4 Alasan Pertemanan Bisa Hancur karena Media Sosial

Di era digital seperti sekarang, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Dengan adanya platform seperti Instagram, Twitter, Facebook, dan TikTok, semua bisa tetap terhubung dengan teman-teman, berbagi momen penting, dan mengikuti perkembangan mereka dari kejauhan. Namun, di balik kemudahan itu, pertemanan bisa hancur karena media sosial.
Sering kali, tanpa disadari, interaksi di dunia maya menimbulkan kesalahpahaman, kecemburuan, atau bahkan konflik yang berujung pada renggangnya hubungan. Berikut ini adalah empat alasan utama pertemanan bisa hancur karena media sosial.
1. Kesalahpahaman akibat komunikasi yang tidak langsung
Salah satu kelemahan utama komunikasi di media sosial adalah kurangnya ekspresi emosional yang jelas. Percakapan tatap muka memungkinkan kita untuk menangkap nada suara, ekspresi wajah, atau bahasa tubuh lawan bicara, yang semuanya membantu kita memahami maksud mereka dengan lebih baik. Sebaliknya, komunikasi melalui teks atau komentar di media sosial sering kali terbuka untuk berbagai interpretasi.
Misalnya, sebuah pesan singkat yang ditulis tanpa emoji atau tanda baca yang tepat bisa dianggap dingin atau kasar, padahal pengirimnya tidak memiliki niat buruk. Hal ini bisa memicu kesalahpahaman yang berlarut-larut dan membuat hubungan pertemanan menjadi tidak nyaman.
Selain itu, media sosial juga membuat orang lebih mudah mengutarakan pendapat tanpa mempertimbangkan bagaimana perasaan orang lain. Kadang, candaan yang dimaksudkan untuk ringan malah dianggap menyinggung, atau kritik yang disampaikan tanpa basa-basi bisa menyakiti perasaan teman. Jika tidak segera diklarifikasi, hal-hal kecil seperti ini bisa merusak pertemanan dalam jangka panjang.
2. Rasa iri dan persaingan

Salah satu efek samping terbesar dari media sosial adalah munculnya kecenderungan untuk membandingkan hidup kita dengan orang lain. Ketika seorang teman sering membagikan foto liburan mewah, pencapaian karier, atau kehidupan asmara yang tampak sempurna, kita bisa mulai merasa rendah diri atau iri, meskipun tidak disengaja.
Hal ini semakin diperparah dengan fakta bahwa kebanyakan orang hanya membagikan sisi terbaik dari hidup mereka di media sosial. Mereka jarang menunjukkan kesulitan atau tantangan yang mereka hadapi, sehingga menciptakan ilusi bahwa hidup mereka selalu lebih baik daripada kenyataannya.
Dalam konteks pertemanan, perasaan iri ini bisa merusak hubungan. Seseorang mungkin merasa bahwa temannya sudah "terlalu sukses" dan tidak lagi membutuhkan dirinya, atau sebaliknya, merasa tidak dihargai karena kehidupan mereka tampak lebih "biasa saja." Jika perasaan ini dibiarkan tanpa dikomunikasikan, maka hubungan pertemanan bisa perlahan-lahan retak.
3. Kurang interaksi

Sebelum media sosial berkembang pesat, pertemanan lebih banyak dijaga melalui interaksi langsung, seperti bertemu untuk ngobrol, menelepon, atau sekadar berkirim pesan pribadi. Namun, sekarang banyak orang merasa cukup "terhubung" dengan teman-teman hanya dengan menyukai atau mengomentari unggahan mereka di media sosial.
Masalahnya, interaksi seperti ini tidak cukup untuk mempertahankan kedekatan emosional yang sesungguhnya. Menekan tombol "like" di foto teman tidak sama dengan benar-benar mendengarkan cerita mereka atau memberikan dukungan di saat mereka membutuhkannya. Akibatnya, pertemanan bisa mulai terasa dangkal dan kehilangan maknanya.
Seiring waktu, tanpa interaksi yang lebih mendalam, hubungan pertemanan bisa mulai terasa hambar dan tidak lagi memiliki ikatan yang kuat. Ini bisa berujung pada situasi di mana kita merasa tidak lagi memiliki hubungan yang dekat dengan teman-teman lama, meskipun secara teknis kita masih "terhubung" di media sosial.
4. Drama dan konflik bisa diketahui orang banyak

Media sosial membuat orang lebih mudah membagikan perasaan dan pemikiran mereka kepada khalayak luas, termasuk saat mereka sedang marah atau kecewa terhadap seseorang. Tidak jarang, seseorang mengunggah status atau tweet yang menyindir teman mereka tanpa menyebut nama, tetapi cukup jelas untuk dipahami oleh orang-orang di sekitar mereka.
Hal ini bisa memperburuk situasi, karena konflik yang seharusnya bisa diselesaikan secara pribadi malah menjadi konsumsi publik. Orang lain mungkin ikut berkomentar atau menyebarkan informasi yang belum tentu benar, sehingga memperumit permasalahan dan membuat hubungan semakin sulit diperbaiki.
Selain itu, ada juga risiko bocornya percakapan pribadi atau rahasia yang sebelumnya hanya diketahui oleh teman dekat. Jika salah satu pihak tidak bisa menjaga privasi dan memutuskan untuk membagikan sesuatu yang seharusnya tetap pribadi, maka rasa percaya dalam pertemanan bisa langsung hancur.
Pertemanan bisa hancur karena media sosial dan hal ini jangan sampai terjadi padamu. Agar pertemanan tetap sehat dan kuat, penting untuk tetap menjaga komunikasi yang baik, tidak membandingkan diri dengan orang lain, meluangkan waktu untuk berinteraksi secara langsung, serta menghindari konflik terbuka di media sosial. Dengan cara ini, kita bisa tetap menikmati manfaat media sosial tanpa harus mengorbankan hubungan berharga dalam hidup kita.