Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Sebab Lingkungan Kerja Toxic Tidak Memiliki Tujuan Realistis

ilustrasi rekan kerja (pexels.com/Thirdman)

Keberadaan lingkungan kerja toxic memang tidak diinginkan. Tapi, pada situasi tertentu bisa saja kita berhadapan dengan lingkungan kerja seperti ini. Orang-orang yang saling menjatuhkan, gemar bergosip, serta pola kerja tidak solid sudah menjadi budaya. Jika diperhatikan lebih jauh, ternyata lingkungan kerja toksik tidak memiliki tujuan realistis. 

Kondisi demikian tentu mempengaruhi keberhasilan bersama. Bahkan membuang-buang waktu dan energi. Padahal, kita bisa mengalokasikan sumber daya untuk aspek lain yang jauh lebih penting. Mengapa lingkungan kerja toxic tidak memiliki tujuan realistis? Mari cari tahu sebab di baliknya.

1. Kepemimpinan cenderung plin-plan

ilustrasi sosok plin-plan (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Sebagian besar dari kita pasti menolak berada di tengah lingkungan kerja toksik. Alih-alih meningkatkan kualitas diri, lingkungan kerja demikian justru memancing emosi dan stres. Namun demikian, ada hal menarik dari lingkungan dengan pola kerja toksik. Ternyata tujuan yang ditetapkan tidak realistis.

Lingkungan kerja toksik cenderung memiliki kepemimpinan plin-plan. Orang-orang yang menduduki posisi hierarkis tertinggi tidak memiliki ketegasan. Rencana dan evaluasi tidak dilaksanakan sesuai dengan yang seharusnya.

2. Pola komunikasi yang buruk

ilustrasi memaksakan argumen (pexels.com/Yan Krukov)

Jika kita ingin meraih keberhasilan dalam skala besar, pola komunikasi tentu menjadi poin utama. Pastikan memiliki pola komunikasi yang efektif dan efisien. Maksud dan tujuan bisa tersampaikan dengan jelas dan terperinci. Tapi apa jadinya jika lingkungan kerja memiliki pola komunikasi yang buruk?

Fenomena demikian menjadi sebab lingkungan kerja toksik tidak memiliki tujuan realistis. Saat pola komunikasi tidak terjalin dengan baik, rawan terjadi kesalahpahaman. Seseorang memahami rencana dan visi-misi dengan sudut pandang berbeda.

3. Tidak ada keselarasan dalam kerja sama

ilustrasi perselisihan dunia kerja (pexels.com/Antoni Shkraba)

Memiliki tujuan realistis penting dalam rangka mencapai kesuksesan. Apalagi mewadahi kepentingan banyak orang. Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan kita bertemu dengan lingkungan kerja toksik. Tujuan yang ditetapkan cenderung tidak realistis. 

Ini terjadi karena lingkungan kerja toxic tidak memiliki keselarasan dalam bekerja sama. Individu di dalamnya berjalan secara masing-masing. Seseorang berusaha atas dasar ambisi dan kepentingan pribadi. Namun tidak mempertimbangkan tujuan dan visi-misi bersama.

4. Tugas dan wewenang yang tidak terorganisasi dengan baik

ilustrasi perselisihan dunia kerja (pexels.com/Yan Krukau)

Tujuan realistis memiliki peranan penting dalam meraih keberhasilan. Tentu kita tidak bisa memandang sebelah mata keberadaan visi-misi. Namun, fakta ini tidak bisa dilihat oleh lingkungan kerja yang memiliki budaya dan kebiasaan toksik.

Lingkungan kerja demikian justru tidak memiliki tujuan realistis. Tugas dan wewenang tidak terorganisasi dengan baik. Bahkan terjadi tumpang tindih dalam upaya menyelesaikan tugas dan tanggung jawab.

5. Tekanan yang tidak sebanding dengan apresiasi

ilustrasi lingkungan banyak tuntutan (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Mungkin kamu pernah berhadapan dengan lingkungan kerja banyak tuntutan namun minim apresiasi. Kondisi demikian sudah menjadi budaya yang dianggap normal. Tapi bagaimana dengan dampak jangka panjang yang akan ditanggung? 

Di sinilah awal mula dari lingkungan kerja toxic tidak memiliki tujuan realistis. Ketika tekanan tidak sebanding dengan apresiasi, dapat menurunkan produktivitas. Orang-orang tidak mau mengerahkan kemampuan secara total. Mereka paham jika usaha dan kerja keras yang dilakukan hanya dipandang sebelah mata.

6. Didominasi oleh kepentingan pihak-pihak tertentu

ilustrasi kompetisi dunia kerja (pexels.com/Karolina Grabowska)

Membahas lingkungan kerja toksik, tentu ada hal menarik yang terus menyertai. Tentunya ini bukan prestasi membanggakan. Tapi adalah sisi kekurangan yang seharusnya diperbaiki oleh seluruh elemen. Termasuk dengan fakta bahwa lingkungan kerja toksik tidak memiliki tujuan realistis.

Fenomena ini terjadi karena didominasi oleh kepentingan pihak-pihak tertentu. Dalam menjalankan rencana dan evaluasi bukan berdasarkan visi-misi bersama. Mereka yang memiliki berkepentingan akan menghalalkan segala cara supaya tujuannya tercapai. 

Menghadapi lingkungan kerja toksik dengan tujuan tidak realistis memang menguras energi. Agar tidak terombang-ambing di tengah ketidakpastian, kita harus memahami situasi ini dengan baik. Termasuk mencari tahu sebab di balik lingkungan kerja toxic yang tidak memiliki tujuan realistis. Baik dari segi kepemimpinan, pola kerja sama tim, sekaligus manajemen yang diterapkan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Mutiatuz Zahro
EditorMutiatuz Zahro
Follow Us