3 Ciri Toxic Self Reward yang Sering Kali Gak Kamu Sadari

Melansir Kemenkeu, self reward merupakan sebuah bentuk pemberian penghargaan kepada diri sendiri setelah mencapai suatu tujuan tertentu. Self reward penting dilakukan karena membuatmu sadar akan pentingnya menghargai diri sendiri. Melalui self reward, kamu jadi lebih mencintai diri sendiri dan menghargai kerja keras yang telah dilakukan.
Akan tetapi, pada faktanya banyak sekali orang yang salah mengartikan makna dari self reward itu sendiri. Mereka sering kali melakukan self reward padahal belum ada pencapaian atau tujuan yang telah dilakukan. Jika hal ini terus-menerus dibiarkan, tentu makna dari self reward akan hilang dan berubah menjadi toxic self reward. Untuk itu, agar kamu bisa terhindar dari toxic self reward, yuk kenali 3 ciri-ciri berikut.
1. Terjebak konsumerisme dan menjadi boros

Melakukan self reward dengan cara berbelanja memang menyenangkan dan mengasyikkan. Ada kepuasan batin tersendiri, terlebih barang yang kita beli merupakan barang yang sudah lama dinanti. Namun, hal ini bisa menjadi masalah apabila kita melakukannya secara berlebihan. Masalah keuangan, munculnya gaya hidup hedonisme, hingga tanda-tanda munculnya gangguan mental adalah masalah yang umum terjadi akibat belanja secara berlebihan.
Untuk mengatasi hal tersebut, kamu bisa mengatur budgeting atau keuangan untuk self reward yang dilakukan. Usahakan tidak melebihi biaya kebutuhan sehari-hari. Selain itu, kamu juga bisa membatasi self reward yang dilakukan. Kamu bisa melakukannya sebulan sekali, dua bulan sekali, atau tiga bulan sekali. Terakhir dan yang paling penting dari itu semua adalah pahami betul makna dari self reward itu sendiri.
2. Hanya sekadar ikut-ikutan atau FOMO

Self reward yang dilakukan hanya sekadar ikut-ikutan atau FOMO dapat menjadi toxic karena kita membeli sesuatu berdasarkan tren, bukan apa yang kita butuhkan. Hal ini menyebabkan kita menjadi boros dan berperilaku konsumtif. Penelitian jurnal Fear of Missing Out dan Hedonisme pada Perilaku Konsumtif Millenials : Peran Mediasi Subjective Norm dan Attitude dari Universitas Pendidikan Nasional menyatakan bahwa FOMO memengaruhi perilaku konsumtif sebesar 67,6% pada generasi milenial. Hal ini lantaran perilaku FOMO dapat memicu pembelian impulsif dan konsumtif pada generasi milenial.
Untuk mengatasinya, pastikan bahwa kamu membeli barang berdasarkan apa yang dibutuhkan dan bukan sekadar ikut-ikutan. Selain itu, kamu juga harus paham perbedaan antara kebutuhan dan keinginan. Jangan sampai gara-gara FOMO, keuanganmu malah menipis dan habis sebelum waktunya.
3. Merayakan semua hal

Segala sesuatu yang berlebihan itu gak baik, termasuk urusan self reward. Self reward yang dilakukan secara terus-menerus dan tanpa alasan yang jelas membuat maknanya hilang. Jika dibiarkan, self reward akan berubah menjadi kebiasaan yang tidak bermanfaat.
Untuk itu, penting bagimu untuk tau apakah self reward yang dilakukan sebanding dengan pencapaian yang telah diraih. Pikirkan matang-matang sebelum melakukannya. Lakukan self reward setelah kamu merasa dirimu sudah cukup bekerja keras. Dengan begini, kamu akan paham makna dari self reward.
Di tengah-tengah kehidupan yang serba cepat dan canggih ini, manusia saling berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik. Sering kali kita tidak punya waktu untuk mengapresiasi diri sendiri. Kita justru malah lebih kagum dengan pencapaian orang lain dibandingkan diri sendiri. Dengan self reward , kamu lebih mengenal dan mengapresiasi dirimu. Ingatlah bahwa dirimu berharga dan layak untuk bahagia!