Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

8 Jenis Shaming yang Kerap Diwajarkan, Kamu Jangan Ikutan Ya!

ilustrasi orang berpendapat (pexels.com/olia danilevich)

Sering kali tanpa disadari ada segelintir orang yang melakukan tindakan atau bahkan mengeluarkan kata-kata yang pada akhirnya dapat mempermalukan seseorang atau golongan tertentu. Perbedaan dalam diri seseorang yang kerap dilontarkan ini kemudian kita kenal sebagai istilah shaming.

Berbagai jenis shaming kerap kita jumpai baik di kehidupan sehari-hari maupun di media sosial. Mungkin kita sudah akrab dengan istilah body shaming tapi nyatanya ada banyak sekali jenis shaming yang kerap diwajarkan.

Kira-kira ada apa saja? Telusuri lebih lanjut, yuk!

1.Hobby shaming

ilustrasi hobby shaming (pexels.com/Bernhard Oberle)

Gak sedikit, lho kita menjumpai perilaku hobby shaming di media sosial. Padahal setiap orang bebas memilih hobi yang mereka sukai, bukan? Selagi mendatangkan dampak positif harusnya tidak perlu keluar opini-opini merasa paling superior karena memiliki hobi yang jauh lebih keren atau berkelas.

Disukai atau tidak tapi faktanya beberapa orang yang memiliki hobi misal menjadi fangirl atau fanboy kerap jadi sasaran empuk. Mau itu suka KPop, anime, atau bahkan suka klub sepak bola kerap jadi bulan-bulanan di internet. Lagi, pula gak semua orang harus memiliki hobi ‘mainstream’ dan cenderung konvensional, kan?

2.Single shaming

ilustrasi body shaming (pexels.com/Yan Krukov)

Mungkin gak banyak yang tahu, kalau jenis shaming yang satu ini benar-benar ada. Single shaming secara sederhana dapat kita maknai sebagai perilaku mengolok-olok mereka yang belum punya pasangan atau kita kenal dengan istilah jomlo!

Mungkin si pelaku gak sadar, ya tapi perbuatan mereka ini bisa melukai psikis seseorang. Lagipula kita tidak pernah tahu apa alasan mereka masing melajang, bisa jadi ada trauma yang belum kunjung sembuh atau mungkin sudah berusaha mendapatkan pasangan semaksimal mungkin tapi belum juga membuahkan hasil.

Pesan saja, nih buat yang sudah berpasangan atau mungkin sesama jomlowan jomlowati, kurang-kurangi, ya perilaku single shaming seperti ini.

3.Physical shaming

ilustrasi physical shaming (pexels.com/Norma Mortenson)

Physical shaming adalah salah satu jenis shaming yang menjurus kepada tampilan visual sesorang. Perilaku physical shaming lebih menekankan dan mengkotak-kotakkan seseorang berdasarkan penampilan mereka.

Dengan kata lain cantik dan tampan menurut standar masyarakat jadi patokan mutlak untuk menghina seseorang. Padahal kedua hal tersebut terbilang sesuatu yang obyektif bergantung pada penilaian masing-masing. Baik di dunia nyata maupun media sosial physical shaming kerap sekali ditemukan, lho.

Semoga ke depannya gak ada lagi, deh orang yang dengan sengaja membandingkan dua atau lebih orang hanya untuk dilabeli cantik atau tampan atau bahkan tidak cantik maupun tidak tampan.

4.Gender shaming

ilustrasi gender shaming (pexels.com/RODNAE Productions)

Gender shaming kerap dikenal juga dengan istilah seksisme, nih. Gender shaming merupakan perilaku yang mendiskriminasikan antara laki-laki dan juga perempuan. Biasanya perilaku ini terjadi karena ketidakmampuan seseorang dalam membedakan kondrat dengan konstruksi sosial yang ada.

Solusi yang bisa dipakai untuk hal ini sebetulnya sederhana yakni dengan berhenti mendikte dan membedakan perilaku sebagaimana laki-laki atau perempuan harus bertindak. Contoh gender shaming misalnya laki-laki tidak boleh menangis atau perempuan harus bisa memasak.

