Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tipe Kepribadian MBTI yang Paling Rentan Terjebak Victim Mindset

Ilustrasi bercermin
Ilustrasi bercermin (pexels.com/Kevin Malik)
Intinya sih...
  • INFP rentan terjebak victim mindset karena idealis dan sulit menghadapi realitas.
  • ISFJ cenderung merasa menjadi korban karena pengorbanan yang tidak dihargai dan kesulitan menetapkan batasan.
  • ENFP rentan kekecewaan mendalam dan victim mindset akibat ekspektasi tinggi dan tanggung jawab berlebihan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Setiap orang pasti pernah menghadapi situasi sulit dalam hidup. Namun, yang membedakan adalah cara masing-masing individu menyikapi tantangan tersebut. Ada yang bangkit dengan cepat, tetapi ada juga yang terjebak dalam victim mindset alias mentalitas korban. Menariknya, berdasarkan tipe kepribadian MBTI, beberapa tipe ternyata lebih rentan terjebak dalam pola pikir ini dibanding yang lain.

Victim mindset sendiri adalah kondisi di mana seseorang merasa dirinya selalu menjadi korban dari keadaan dan orang-orang di sekitarnya. Alih-alih mengambil tanggung jawab, mereka cenderung menyalahkan faktor eksternal. Nah, kira-kira tipe kepribadian MBTI mana saja yang paling rentan mengalami hal ini? Yuk, simak penjelasannya berikut ini!

1. INFP

ilustrasi berpikir
ilustrasi berpikir (pexels.com/cottonbro studio)

Sebagai sosok yang sangat idealis dan penuh perasaan, INFP memiliki dunia internal yang kaya akan nilai-nilai personal. Mereka sangat peduli dengan autentisitas dan harmoni dalam hidup. Sayangnya, ketika realitas tidak sesuai dengan idealisme mereka, INFP bisa merasa sangat terluka dan kecewa. Situasi ini membuat mereka rentan merasa menjadi korban dari dunia yang "tidak mengerti" mereka.

INFP juga cenderung menghindari konfrontasi langsung, sehingga ketika ada masalah, mereka lebih memilih memendam perasaan daripada menghadapinya. Akumulasi emosi negatif ini lambat laun membuat mereka merasa tidak berdaya dan mulai menyalahkan lingkungan sekitar. Padahal, kalau dipikir-pikir, mengkomunikasikan perasaan dengan jujur justru bisa membantu menyelesaikan masalah dengan lebih efektif.

2. ISFJ

ilustrasi cemas
ilustrasi cemas (pexels.com/Alex Green)

Dikenal sebagai "The Protector", ISFJ memang memiliki naluri alami untuk merawat dan melindungi orang-orang di sekitarnya. Mereka rela berkorban demi kebahagiaan orang lain, bahkan terkadang sampai melupakan kebutuhan diri sendiri. Masalahnya, ketika pengorbanan mereka tidak dihargai atau dianggap sepele, ISFJ bisa merasa sangat kecewa dan mulai mengembangkan victim mindset.

Sifat mereka yang cenderung menghindari konflik juga memperparah situasi. ISFJ sering kali gak berani mengatakan "tidak" atau menetapkan batasan yang sehat dalam hubungan. Akibatnya, mereka terus-menerus merasa dimanfaatkan tetapi gak bisa berbuat apa-apa. Ironisnya, mereka sendiri yang membiarkan situasi tersebut terjadi dengan tidak menegaskan batasan personal sejak awal. Lingkaran setan ini terus berputar sampai ISFJ benar-benar merasa menjadi korban dari kebaikan hati mereka sendiri.

3. ENFP

Ilustrasi murung
Ilustrasi murung (freepik.com/freepik)

Kepribadian ENFP yang penuh semangat dan optimis sebenarnya adalah kekuatan mereka. Namun, di sisi lain, antusiasme berlebihan ini bisa menjadi bumerang. ENFP sering memiliki ekspektasi yang sangat tinggi terhadap kehidupan, hubungan, dan pencapaian mereka. Ketika realitas gak seindah yang dibayangkan, mereka bisa jatuh dalam kekecewaan mendalam dan mulai merasa menjadi korban keadaan.

