Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

9 Penyebab Warung Kelontong Sulit Maju, Kalah Saing dengan Minimarket?

ilustrasi warung kelontong (pexels.com/Israel Torres)
Intinya sih...
  • Produk tidak lengkap dan kurangnya stok barang
  • Jam buka dan tutup warung yang tidak jelas
  • Kurangnya adaptasi terhadap sistem belanja online

Barang-barang kebutuhan sehari-hari selalu dicari masyarakat. Maka usaha warung kelontong seharusnya sangat menjanjikan. Namun, kenapa banyak warung kelontong tampaknya sulit berkembang?

Kerap kali menjamurnya minimarket yang dijadikan alasan. Meski keberadaan tempat belanja lain bisa mengurangi omzet warung kelontong, itu bukan penyebab utama. Para pemilik warung kelontong juga perlu berbenah agar usahanya tidak sekadar bertahan melainkan kian berkembang.

Untukmu yang hendak membuka warung kelontong di rumah kudu belajar dari sembilan kesalahan berikut. Asal warung kelontong dikelola dengan baik, banyak orang tetap suka berbelanja di sana. Mereka gak perlu bayar parkir, bahkan tanpa turun dari sepeda motor pun bisa dilayani.

1. Gak lengkap

ilustrasi warung kelontong (pexels.com/Pexels User)

Salah satu penyebab calon pembeli sering beralih ke minimarket adalah kelengkapan produknya. Memang untuk melengkapi dagangan di warung butuh modal yang lebih banyak serta tempat yang cukup luas. Namun, ini perlu terus diupayakan dari waktu ke waktu.

Bukan malah makin ke sini daganganmu makin sedikit. Kamu tak perlu menyediakan semua merek. Cukup satu sampai tiga merek buat produk serupa. Pemilihan merek berdasarkan yang paling sering dicari orang. Namun, jangan sampai jenis produk yang umum diperlukan warga saja tidak tersedia. Misalnya, seperti orang hendak membeli pembalut wanita yang bersayap pun gak ada.

2. Barang yang habis tak segera distok kembali

ilustrasi warung kelontong (pexels.com/Huy Nguyễn)

Sebetulnya warungmu lengkap. Kamu menjual sabun, sampo, tepung, beras, dan sebagainya. Seperti dalam penjelasan poin sebelumnya, setiap produk juga diwakili oleh beberapa merek. Masalahnya, dirimu kurang gercep dalam hal menstok kembali produk yang habis.

Kamu mungkin menunda kulakan dengan alasan sekalian nanti saja jika sudah lebih banyak barang di warung yang habis. Akan tetapi, calon pembeli gak bisa menunggu. Begitu barang yang dibutuhkannya tidak tersedia, mereka pergi ke warung lain yang lebih lengkap atau minimarket sekalian. Kian sering dirimu beralasan barang habis, kian enggan mereka berbelanja di warungmu.

3. Jam buka dan tutup semaunya sendiri

ilustrasi warung kelontong (pexels.com/Mehmet Turgut Kirkgoz)

Memang salah satu keuntungan punya usaha sendiri ialah waktunya lebih fleksibel. Terlebih usaha dijalankan dari rumah. Namun, kalau jam buka dan tutup warung tidak jelas, orang-orang menjadi kesulitan buat berbelanja di tempatmu.

Tak jarang kamu belum buka sampai siang atau baru setelah magrib saja warung telah tutup. Disiplinkan diri dalam menjalankan usaha ini biar cuannya lebih deras.

Buka warung adalah hal pertama yang perlu dikerjakan setelah kamu berbenah diri selepas bangun tidur. Kalau perlu beri pengumuman yang jelas di depan warung mengenai waktu buka dan tutup biar calon pembeli tidak bingung.

4. Warung sering ditinggal penjaganya

ilustrasi warung kelontong (pexels.com/Mike González)

Siapa pun yang gilirannya berjaga di warung harus benar-benar ada di sana di sepanjang jam kerja. Betul, kamu juga perlu makan serta ke toilet. Namun, jangan asal meninggalkan warung sampai gak ada yang melayani pembeli. Warungmu buka, tetapi dirimu entah ada di mana.

Dekatkan segala keperluanmu sehingga tak sering meninggalkan warung. Ruang persis di balik dinding warung dapat digunakan sebagai dapur dan toilet. Supaya ketika calon pembeli datang serta memanggil, dirimu pasti mendengarnya dan dapat menyahut. Jarang calon pembeli mau datang kembali bila ada warung lain atau minimarket yang lebih bisa diandalkan.

5. Tidak mau sedikit repot demi kepuasan pelanggan

ilustrasi warung kelontong (pexels.com/Vika Glitter)

Contohnya, kamu juga menjual galon dan gas. Namun, ketika pembeli minta galon atas gas diantar karena gak kuat bawa sendiri atau tidak ada kendaraan, dirimu menolak. Padahal, kebanyakan orang memerlukan layanan ini. Jika

dirimu bingung siapa yang jaga warung bila kamu pergi, minta anggota keluarga berjaga dulu. Bisa juga galon dan gas diantarkan setelah warung tutup atau malah sebelum buka.

Berikan saja nomormu supaya pembeli dapat memesannya terlebih dahulu. Bahkan kamu menambahkan biaya Rp2 ribu buat pengantaran pun banyak pembeli masih berminat.

6. Kasih utang terus

ilustrasi warung kelontong (pexels.com/Tom Fisk)

Memang kebanyakan pembeli di warung kelontong masih tetangga. Ini yang membuat warungmu kerap menjadi tempat berutang. Tentu ada kalanya dirimu perlu membantu tetangga yang benar-benar lagi gak punya uang. Namun, jangan lupa bahwa kamu juga butuh uang.

Pemberian pinjaman mesti dibatasi. Apabila seseorang sudah mencapai batasan utangnya, jangan diberi lagi sampai ia melunasinya. Kalau kamu terus kasih pinjaman, modalmu habis. Boro-boro warung berkembang justru bangkrut dengan uangmu masih dibawa orang.

7. Barang kurang berkualitas

ilustrasi warung kelontong (pexels.com/Emrah Yazıcıoğlu)

Keterbatasan tempat penyimpanan kudu diakali sedemikian rupa supaya tak menurunkan kualitas dagangan. Sayangnya, tak jarang beras atau tepung di warung kelontong cepat berkutu. Penyimpanan di warung yang kurang steril dapat menjadi penyebabnya. Seperti beras ditaruh di wadah yang terbuka.

Ada juga roti basah, aneka jajanan kering, minuman kemasan, hingga obat-obatan yang ternyata kedaluwarsa. Bahkan boleh jadi terdapat produk palsu. Jika kamu ingin punya usaha warung kelontong, ambil barang hanya dari penyalur resmi dan tepercaya. Lakukan pula pengecekan masa kedaluwarsa secara rutin.

8. Lokasi bukan di permukiman

ilustrasi warung kelontong (pexels.com/Altan KENDİRCİ)

Usaha warung kelontong akan lebih laku dan cepat berkembang apabila terletak di kawasan permukiman. Orang-orang cenderung berbelanja di dekat rumah biar praktis. Kalau kamu buka warung kelontong di lokasi yang hanya ramai di waktu tertentu seperti perkantoran bakal kurang diminati.

Lokasi dekat rumah sakit dan sekolah sebenarnya juga cukup bagus. Akan tetapi, cuma produk tertentu yang laku. Keluarga pasien paling membeli perlengkapan mandi, popok untuk anak atau dewasa, serta sedikit camilan. Begitu pula murid sekolah hanya membeli alat tulis dan jajanan. Di kawasan permukiman, segala produk lebih laris.

9. Menutup diri dari sistem belanja online

ilustrasi warung kelontong (pexels.com/Elliot FZ)

Seiring dengan digitalisasi, sebaiknya jurang antara warung kelontong dengan toko modern makin kecil. Walaupun masih ada keterbatasan terutama jika warung dikelola oleh orang yang sudah lanjut usia, sistem online perlu mulai diterapkan. Sekalipun layanan utama masih offline, kasih opsi lain buat pembeli yang ingin kepraktisan.

Seperti tersedia juga pembayaran dengan QRIS dan transfer hingga kamu ikut marketplace. Cara ini bisa menjangkau lebih banyak pembeli sampai ke luar kawasan permukimanmu. Dari luar, warung kelontongmu mungkin terlihat biasa saja. Namun, di dalam boleh jadi dirimu dan anggota keluarga lainnya tak henti-hentinya mengepak barang pesanan online.

Warung kelontong bukan usaha khas generasi orangtuamu. Anak muda sepertimu juga sangat boleh membukanya karena produk-produknya memang selalu dibutuhkan orang. Namun, hindari sembilan kesalahan di atas dan selalu lakukan inovasi agar usahamu makin berkembang bahkan bisa buka cabang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Inaf Mei
EditorInaf Mei
Follow Us