5.Age shaming

ilustrasi age shaming (pexels.com/Monstera)

Age shaming terjadi akibat gagalnya seseorang dalam mengahrgai pendapat seseorang dan justru malah menghakimi berdasarkan usia. Gak sedikit orang yang lebih tua menganggap enteng mereka yang lebih muda dan sebaliknya mereka yang lebih muda juga gak sedikit yang menghakimi hal-hal sederhana yang dilakukan oleh orang yang lebih tua.

Padahal, kita gak boleh, nih semena-mena terhadap hal tersebut. Mau berapapun usianya, bebas untuk berpendapat dan melakukan apapun yang mereka inginkan tanpa harus mendapat cibiran satu sama lain.

Bisanya kalimat yang terlontar dalam perilaku age shaming antara lain “anak kecil tahu apa” atau “tolong ingat umur, ya!”. Dua contoh di atas cukup familiar, bukan?

6.Color shaming

ilustrasi color shaming (pexels.com/Anna Nekrashevich)

Kita gak harus memakai contoh jauh-jauh dari luar negeri. Pasalnya di Indonesia sendiri age shaming masih sering terjadi. Entah siapa yang memulai namun, gak sedikit orang kita yang beranggapan bahwa kulit putih itu cantik. Akibatnya, mereka yang berkulit gelap sering dinilai sebelah mata.

Toh, bagaimana pun juga warna kulit gak akan menghalangi seseorang untuk berekspresi, berkreasi, dan berprestasi bukan? Sudah cukup rasanya, kita hidup dengan stigma-stigma berdasarkan warna kulit. All colors are beautiful, isn’t it?

7.Public shaming

ilustrasi public shaming (pexels.com/Keira Burton)

Menjadi blak-blakan kadang memang menguntungkan namun, tetap harus tahu tempat di mana sebaiknya kalimat itu dilontarkan. Misalnya saat duduk-duduk santai di Jalan Maliobro atau Jalan Braga, kemudian kamu melihat seseorang dengan dandanan super nyentrik entah warna baju tidak sesuai atau makeup terlalu tebal, kamu dengan blak-blakan langsung mengatakan kesalahan tersebut secara langsung.

Ini, lho yang disebut sebagai pulic shaming. Sebuah kondisi yang dilakukan seseorang untuk mempermalukan orang lain di tengah ruang publik dengan mengatakan kesalahan atau bahkan mengejek orang tersebut. Public shaming gak hanya merugikan pihak korban tapi semua mata akan tertuju kepada kamu dan kamu langsung dicap sebagai orang yang kurang sopan.

8.Body shaming

ilustrasi body shaming (pexels.com/Anna Shvets)

Kalau physical shaming lebih menjurus pada tampilan visual seperti menilai cantik atau tampan maka, body shaming lebih kepada bentuk tubuh seseorang. Misalnya melabeli seseorang dengan kurus, gemuk, tinggi, langsing, pendek dan sebagainya.

Gak sedikit pula yang melakukan body shaming pada teman-teman disabilitas meski dengan dalih dark jokes. Sebaiknya jangan diwajarkan, ya. Mengolok-olok tubuh seseorang bukankah sama halnya dengan mengina ciptan-Nya? Dibalut konteks bercanda atau memang sengaja, sebaiknya jangan dilanggengkan, deh kebiasaan body shaming seperti ini.

Mengingat ada banyak sekali jenis shaming di sekitar kita ada baiknya jadi pengingat bagi kita untuk lebih berhati-hati dalam berujar atau bertindak. Jangan sampai apa yang kita lontarkan justru malah menyakiti hati seseorang. Kalau situasi dibalik dan kita bertindak sebagai korban, kita juga jelas tidak nyaman, kan diperlakukan semacam itu? Yuk, berhenti melakukan atau bahkan mewajarkan perilaku shaming kepada orang lain.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Annisa Nur Fitriani
EditorAnnisa Nur Fitriani
Follow Us