Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Sikap yang Bikin Teman Yatim Gak Nyaman, Bukan Bahan Candaan 

ilustrasi sedih (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi sedih (pexels.com/cottonbro studio)
Intinya sih...
  • Ujian dalam kehidupan bisa menyebabkan kehilangan empati dan kurang bersyukur
  • Jaga sikap terhadap teman yang yatim atau yatim piatu agar tidak merasa tidak nyaman
  • Hindari sikap yang membuat teman merasa diistimewakan atau terlalu ingin tahu tentang keadaannya
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Ujian dalam kehidupan manusia kerap dikaitkan dengan hal-hal yang menyedihkan. Ini yang bikin kamu ketika gak sedih malah sering lupa diri. Padahal, kenikmatan hidup juga dapat menjadi ujian bagimu. Jangan sampai kamu terlena, kehilangan empati, atau caramu bersyukur bikin orang lain merasa nasibnya tambah buruk.

Begitu pula jika dirimu masih memiliki orangtua lengkap, sedangkan ada teman yang sudah yatim bahkan yatim piatu. Jaga sikapmu jangan sampai sesuatu yang tak pantas menjadi candaan terlontar begitu saja. Meski kawanmu gak protes, boleh jadi ia merasa tidak nyaman.

Kamu harus ingat bahwa cepat atau lambat, orangtuamu juga akan berpulang. Andai dirimu tidak sempat melihatnya wafat, artinya kamu yang terlebih dahulu kembali ke pangkuan Tuhan. Oleh sebab itu, jangan memperlakukan teman yatim atau yatim piatu seenaknya sendiri. Sekalipun maksudmu baik, sebaiknya dirimu menghindari enam sikap yang bikin teman yatim gak nyaman berikut ini.

1. Terlalu mengasihaninya

ilustrasi dua orang (pexels.com/Ivan Samkov)
ilustrasi dua orang (pexels.com/Ivan Samkov)

Dikasihani oleh orang lain tak selalu menyenangkan. Apalagi temanmu sudah besar. Justru jika kamu mengasihaninya secara berlebihan, baginya bakal terasa merendahkan. Dia sudah bertahun-tahun berusaha menjadi pribadi yang kuat selepas orangtuanya berpulang.

Meski dalam hati kamu mengasihaninya yang tak lagi bisa merasakan kasih sayang ayah, ibu, bahkan keduanya jangan menampakkannya. Dalam interaksi kalian sehari-hari pastikan dirimu terlihat biasa-biasa saja. Kamu harus membantunya merasa nyaman seperti apa pun keadaannya saat ini.

Dalam kamu memberikan perhatian padanya, gak usah disangkutpautkan dengan takdirnya yang sudah kehilangan orangtua. Jangan pula perbedaan sikapmu padanya amat kentara dibandingkan terhadap kawan-kawanmu yang lain. Tidak setiap saat orang ingin diistimewakan, khususnya hanya lantaran dia yatim atau yatim piatu.

2. Memanggilnya anak yatim meski itu fakta

ilustrasi pertemanan (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi pertemanan (pexels.com/cottonbro studio)

Fakta bahwa dirinya yatim atau yatim piatu cukup diketahui serta diterima. Kamu tidak usah berulang-ulang menegaskan hal tersebut dengan menyebutnya yatim atau yatim piatu. Percayalah, anak yang sudah kehilangan orangtuanya gak mungkin melupakan kenyataan tersebut.

Mungkin kamu hanya bermaksud bercanda. Seperti ketika dirimu hendak mentraktir lalu membebaskannya memilih menu apa saja. Sementara teman-temanmu yang lain diwanti-wanti biar gak memesan menu yang terlalu mahal. Katamu, kasihan teman kalian yang satu ini karena anak yatim.

Kenyataan dapat berubah menjadi olok-olok kalau dirimu terus mengulanginya. Utamanya untuk realitas yang menyedihkan bagi orang lain. Sama seperti ketika kamu sering menyebut seseorang miskin walau faktanya memang begitu. Tetaplah memanggilnya dengan panggilan yang baik atau sesuai namanya saja.

3. Terus bertanya tentang orangtuanya

ilustrasi bersama teman (pexels.com/Werner Pfennig)
ilustrasi bersama teman (pexels.com/Werner Pfennig)

Kamu bukannya sama sekali gak boleh bertanya tentang orangtuanya. Seperti penyebab kematiannya dan usia temanmu ketika orangtuanya berpulang. Akan tetapi, cukup 1 atau 2 kali saja sepanjang pertemanan kalian. Kecuali, dia yang terlebih dahulu membicarakannya.

Dirimu dapat terus menanggapinya dan mengobrol biasa. Jika kawan duluan membahas orangtuanya yang telah berpulang, ia dalam keadaan siap buat ditanya-tanya. Tentu pertanyaannya harus relevan dengan ceritanya saja. Jangan pertanyaanmu melebar ke mana-mana yang boleh jadi bikin dia kurang berkenan.

