Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi perempuan
ilustrasi perempuan (freepik.com/freepik)

Intinya sih...

  • Terlalu keras menilai diri sendiri, standar yang tidak realistis membuat rasa bersalah sulit diredakan.

  • Mengabaikan emosi yang muncul, menekan perasaan bisa membuat luka batin semakin dalam.

  • Membandingkan diri dengan orang lain, fokus pada pertumbuhan diri sendiri dan belajar dari kesalahan tanpa perlu membandingkan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Memaafkan diri sendiri ternyata bukan perkara mudah. Bahkan, seringkali kita jadi lebih keras dan kritis terhadap diri sendiri dibandingkan orang lain. Rasa bersalah dan penyesalan yang berkepanjangan membuat proses memaafkan jadi terasa sangat berat, bahkan nyaris mustahil.

Padahal, memaafkan diri adalah langkah awal supaya hati bisa lega dan kita bisa melangkah maju tanpa beban masa lalu. Sayangnya, ada beberapa kesalahan umum yang sering kali kita lakukan tanpa sadar, sehingga membuat proses ini semakin sulit.

1. Terlalu keras menilai diri sendiri

ilustrasi perempuan (freepik.com/freepik)

Sering kali kita menetapkan standar yang terlalu tinggi dan tidak realistis untuk diri sendiri. Ketika gagal memenuhi harapan tersebut, rasa bersalah langsung muncul dan sulit diredakan. Padahal, semua orang pasti pernah membuat kesalahan.

Memahami bahwa tidak ada manusia yang sempurna akan membantu mengurangi penilaian negatif terhadap diri sendiri. Dengan lebih ramah pada diri, proses memaafkan pun bisa berjalan lebih lancar.

2. Mengabaikan emosi yang muncul

ilustrasi perempuan merenung (pexels.com/JESSICA TICOZZELLI)

Ketika merasa bersalah, banyak orang memilih mengabaikan atau menekan perasaan tersebut supaya cepat move on. Sayangnya, menekan emosi justru bisa membuat luka batin semakin dalam dan penyembuhan tertunda.

Sebaiknya beri ruang bagi diri untuk merasakan dan mengekspresikan perasaan tersebut, entah melalui menulis jurnal, berbicara dengan orang terpercaya, atau sekadar menangis. Mengakui emosi adalah langkah penting menuju pemulihan.

3. Membandingkan diri dengan orang lain

Ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/Ivan Samkov)

Kebiasaan membandingkan kesalahan atau kegagalan diri dengan orang lain sering kali membuat kita merasa lebih rendah dan sulit memaafkan diri. Padahal, setiap perjalanan hidup orang berbeda dan unik.

Fokuslah pada perjalanan dan pertumbuhan diri sendiri. Ingat bahwa proses belajar dari kesalahan adalah hal normal yang dialami siapa saja, tanpa perlu membandingkan diri dengan orang lain.

4. Mempertahankan rasa bersalah terlalu lama

Ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Rasa bersalah memang wajar, tapi jika terus dipelihara dalam waktu lama, hal ini bisa berbalik menjadi beban mental yang berbahaya. Seringkali kita merasa wajib terus mengingat kesalahan supaya mendapat pelajaran.

Padahal, memaafkan diri berarti memberi kesempatan untuk melanjutkan hidup dengan lebih baik. Memegang rasa bersalah terlalu lama hanya memperlambat proses tersebut dan menghalangi kebahagiaan.

5. Kurang menerima bahwa kesalahan adalah bagian dari hidup

Ilustrasi perempuan dewasa (pexels.com/cottonbro studio)

Kesalahan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar dan tumbuh. Ketika kita gagal menerima hal ini, otomatis kita sulit untuk memaafkan diri karena selalu merasa tidak pantas bahagia atau maju.

Dengan mengubah perspektif, memandang kesalahan sebagai guru dan bukan sebagai beban, proses memaafkan diri akan terasa lebih ringan dan alami.

Memaafkan diri adalah perjalanan yang membutuhkan kesabaran dan pengertian terhadap diri sendiri. Hindari kesalahan-kesalahan di atas agar proses ini dapat berjalan lebih baik dan kamu bisa hidup dengan hati yang lebih tenang dan penuh kasih. Yuk, mulai belajar memaafkan diri dari sekarang!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team