Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Akibat jika Hidup di Masa Lalu, Lukamu Sulit Sembuh

ilustrasi perempuan dan keramaian kota (pexels.com/Dinnow)

Semua orang punya masa lalu dan masa lalu membentuk siapa kamu hari ini. Ini berarti bahwa masa lalu memang tidak dapat dianggap sama sekali tak penting. Hanya saja, bagaimana bila kamu justru seperti hidup di masa lalu?

Tentunya, hal itu hanya akan merugikan dirimu. Entah masa lalu itu indah atau buruk, sama saja gak ada untungnya bagimu untuk terus memikirkannya. Lebih jelasnya, inilah lima akibat yang bakal kamu alami.

1. Kesedihan dan kemarahan selalu membayangimu

ilustrasi pria banyak pikiran (pexels.com/estoymhrb)

Apakah kamu sangat sulit memaafkan kesalahan orang lain padamu? Kalau ya, bisa dipastikan kamu berpijak terlalu kuat pada masa lalu. Bukankah kesalahan-kesalahan itu terjadinya sudah lama?

Apabila kamu menginginkan kedamaian hidup, kamu harus menutup dulu lembaran masa lalu itu. Termasuk di dalamnya ialah kesalahan yang pernah diperbuat orang-orang kepadamu dan membuatmu sedih atau marah.

2. Terus terkenang kejayaanmu di masa lalu

ilustrasi pria melamun (pexels.com/Fady Hany)

Ini kenangan yang bagus. Akan tetapi, coba lihat bagaimana kehidupanmu sekarang. Seandainya kondisimu terbilang aman-aman saja, tak masalah untuk sering-sering mengenang kejayaan masa lalu.

Namun jika kehidupanmu saat ini terlampau sulit, bahkan kamu menggantungkan hidup pada orang lain, kamu punya banyak sekali PR. Daripada terus mengenang kejayaanmu di masa lalu, mengapa kamu tak mencoba membangun ulang istanamu yang telah runtuh?

Kalaupun tak dapat mengulang kejayaanmu di masa lalu, setidaknya supaya kehidupanmu tak terlalu terpuruk. Ibaratnya, kamu tak mampu membangun ulang istana, minimal masih bisa membuat rumah biasa sehingga kamu tak telantar.

3. Apa pun yang dilakukan saat ini menjadi tidak maksimal

ilustrasi karyawan malas (pexels.com/cottonbro)

Bagaimana akan maksimal dalam mengerjakan sesuatu jika tubuhmu ada di masa kini, tetapi pikiranmu awet di masa lalu? Sementara itu, pekerjaan atau hal-hal lain yang harus kamu lakukan saat ini membutuhkan konsentrasi penuh.

Inilah yang menyulitkanmu bila hendak mengembalikan kejayaanmu di masa lalu seperti dalam penjelasan poin sebelumnya. Mengembalikan kejayaan masa lalu saja sulit, apalagi meraih kejayaan yang belum pernah tergenggam.

4. Sukar mengembangkan diri agar sesuai dengan kebutuhan saat ini

ilustrasi perempuan di depan laptop (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Dunia terus bergerak maju sedangkan kamu bergerak mundur. Bisa dibayangkan betapa kalian menjadi tak pernah bertemu, kan? Kamu tidak menyadari hal-hal yang dibutuhkan dalam kehidupan saat ini.

Andai pun kamu tahu, kamu berkeras bukan itu yang diperlukan sekarang. Contohnya, kini hampir semua orang membutuhkan cara berbelanja yang semudah mungkin, bahkan tanpa perlu keluar rumah.

Penyebabnya jelas, selain kesibukan manusia zaman now yang meningkat, juga faktor pandemik. Namun, kamu berkeras tidak mau berjualan secara online. Dampaknya, usahamu terus mengalami penurunan penjualan sampai kamu gak bisa bertahan lagi. 

5. Selalu membandingkan zaman dulu dengan zaman sekarang

ilustrasi ibu dan putrinya (pexels.com/Karolina Grabowska)

Untuk yang satu ini biasanya terjadi pada generasi yang jauh di atasmu. Misalnya, seusia orangtua atau kakek dan nenekmu. Bila sekadar memetakan perbedaan antara zaman dulu dengan zaman sekarang tentu bukan masalah.

Akan tetapi, jurang yang lebar lagi dalam muncul apabila ia berpikir segala hal di zaman dahulu lebih baik daripada di zaman sekarang. Baik dalam cara hidup sampai karakter orang-orangnya. Pemikiran seperti ini niscaya menurunkan kepuasan hidupnya.

Bagaimanapun, ia hidup di zaman yang tak lagi sama dan dikelilingi terlalu banyak orang yang jauh lebih muda darinya. Ia akan kerap merasa tidak habis pikir dengan kehidupan masa kini dan menjadi kesal sendiri.

Oleh karena itu, sejak muda pun kamu harus membiasakan diri untuk tak hidup di masa lalu. Masa lalu letaknya di belakang. Kamu sekarang berada di depannya dan harus terus bergerak maju. Gak perlu lagi sering-sering melihat ke belakang, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us