Kamu tidak tahu apa saja pastinya topik yang terasa sangat sensitif baginya. Pembicaraan mengenai hal tersebut dapat membangkitkan rasa sedihnya yang mendalam pasca menjadi yatim. Berpuaslah hanya mendengarkan apa-apa yang dibagikannya padamu. Hindari sikap terlalu ingin tahu.

4. Memandangnya aneh karena gak pulang di long weekend

ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/cottonbro studio)

Untukmu yang merantau, masih punya orangtua lengkap, dan harmonis pasti libur panjang atau long weekend dimanfaatkan buat pulang kampung. Sementara itu, temanmu yang yatim apalagi yatim piatu barangkali lebih suka tetap di kos-kosan. Walau masih ada ayah atau ibu, suasana di rumah boleh jadi telah amat berbeda.

Khususnya jika ayah atau ibunya yang masih hidup memutuskan menikah lagi. Kalau hubungan kawanmu dengan orangtua sambungnya kurang baik, pulang bukan hal yang menyenangkan baginya. Atau, orangtuanya yang masih hidup tidak menikah lagi. Namun semenjak pasangannya meninggal, ia lebih suka menghabiskan waktu di luar rumah baik bekerja terus atau bersama teman-teman.

Ini bikin kawanmu berpikir sebaiknya mereka tidak saling mengusik. Setiap orang punya cara masing-masing buat mengatasi kesedihannya selepas kepergian orang terkasih. Bukan berarti temanmu dan ayah atau ibunya saling membenci. Hanya saja gak salah juga kalau mereka malah merasa sedih lagi saat berlama-lama bertemu di rumah dan terkenang almarhum atau almarhumah.

5. Memintanya menganggap orangtuamu sebagai orangtuanya

ilustrasi tiga orang (pexels.com/Two Shores)
ilustrasi tiga orang (pexels.com/Two Shores)

Tentu ketika kamu mengatakannya, maksudmu tak lebih dari supaya kawan tidak merasa kesepian. Utamanya ketika dia sedang menghadapi masalah. Bila ia tidak tahu harus curhat pada siapa, dia dapat menemui atau menghubungi orangtuamu.

Mereka bakal memberikan pandangan serta nasihat yang menenangkan untuk kawanmu. Kamu tahu bahwa perasaan sendiri bisa amat berbahaya. Itu dapat membuat temanmu mudah putus asa dan gelap mata. Sementara kamu sendiri belum tentu bisa memberinya masukan yang tepat kalau persoalannya berat.

Akan tetapi, bagi kawanmu tentu sosok orangtuanya tidak tergantikan. Sebaik apa pun orangtuamu, mereka bukan dan tak akan pernah bisa menjadi orangtuanya. Lebih baik kamu cukup berkata ia dapat curhat ke ayah atau ibumu kapan pun diperlukan. Bahkan gak harus sepengetahuanmu. Tak usah ditambahi anggap saja mereka seperti orangtuanya.

6. Menyuruhnya segera menikah biar kembali merasakan kasih sayang

ilustrasi percakapan (pexels.com/Pavel Danilyuk)
ilustrasi percakapan (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Jangan terbiasa mengaitkan segala hal dengan pernikahan. Seakan-akan menikah menjadi solusi untuk semua masalah. Bahkan saat seseorang tidak merasa punya persoalan pun, dirimu mengada-adakan anjuran untuk menikah biar ia lebih bahagia.

Itu pula yang dikatakan olehmu pada teman yang yatim. Betul bahwa kehilangan salah satu orangtua sama dengan kehilangan sumber kasih sayang dalam hidupnya. Lebih-lebih bila baik ayah maupun ibunya sudah berpulang. Namun, bukan maknanya kasih sayang orangtua dapat ditukar dengan kasih sayang pasangan.

Mereka sangat berbeda tidak hanya dari segi usia. Orangtua jelas menjadi perantara keberadaannya di dunia ini atas kehendak Tuhan. Sementara suami atau istri baru dipertemukan dengannya selepas dewasa. Bila kamu menyarankannya untuk menikah saja karena yatim, dua privasinya dilanggar sekaligus. Privasi terkait orangtua serta pasangan.

Meski kamu belum pernah kehilangan ayah atau ibu, jangan menjadikannya pembelaan atas sikap-sikapmu yang kurang berempati. Jadilah teman yang baik dan menyenangkan untuk kawanmu yang tidak lagi memiliki ayah, ibu, atau keduanya. Walau kamu mungkin bercanda atau gak bermaksud jahat, tapi jangan sampai menambah berat hidupnya karena kamu memiliki sikap yang bikin teman yatim gak nyaman.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us