9 Tips Menjaga Kesehatan Mental Milenial dan Generasi Z, Bahagia!

Isu kesehatan mental kini mendapat perhatian lebih terutama terkait milenial dan generasi Z. Cukup banyaknya kasus bunuh diri yang dilakukan oleh anak muda gak boleh disepelekan, termasuk oleh kita yang sebaya. Jangan berpikir kita tak mungkin berbuat hal yang sama.
Ketimbang sekadar meyakininya seakan-akan hidup kita tidak akan pernah diuji dengan masalah yang berat, lebih baik melakukan segala hal sebagai pencegahan. Pendekatan secara spritual tentu perlu terus dilakukan guna mengingatkan kita mengenai buruknya perbuatan mengakhiri hidup sekaligus membangun keyakinan tentang pertolongan Tuhan. Di samping itu, kita juga mesti memperhatikan sembilan tips berikut untuk menjaga kesehatan mental.
1. Gak semua zona nyaman perlu ditinggalkan

Anak muda kerap didorong dengan begitu keras untuk meninggalkan zona nyaman. Seakan-akan berada di zona tersebut selalu merupakan kesalahan. Padahal, zona nyaman gak pasti buruk untuk diri.
Kita harus lebih kritis mengenai zona nyaman yang perlu ditinggalkan, yaitu terbatas pada hal-hal yang berujung kemalasan dan menghambat perkembangan diri. Kalau sesuatu membuat kita nyaman karena kita memiliki passion di suatu bidang, bagian dari hobi, atau kebutuhan buat beristirahat tentu tidak perlu ditinggalkan. Merasa nyaman dalam hidup amat penting biar kita gak terpikir untuk melarikan diri ke dunia yang lain.
2. Jangan mengejar kesempurnaan

Walaupun maksud kita bagus yaitu ingin melakukan segala hal dengan sebaik-baiknya, menjadi sempurna tidaklah mungkin. Mengejar kesempurnaan bakal bikin capek dan frustrasi. Apalagi kalau kesempurnaan yang diinginkan tak hanya tentang sesuatu yang dikerjakan, melainkan sampai ke diri kita.
Kita merasa sakit, sangat buruk, dan malu saban teringat kekurangan diri. Segala cara dilakukan agar orang lain melihat kita begitu sempurna. Ini artinya, kita tidak pernah menjadi diri sendiri dan berani tampil dengan apa adanya. Seluruh kepalsuan yang diperlihatkan bakal bikin jiwa kita rapuh meski tampak menawan dari luar.
3. Memaafkan diri dan orang lain

Sesalah-salahnya kita dalam suatu situasi, batasi dengan cukup mengakuinya. Jangan berkelit apalagi melemparkan kesalahan pada orang lain. Akan tetapi, hindari terus menyalahkan diri karena itu juga bentuk hukuman yang berat untuk jiwa kita.
Kita harus mampu berintrospeksi, mengakui kesalahan, sekaligus memaafkan diri agar dapat melanjutkan hidup tanpa beban yang terus mengikuti. Kita cuma kudu mempertanggungjawabkan kekeliruan tersebut. Selebihnya lanjutkan hidup seperti biasa.
Kesalahan orang lain pada kita juga tidak perlu terlampau dipikirkan sampai menguras emosi. Kalaupun seseorang tak mau meminta maaf, tetaplah memberinya pengampunan demi kedamaian hati sendiri. Selebihnya tingkatkan kehati-hatian agar kita tak kembali terluka oleh orang yang sama. Ingat bahwa dunia kita amat luas, tidak sekadar berisi dirinya dan kelakuannya.
4. Menyikapi masa lalu, masa kini, dan masa depan dengan bijak

Ketiganya merupakan rangkaian dalam hidup. Maka apabila kita gagal menyikapi salah satunya dengan baik, kebahagiaan akan menjauh. Sebagai contoh, ketidakmampuan menerima masa lalu bikin kita tak bisa menjalani masa kini dengan baik.
Masa depan pun menjadi suram karenanya. Demikian pula kelewat mencemaskan masa depan membuat semua keberhasilan kita di masa lalu dalam menaklukkan berbagai tantangan seperti tak berarti. Masa kini pun dilalui dengan konsentrasi yang tersedot ke masa depan yang entah.
5. Tidak membiarkan diri menjadi bulan-bulanan orang toksik

Keberadaan orang toksik sukar dihilangkan dalam kehidupan. Kita tidak bertemu dengannya di dunia nyata, di dunia maya juga ada. Bahkan terkadang orang dengan sifat beracun ini masih berada di lingkungan terdekat kita, seperti keluarga.
Orang toksik tidak bisa dibiarkan begitu saja dalam arti kita tak melakukan apa-apa buat memperbaiki posisi diri dalam hubungan. Pilihannya hanya dua, kita melawannya atau meninggalkannya. Kalau kita memilih melawannya, bukan berarti kita menjadi lebih toksik darinya.
Cukup dengan menunjukkan bahwa dia gak bisa semena-mena pada kita. Adanya perlawanan jauh lebih baik daripada kita diam saja diperlakukan dengan buruk. Kalaupun ia tidak juga mengurangi sikap toksiknya, kita bisa meninggalkannya.
6. Tak terlalu mengejar materi dan pengakuan dari orang lain

Tentu saja kita semua harus bekerja sehingga materi tidak bisa dikesampingkan. Akan tetapi, jangan jadikan hal tersebut sebagai tujuan utama dalam hidup. Kalau kita selalu berorientasi pada materi termasuk uang, setiap hari kita akan bertarung sengit dengan orang lain supaya diri tampak lebih berada.
Kita ingin mendapatkan pengakuan dari semua orang bahwa kita lebih unggul dalam hal tersebut. Jika teman atau tetangga lebih kaya, kita gak bisa tidur nyenyak. Semangat bersaing yang tak tepat ini gak perlu diteruskan. Kita butuh materi, tetapi hindari mengejarnya seakan-akan seluruh kebahagiaan kita bergantung padanya.
7. Berani menolak tuntutan yang terlampau memberatkan

Tuntutan yang begitu tinggi dari orang lain juga bisa menjadi bentuk sikap toksik mereka pada kita. Bukannya kita mesti menolak setiap tuntutan, seperti keinginan orangtua agar kita bersekolah dan berkuliah dengan baik. Tuntutan seperti itu masih terbilang wajar.
Namun, ketika orangtua sudah memaksa kita masuk ke jurusan yang sama sekali tidak disukai dan kita wajib menjadi murid atau mahasiswa terpintar, tolak saja. Penolakan ini tentu akan menimbulkan kekesalan di pihak orangtua. Namun, penting buat siapa pun menyadari batasan dalam meminta atau mengharapkan sesuatu dari kita. Jangan sampai kita menurut saja, tetapi menjadi amat tertekan.
8. Menjaga akal sehat saat jatuh cinta dan patah hati

Masalah asmara juga bisa mengganggu kesehatan mental anak muda. Kita tahu bahwa perasaan memegang peran besar ketika kita jatuh cinta serta patah hati. Namun, pengetahuan ini seharusnya membantu kita buat lebih mempertahankan akal sehat.
Jangan sampai terjadi ketimpangan yang sangat besar antara akal sehat dengan perasaan. Kalau hati sedang gembira, kesehatan mental kita baik-baik saja. Akan tetapi begitu patah hati, akal sehat yang selama ini seperti tertidur gak bisa segera mengambil alih kendali. Kita rentan sekali melakukan hal-hal buruk entah menyakiti diri sendiri maupun orang lain yang bikin patah hati.
9. Cegah terlilit utang

Seperti disebutkan di poin 6, mencari materi juga penting karena hidup ini memerlukan uang. Adanya penghasilan yang cukup pun menjaga kita dari mudah berutang. Namun, barengi kerja kita dengan kemampuan mengelola uang dengan baik.
Tanpa kebijaksanaan saat memakai uang, tetap saja kita bakal gampang terjerat utang. Kalau pinjaman sudah menumpuk, pikiran pasti kalut. Berawal dari keuangan yang gak sehat, kesehatan mental kita pun ikut terganggu. Jaga kestabilan keuangan kita biar secara psikis juga nyaman.
Melabeli anak muda masa kini sebagai generasi yang lemah secara mental kurang tepat bila mengingat betapa tekanan untuk mereka juga makin kuat. Terutama melalui media sosial yang kerap kali memaksa kita buat berlomba-lomba menunjukkan kesempurnaan hidup, prestasi tak henti-henti, dan tentunya gaya hidup kelas atas. Kita perlu lebih berani menjadi diri sendiri dan tampil apa adanya saja.