Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi menulis (pexels.com/Polina Kovaleva)
ilustrasi menulis (pexels.com/Polina Kovaleva)

Emosi negatif jika dipendam terus akan berpengaruh buruk pada diri. Namun tidak sama dengan emosi positif yang mengekspresikannya bisa bikin orang lain ikut bahagia, merilis emosi negatif gak boleh sembarangan. Emosi positif seperti kebahagiaan dan rasa syukur mudah diterima oleh orang lain.

Kamu mengungkapkannya dengan menjerit senang atau menari-nari pun tidak masalah. Akan tetapi, meneriakkan kemarahanmu tentu akan membuat orang-orang merasa terganggu bahkan takut. Begitu pula jika kamu memukul meja atau menangis tersedu-sedu sepanjang hari yang membuat mereka cemas. 

Kamu perlu mengeluarkan beragam emosi negatif ini dengan cara yang lebih sehat. Misalnya dengan menulis. Namun, menulis seperti apa yang akan membuatmu merasa lebih baik? Lepaskan emosi negatifmu dengan cara menulis di bawah ini. Kamu bakal makin bijaksana termasuk saat menghadapi masalah-masalah baru ke depannya.

1. Bukan berarti bebas memakai kata makian

ilustrasi menulis (pexels.com/frank minjarez)

Dalam suasana hati yang buruk apalagi saat kamu marah, memaki mungkin menjadi hal yang paling ingin dilakukan. Bahkan tidak cukup hanya dengan satu kata makian. Kalau kemarin-kemarin kamu masih menulis dengan cara seperti ini buat mengeluarkan seluruh unek-unekmu, ini tidak efektif.

Coba rasakan kembali apa yang terjadi setelah kamu menuliskan seluruh kata makian itu. Pasti perasaanmu hanya membaik sedikit sekali atau justru bertambah buruk. Celakanya, keinginan untuk memaki tidak mudah berhenti dan malah kendalimu seperti rusak. Tulisan yang penuh makian hanyalah sampah.

Meski tulisan itu tidak untuk dibaca orang lain, kamu tak akan merasa lebih baik di tengah tumpukan sampah. Menulislah dengan tetap memperhatikan kata-kata yang ditulis oleh jari-jarimu. Memikirkan kepantasan dan mampu memenuhinya meski dalam keadaan emosi yang buruk akan membuatmu merasa lebih puas. Kamu tak kehilangan kendali diri. Ini artinya, kamu lebih berkuasa daripada seluruh emosi negatif tersebut. 

2. Menulis sambil menganalisis perasaan dan penyebabnya

ilustrasi menulis (pexels.com/Matheus de Souza)

Menulis dalam rangka merilis emosi berarti kamu mesti melakukan analisis mandiri atas perasaanmu. Telusuri apa saja yang sebenarnya kamu rasakan. Identifikasi emosimu secara tepat. Jangan sampai kamu hanya merasakan sesuatu, tetapi tidak mampu mengategorikannya dengan kata yang tepat.

Suatu peristiwa bisa saja menyebabkan emosi negatif lebih dari satu. Seperti di satu sisi kamu marah dan di sisi lain ada penyesalan. Bahkan emosi yang dirasakan sekarang mungkin lebih banyak dari itu. Ini yang bikin suasana hatimu sangat buruk. Tuliskan satu per satu perasaanmu disertai penyebabnya.

Misalnya, kamu bermasalah dengan seseorang. Tuliskan kamu marah karena sikapnya padamu yang amat semena-mena. Di sisi lain, kamu menyesal karena sebelum masalah ini terjadi terlalu menurut padanya. Mungkin itu yang membuat perilakunya terhadapmu makin semaunya sendiri. Dengan kamu memahami emosi dan penyebabnya sama dengan menemukan akar masalahnya.

3. Tawarkan solusi untuk masalah sendiri

ilustrasi menulis (pexels.com/Tony Schnagl)

Dengan melakukan poin 2, akar masalahmu sudah diketahui. Sekarang naik ke tahapan menulis berikutnya, yaitu menemukan solusi untuk persoalan tersebut. Ya, kamu adalah terapis terbaik buat diri sendiri sebelum mencari bantuan ahli. Meski awalnya terasa buntu, lakukan perlahan-lahan saja mulai dari hal paling logis sesuai situasimu sekarang.

Masih dengan contoh emosi dan permasalahan seperti dalam poin sebelumnya. Kamu marah karena perlakuan orang yang semena-mena. Kamu juga menyesali sikap patuhmu selama ini yang membuatnya berbuat sesuka-sukanya terhadapmu. Maka apa yang bisa kamu ubah agar situasinya tidak begitu lagi?

Sikap semena-mena seseorang perlu dihentikan dengan caramu tak lagi sepatuh dulu. Kamu harus lebih berani mengatakan tidak atas keinginannya terhadapmu. Jika dia marah, kamu tak boleh gentar lalu kembali menurut padanya. Sekali kamu bilang tidak berarti benar-benar gak akan melakukannya apa pun yang terjadi. Dalam tulisanmu, ubah semua kata kamu dan dirimu di atas menjadi aku.

4. Menulis dari pendek dulu sampai makin panjang

ilustrasi menulis (pexels.com/Vitaly Gariev)

Belum terbiasa membuat menulis bukan hal mudah bagimu. Terlebih kamu melakukannya dalam keadaan emosimu begitu buruk. Pasti sedikit-sedikit kamu merasa tidak bisa melanjutkan kalimatmu. Jika kamu menulis di kertas, jangan buru-buru merobeknya. 

Begitu pula kalau kamu menulis dengan gadget, jangan lantas menghapusnya. Biarkan saja kalimat yang tak selesai itu. Kamu tidak sedang menulis sebagai pekerjaan sehingga kalimat yang terpotong-potong pun bukan masalah. Di titik-titik yang belum selesai itulah kamu perlu menggali lebih dalam ke diri. 

Ketika kamu kesulitan melanjutkan kalimat yang menggambarkan batinmu berarti masih ada hambatan dalam mengenali emosi, penyebab, dan solusi. Kamu perlu kembali melatih poin 2 dan 3. Atau, kamu mesti meralat emosi yang dirasakan. Seperti kamu sebenarnya gak marah.

Akan tetapi, lebih ke perasaan tidak habis pikir dengan sikap orang lain yang buruk terhadapmu. Padahal, kamu selalu bersikap baik padanya. Tidak apa-apa kamu meralat emosi dan penyebabnya bila memang itu yang lebih tepat. Dengan demikian, solusi yang ditawarkan pada diri sendiri pun akan lebih pas. 

Kamu dapat menulis dalam kalimat-kalimat yang lebih pendek agar tak terlalu menekanmu untuk berpikir keras. Seperti, "Aku marah. Dia menyebalkan. Sikapnya sok berkuasa. Aku tidak terima. Kenapa dia begitu? Aku ingin ia lebih menghormatiku."

Bukan hanya kalimatnya yang pendek, satu paragraf pun tak apa-apa. Terpenting tuliskan dulu apa yang paling mudah bagimu. Nanti lama-lama bisa bertambah panjang ketika kamu sudah lebih lancar mengalirkan unek-unek melalui kata-kata.

5. Jangan menulis untuk tujuan menyakiti hati orang lain

ilustrasi berpikir (pexels.com/Beyzanur K.)

Kesalahan kedua dari menulis untuk merilis emosi selain penuh makian juga tujuan yang buruk. Kerap kali orang menulis di status media sosialnya dalam keadaan jengkel dan berharap seseorang yang dimaksud membacanya. Maka ia akan menulis dengan kata-kata yang sekasar mungkin atau kalimatnya sengaja disusun biar menyakiti hati orang tersebut.

Jauhi cara menulis yang agresif seperti ini. Menulis dengan maksud melukai hati orang lain sama saja pembalasan dendam. Ini tidak akan memulihkan suasana hatimu. Kepuasan yang dirasakan setelah berhasil menulis sesuatu hanya bersifat sesaat dan menipu. Kamu bakal sulit berhenti membuat tulisan serupa.

Sementara itu, orang yang ditargetkan untuk membacanya bisa saja melewatkannya atau sama sekali tak peduli. Cuma kamu yang tambah larut dalam emosi negatif. Belum lagi kalau kamu menulis dengan cara seperti itu di media sosial berarti semua temanmu dapat membacanya. Malah citra pribadimu yang rusak. Kamu tak bisa mencapai kesembuhan dengan menyakiti siapa pun. Fokuslah pada pemulihan diri.

6. Bisa dalam bentuk karya nonfiksi, fiksi, dan puisi

ilustrasi menulis (pexels.com/Ron Lach)

Ada satu cara lagi selain menuliskan seperti apa adanya perasaanmu, kejadian yang memicunya, dan tindakan yang dapat diambil sebagai solusi. Merilis emosi melalui tulisan juga bisa dilakukan dengan membuat karya nonfiksi, fiksi, atau puisi. Karya nonfiksi misalnya artikel. Kamu bisa menjadikan emosi negatifmu sebagai dasar ide artikel.

Contohnya, 5 hal yang bisa dilakukan saat emosimu nyaris meledak. Atau, 5 sikap buruk yang paling melukai hati orang lain. Begitu juga untuk karya fiksi seperti cerita pendek. Kamu dapat bermain-main dengan menciptakan tokoh yang menggambarkan kamu sendiri dan orang yang membuat emosimu negatif.

Bangun alur dan suasana yang pas seakan-akan kamu tengah melakukan rekonstruksi kejadian. Tentu perlu ditambah dengan bumbu-bumbu supaya ceritamu makin bagus dan layak dibaca orang lain. Dengan begitu, cerita itu bukan lagi sekadar sesi curhatmu, melainkan telah menjadi karya sastra. Puisi juga bisa dipilih karena keindahan kata-katanya menyentuh jiwamu lebih dalam. Kamu akan merasa lebih tenang.

Merilis emosi negatif melalui tulisan jauh lebih aman daripada cara lain seperti berkendara sekencang mungkin ketika marah. Bukannya emosi negatif reda malah akan membahayakan diri sendiri serta orang lain. Lakukan pelepasan emosi ini dengan enam tips di atas agar kamu lekas pulih dan ke depan semakin matang dalam menghadapi beragam persoalan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team