Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Tanda Kamu Overthinking Karena Rejection Sensitivity, Waspada!

ilustrasi melihat sosial media (pexels.com/SHVETS production)
ilustrasi melihat sosial media (pexels.com/SHVETS production)
Intinya sih...
  • Terlalu memikirkan kata-kata orang sehingga merasa disindir terus-menerus
  • Gampang salah paham dan merasa orang gak suka kamu
  • Susah percaya orang, bahkan yang orang terdekat sekalipun

Pernah gak sih kamu merasa terlalu memikirkan omongan orang lain? Bahkan satu kata yang menurut orang biasa aja, bisa kamu pikirkan berhari-hari. Kamu jadi overthinking, menyalahkan diri sendiri, dan mulai membuat skenario-skenario yang belum tentu kejadian. Bisa jadi kamu mengalami rejection sensitivity alias kepekaan berlebih terhadap penolakan.

Rejection sensitivity ini bisa muncul karena pengalaman masa lalu, seperti sering dikritik, diabaikan, atau ditolak dalam hubungan. Akibatnya, kamu jadi gampang merasa gak disukai, meskipun orang lain gak punya maksud jahat. Biar gak salah paham sama diri sendiri, yuk kenali beberapa tanda kamu overthinking karena rejection sensitivity, bukan cuma baper biasa.

1. Terlalu memikirkan kata-kata orang sehingga merasa disindir terus-menerus

ilustrasi individu memandang diri negatif (pexels.com/Alex Green)
ilustrasi individu memandang diri negatif (pexels.com/Alex Green)

Kalau kamu sering berpikir, “Itu tadi maksudnya nyindir aku gak ya?” setiap kali ada yang ngomong sesuatu, itu bisa jadi sinyal kamu sensitif terhadap penolakan. Bahkan kalau obrolannya gak ada hubungannya dengan kamu, kamu tetap merasa diserang atau ditarget. Lama-lama kamu jadi capek sendiri karena semua hal terasa pribadi banget buat kamu.

Rejection sensitivity membuat kamu lebih waspada terhadap potensi penolakan, jadi kamu cenderung menafsirkan hal netral sebagai ancaman. Ini bukan cuma soal perasaan, tapi respons otak kamu yang terbiasa berjaga-jaga biar gak sakit hati lagi. Sayangnya, ini bisa bikin kamu menarik diri dari interaksi sosial, padahal belum tentu orang lain punya niat buruk.

2. Gampang salah paham dan merasa orang gak suka kamu

ilustrasi bertengkar (pexels.com/Budgeron Bach)
ilustrasi bertengkar (pexels.com/Budgeron Bach)

Kamu sering berpikir, “Dia ngomong kayak gitu karena gak suka aku ya?” atau “Dia kayaknya berubah deh, pasti udah malas berteman sama aku.” Pikiran-pikiran semacam itu muncul meskipun kamu gak punya bukti kuat. Satu perubahan kecil dalam sikap orang lain bisa langsung membuat kamu berpikir hal yang tidak-tidak.

Ini bukan sekadar baper, tapi bagian dari rejection sensitivity. Kamu punya radar ekstra sensitif yang membuat kamu selalu siaga terhadap sinyal penolakan, bahkan saat sinyal itu gak nyata. Akibatnya, kamu jadi merasa gak aman dalam hubungan, dan sering menyalahkan diri sendiri kalau ada sesuatu yang terasa “salah”.

3. Susah percaya orang, bahkan yang orang terdekat sekalipun

ilustrasi stres (pexels.com/Inzman Khan)
ilustrasi stres (pexels.com/Inzman Khan)

Seseorang mungkin sudah menunjukkan perhatian, peduli, dan gak pernah melakukan hal jahat ke kamu, tapi tetap saja kamu susah percaya. Kamu merasa seolah-olah tinggal nunggu waktu aja sampai mereka bosan atau meninggalkan kamu. Perasaan ini muncul bukan karena orang itu gak bisa dipercaya, tetapi karena luka lama yang belum sembuh.

Rejection sensitivity membuat kamu berpikir bahwa penolakan itu pasti akan terjadi, dan lebih baik siap-siap daripada kecewa. Sayangnya, ini justru bisa jadi self-fulfilling prophecy. Kamu bersikap terlalu hati-hati atau menjauh duluan, sehingga hubungan malah benar-benar renggang. Padahal, kalau kamu bisa lebih tenang, mungkin semuanya akan baik-baik aja.

4. Terlalu keras sama diri sendiri saat merasa gak cukup baik

ilustrasi individu mengalami social comparison di media sosial (pexels.com/Liza Summer)
ilustrasi individu mengalami social comparison di media sosial (pexels.com/Liza Summer)

Saat kamu merasa gagal atau kurang dihargai, kamu gak cuma kecewa, tapi langsung menyalahkan diri habis-habisan. Kamu bilang ke diri sendiri bahwa kamu gak layak dicintai, gak cukup menarik, atau gak secerdas orang lain. Kamu jadi perfeksionis karena takut dikritik atau ditolak, dan itu membuat kamu susah banget untuk menerima kegagalan.

Ini sering terjadi pada orang dengan rejection sensitivity karena penolakan buat mereka terasa seperti ancaman terhadap nilai diri. Jadi, dibanding menyalahkan orang lain, mereka justru mengarahkan kemarahan ke dalam. Padahal, semua orang pasti pernah merasa gagal, dan itu bukan tanda kamu gak layak. Tapi karena kamu terlalu keras sama diri sendiri sehingga kamu jadi sulit melihat realitas secara objektif.

Overthinking karena rejection sensitivity itu nyata, dan bisa sangat melelahkan kalau gak disadari. Kamu jadi gampang tersinggung, menarik diri, dan terlalu sering menyalahkan diri sendiri. Tapi kabar baiknya, kamu bisa belajar mengenali dan mengelola rasa takut ditolak ini. Mulai dari sadar bahwa gak semua respons orang adalah tentang kamu, sampai belajar memberi ruang buat diri sendiri buat gak selalu sempurna. Kamu berhak merasa aman dan diterima, termasuk oleh dirimu sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us