ENFP juga memiliki kecenderungan untuk mengambil terlalu banyak tanggung jawab sekaligus karena mereka tertarik pada banyak hal. Ketika overwhelmed dan gak mampu menyelesaikan semuanya, mereka mulai menyalahkan situasi eksternal daripada mengakui bahwa mereka perlu belajar prioritas. Ditambah lagi, sifat mereka yang mudah terdistraksi membuat fokus sering terpecah, sehingga pencapaian jadi terhambat. Alih-alih introspeksi, ENFP yang belum dewasa secara emosional akan lebih mudah merasa bahwa dunia sedang bersekongkol melawan mereka.

4. INFJ

Ilustrasi cemas
Ilustrasi cemas (freepik.com/freepik)

Sebagai salah satu tipe kepribadian paling langka, INFJ memang sering merasa berbeda dari orang kebanyakan. Mereka memiliki cara pandang unik dan kemampuan intuitif yang kuat, tetapi justru hal ini yang membuat mereka merasa terisolasi. Ketika ide-ide visioner mereka tidak dipahami atau diterima oleh lingkungan, INFJ bisa mulai mengembangkan perasaan bahwa mereka adalah korban dari masyarakat yang "tidak cukup dalam" untuk mengerti mereka.

INFJ juga memiliki standar moral yang sangat tinggi, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Ketika orang-orang di sekitar gak memenuhi standar tersebut, mereka bisa merasa sangat kecewa dan betrayed. Masalahnya, ekspektasi mereka terkadang tidak realistis mengingat setiap orang punya nilai dan prioritas berbeda. Kombinasi antara perasaan tidak dipahami dan kekecewaan berulang ini membuat INFJ rentan merasa menjadi korban dari dunia yang "tidak sebaik" yang mereka harapkan. Padahal, kalau mau jujur, mungkin mereka perlu belajar menerima ketidaksempurnaan sebagai bagian alami dari kehidupan.

5. ESFJ

ilustrasi merasa cemas
ilustrasi merasa cemas (pexels.com/Liza Summer)

ESFJ dikenal sebagai pribadi yang sangat peduli dengan harmoni sosial dan kebahagiaan orang lain. Mereka akan berusaha keras untuk memastikan semua orang merasa nyaman dan senang. Sayangnya, keinginan untuk menyenangkan semua pihak ini adalah misi yang mustahil untuk dicapai. Ketika ada yang tidak puas meski mereka sudah berusaha maksimal, ESFJ bisa merasa sangat frustrasi dan mulai merasa menjadi korban dari tuntutan yang tidak adil.

Sifat ESFJ yang sangat bergantung pada validasi eksternal juga membuat mereka rentan. Mereka mengukur nilai diri berdasarkan seberapa berguna mereka bagi orang lain dan seberapa dihargai kontribusi mereka. Ketika apresiasi tidak datang atau malah mendapat kritik, self-esteem mereka bisa runtuh seketika. Hal ini membuat ESFJ merasa bahwa tidak peduli seberapa keras mereka berusaha, tetap saja tidak cukup baik di mata orang lain. Perasaan tidak berdaya ini yang akhirnya mendorong mereka ke dalam victim mindset yang dalam.

Mengenali kecenderungan tipe kepribadian kita terhadap victim mindset sebenarnya adalah langkah awal yang bagus untuk pertumbuhan personal. Ingat, setiap tipe kepribadian punya kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Yang terpenting adalah kesadaran diri dan kemauan untuk terus berkembang. Kalau kamu merasa terjebak dalam victim mindset, cobalah untuk mulai mengambil tanggung jawab atas hidupmu sendiri. Bagaimanapun, kamu adalah penulis cerita hidupmu, bukan sekadar tokoh yang pasrah pada alur yang sudah ditentukan!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us

Latest in Life

See More

4 Bulan Lahir Ini adalah Pet Parents Terbaik, Energinya Positif!

29 Des 2025, 20:46 WIBLife