa anak remajanya memerlukan bantuan kesehatan mental. Di antara mereka yang mengakui kebutuhan tersebut, hanya 16,7 persen orangtua atau pengasuh menegaskan bahwa kebutuhan remaja mereka kebutuhan telah terpenuhi.

Namun, hampir separuh responden (43,8 persen) menahan diri untuk tidak mengakses layanan atau bantuan profesional. Penyebabnya adalah keinginan untuk mengatasi masalah secara mandiri atau hanya dengan dukungan keluarga serta teman.

Selain itu, ada responden yang tidak tahu di mana mencari bantuan sebesar 19,2 persen. Sisanya lebih pada percaya jika anak remajanya bisa pulih sendiri (15,4 persen) dan punya kesulitan keuangan (13,6 persen).

IDN Media menggelar Indonesia Millennial and Gen-Z Summit (IMGS) 2023, sebuah konferensi independen yang khusus diselenggarakan untuk dan melibatkan generasi Milenial dan Gen Z di Tanah Air. Dengan tema Purposeful Progress, IMGS 2023 bertujuan membentuk dan membangun masa depan Indonesia dengan menyatukan para pemimpin dan tokoh nasional dari seluruh nusantara.

IMGS 2023 diadakan pada 24 - 26 November 2023 di Pulau Satu dan Dome Senayan Park, Jakarta. Dalam IMGS 2023, IDN Media juga meluncurkan Indonesia Millennial and Gen-Z Report 2024.

Survei ini dikerjakan oleh IDN Research Institute bekerja sama dengan Advisia sebagai Research Partner. Melalui survei ini, IDN Media menggali aspirasi dan DNA Milenial dan Gen Z Indonesia.

Baca Juga: 5 Realita Parenting yang Harus Diketahui Orangtua, Jangan Diabaikan!

Topik:

  • Febriyanti Revitasari
  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya