7 Kebiasaan Media Sosial yang Bisa Bikin Kamu Dibenci Netizen

Di era digital, satu cuitan atau unggahan bisa jadi bom waktu yang menghancurkan reputasi dalam hitungan jam. Contohnya, kasus YouTuber yang kehilangan 2 juta subscriber gara-gara video lawasnya yang rasis tiba-tiba viral. Fenomena cancel culture dan pemboikotan massal kini bukan cuma untuk selebritas. Akun biasa pun rentan kena imbas.
Platform seperti TikTok dan Instagram sudah jadi "pengadilan publik" tempat netizen jadi hakim, juri, dan algojo. Tapi jangan panik! Dengan memahami kebiasaan bermedsos yang berisiko, kamu bisa menghindari jadi korban berikutnya. Yuk, simak daftarnya!
1. Asal share konten tanpa cek fakta

Kebiasaan ini sering terjadi karena ingin cepat dapat likes atau shares. Misalnya, membagikan video hoaks tentang vaksin yang katanya "bikin mandul", padahal sumbernya hanya akun anonim. Banyak orang terjebak karena caption provokatif seperti, "Sebarkan sebelum dihapus!", tanpa peduli kebenarannya.
Risikonya? Kontenmu bisa jadi bahan cancel massal. Tahun 2025, Meta menghapus program pengecekan fakta pihak ketiga di AS, sehingga misinformasi merajalela. Akibatnya, pengguna yang asal share hoaks jadi target kecaman, bahkan di-report sampai akunnya disabled.
2. Komentar isu sensitif dengan humor gelap

Banyak yang menganggap candaan rasis atau seksis sebagai dark joke yang lucu. Contohnya, komentar seperti, "Cewek jago masak mah pasti nggak feminis," di kolom video TikTok. Mereka lupa bahwa platform kini punya algoritme yang mendeteksi ujaran bermasalah.
Meta baru saja mengubah kebijakan konten politik, sehingga komentar seperti "LGBTQ itu gangguan mental" dibiarkan tetap ada. Netizen langsung melancarkan boikot, dan akun yang mendukung kebijakan ini di-bully habis-habisan. Bahkan, beberapa brand mencabut kerja sama karena takut terkena imbas.
3. Stalking mantan terus-terusan

Kebiasaan ngecek IG story mantan 10x sehari sering dianggap wajar, padahal berbahaya. Misalnya, kamu sampai tidak sengaja like foto mantan dari 3 tahun lalu, lalu panik menghapusnya. Parahnya, ada yang screenshot aktivitas mantan dan unggah ke grup galau di Telegram.
Akibatnya, bukan cuma mentalmu yang down, tapi julukan "si tukang stalker" bisa melekat. Di RedNote (platform saingan TikTok), banyak mantan yang di-expose karena stalking berlebihan. Akun pelakunya sering di-report massal sampai akhirnya disabled.
4. Pamer gaya hidup berlebihan

Upload foto tas branded tiap hari sambil bilang, "Ini cuma KW kok," justru bikin netizen skeptis. Contohnya, influencer yang pamer mobil mewah tapi bilang, "Ini pinjem temen," padahal jelas-jelas beli sendiri. Netizen 2025 makin jeli melihat ketidaksesuaian gaya hidup dan realita.
Hailey Bieber pernah kehilangan 300k follower karena dianggap munafik saat pamer jet pribadi di tengah krisis ekonomi. Mereka yang terlihat "sok kaya" sering jadi sasaran cancel dan dijuluki "si pencitra". Ujung-ujungnya, engagement justru turun drastis.
5. Nyinyirin konten orang lain

Memberi komentar seperti, "Duh, gaya dance lo norak banget sih!" di kolom video orang, hanya demi dapat perhatian. Padahal, bisa jadi si kreator sedang belajar atau sekadar ingin ekspresikan diri. Netizen sering lupa bahwa kritik pedas justru menghancurkan mental orang lain.
Komunitas online seperti grup Facebook "Anti-Bully Squad" aktif melaporkan akun nyinyir. Tahun 2025, 1.200 akun kena suspend karena kebiasaan ini. Ingat, bedakan kritik membangun dan hinaan. Kalau nggak bisa sopan, lebih baik diam.
6. Pakai hastag viral untuk konten tidak relevan

Misalnya, nempel #BlackLivesMatter di foto selfie minum kopi demi dapat eksposur. Netizen 2025 makin aware terhadap isu sosial, sehingga konten seperti ini dianggap eksploitatif. Mereka bakal call out habis-habisan, bahkan mengirim pesan ancaman ke DM-mu.
Saat TikTok diblokir 12 jam di AS, banyak yang memanfaatkan tagar #SaveTikTok untuk promosi bisnis. Alih-alih dapet cuan, akun mereka malah di-bully sampai tutup sendiri. Hastag aktivisme bukan mainan. Jadi gunakan dengan bijak!
7. Mengabaikan privasi pengikut

Contohnya, mengunggah screenshot chat pribadi follower tanpa izin dengan alasan "biar viral". Ada juga yang sengaja bocorin alamat rumah artis demi dapat views. Padahal, ini melanggar UU perlindungan data dan bisa dilaporkan ke polisi siber.
Tahun 2025, 43% pengguna WhatsApp di AS menghapus akun karena takut data bocor. Netizen juga ramai-ramai report akun yang mengumbar info pribadi. Jangan heran kalau besok-besok kamu diblokir massal atau dipanggil pihak berwajib.
Hidup di era digital itu seperti jalan di atas tali. Satu langkah salah, kamu jatuh ke jurang cancel culture. Tapi dengan menghindari 7 kebiasaan di atas, reputasi onlinemu tetap aman. Ingat, media sosial bukan cuma untuk pamer, tapi juga membangun koneksi yang sehat. Jadi, berpikirlah dua kali sebelum mengklik "unggah"!