Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Hal Ini Kerap Jadi Sebab Sorry Syndrome, Terlalu Sering Minta Maaf

ilustrasi meminta maaf (Pexels.com/Liza Summer)
ilustrasi meminta maaf (Pexels.com/Liza Summer)

Sorry syndrome merupakan sebuah kecenderungan di mana seseorang merasa harus selalu meminta maaf atas segala sesuatu yang terjadi. Sayangnya, kondisi ini berpotensi jadi kebiasaan hingga berlangsung pada semua hal, tak terkecuali untuk sesuatu yang bukan kesalahannya atau malah di luar kendalinya. Biasanya, ada penyebab khas yang membuat seseorang terjebak dalam kondisi ini.

Berikut beberapa hal yang kerap jadi penyebab seseorang terkena 'virus' sorry syndrome. Hati-hati jadi kebiasaan, sebab kebanyakan minta maaf juga tidak selalu baik.

1. Tidak punya kepercayaan diri yang kuat

ilustrasi memohon (Pexels.com/Keira Burton)
ilustrasi memohon (Pexels.com/Keira Burton)

Biasanya, penyebab utama gejala sorry syndrome datang dari kepercayaan diri yang cenderung rendah. Orang yang minim atau malah tidak punya rasa percaya diri akan lebih mudah didominasi, baik oleh orang lain maupun situasi. Mereka tidak punya keberanian untuk berbicara atau menyampaikan opini hingga saat disudutkan akan menerima keadaan begitu saja.

Parahnya lagi, rasa percaya diri yang rendah juga ikut mendorong kebiasaan meminta maaf atas semua hal secara konsisten bahkan saat sebenarnya tidak di posisi salah. Minimnya keberanian untuk membela diri akibat rasa minder atau insecure justru membuat 'virus' sorry syndrome makin kuat menyerang mental.

2. Sering merasa jadi sumber masalah

ilustrasi merasa bersalah (Pexels.com/Daniel Reche)
ilustrasi merasa bersalah (Pexels.com/Daniel Reche)

Manusia adalah 'produk' yang diciptakan oleh lingkungan, terlebih untuk urusan pola pikir yang diyakini dalam diri. Saat lingkungan memberi label negatif, tidak jarang hasilnya juga akan ikut negatif. Orang yang dicap sebagai sumber masalah akan terus merasa kalau dirinya memang pembuat onar, meski sebenarnya bukan.

Beberapa mungkin akan menjalani hidup sebagai bad person. Namun, ada pula yang justru jadi labil dan terserang gejala sorry syndrome akut. Mempercayai label sosial bahwa dirinya adalah sumber masalah akan membuat seseorang merasa bersalah dan terus meminta maaf atas segala sesuatu yang dilakukan. Mentalnya sudah kena, nih!

3. Memilih tidak mau terlibat perselisihan

ilustrasi meminta maaf (Pexels.com/Liza Summer)
ilustrasi meminta maaf (Pexels.com/Liza Summer)

Tidak selalu karena kena mental, penyebab sorry syndrome juga bisa berawal dari rasa enggan terlibat perselisihan. Orang memang terkadang enggan jadi bagian dalam pertikaian atau pertengkaran dengan siapa pun hingga memilih untuk meminta maaf atas situasi yang terjadi demi kebaikan dan ketenangan bersama.

Sayangnya, kalau mindset semacam ini terus bertahan, orang justru jadi terbiasa terus meminta maaf demi menghindari konfrontasi. Meski menghindari perselisihan bisa jadi hal baik, tapi tidak selamanya berdampak positif. Pada akhirnya akan banyak argumen dan perasaan diri sendiri yang ikut terabaikan, bukan karena orang lain melainkan oleh diri sendiri.

4. Demi tidak ditinggalkan orang lain

ilustrasi menyalahkan orang lain (Pexels.com/Keira Burton)
ilustrasi menyalahkan orang lain (Pexels.com/Keira Burton)

Alasan klasik berperilaku meminta maaf berlebihan dan terus menerus juga bisa disebabkan oleh rasa takut andai ditinggalkan orang lain. Terlebih jika yang dihadapi adalah pasangan, meminta maaf tanpa peduli siapa yang bersalah seolah jadi solusi terbaik demi mempertahankan hubungan yang bahkan belum tentu akan selamanya.

Terlalu takut ditinggalkan pasangan akan mendorong kebiasaan untuk terus menyampaikan permohonan maaf. Bahkan saat pasangan yang bersalah sekalipun, tetap diri sendiri yang dianggap harus minta maaf duluan demi meluluhkan hati orang yang disayangi dan mendapat kepastian tidak akan ditinggalkan.

5. Kesulitan menilai situasi sosial yang ada

ilustrasi merasa sulit percaya (Pexels.com/cottonbro)
ilustrasi merasa sulit percaya (Pexels.com/cottonbro)

Minta maaf atau memilih menunggu permintaan maaf orang adalah sikap yang seharusnya didasarkan pada situasi yang tepat. Kegagalan dalam memahami situasi yang sedang berlangsung ternyata juga bisa membentuk kebiasaan meminta maaf yang berlebihan. Jika pada umumnya minta maaf saat paham kalau salah, lain cerita dengan 'pasien' yang sudah kena sorry syndrome.

Dalam situasi apa pun, entah salahnya atau bukan, dia akan terus jadi orang yang melakukan permohonan maaf lebih dulu. Bukan karena tidak percaya diri atau demi penerimaan sosial, tapi memang gagal paham dalam mencerna situasi di depan mata. Imbasnya, orang akan merasa butuh selalu minta maaf karena terdorong situasi.

Berani meminta maaf memang jadi perilaku yang positif dan menjauhkan diri dari sikap angkuh. Namun, bukan berarti kamu harus terus meminta maaf atas semua hal, ya! Lakukan dalam porsi yang tepat dan tidak berlebihan agar terhindar dari gejala sorry syndrome. Kebanyakan minta maaf juga tidak baik, lho!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
T y a s
EditorT y a s
Follow Us