Ragam Produk Wastra Nusantara, Ada yang Eco Friendly dari Warna Alam

Ada kain gambo yang terbuat dari getah gambir

Jakarta, IDN Times - Melalui pameran kerajinan terbesar di Asia Tenggara (INACRAFT) 2023, Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) berupaya mengenalkan beragam kain produk lokal yang apik tapi juga ramah lingkungan.  Bertempat di Jakarta Convention Centre Senayan, LTKL menunjukkan kolaborasinya dengan Sentra Inkubasi UMKM dan orang muda di kabupaten anggota LTKL.

Ajang ini jadi pengenalan ekonomi lestari dari produk eco fashion maupun produk lokal berbasis alam. Hal ini jadi pengingat bahwa fashion yang baik merupakan fashion yang memiliki nilai keberlanjutan, ramah sosial dan ramah lingkungan. Lantas, apa aja sih produk wastra nusantara?

1. Kain-kain wastra seperti batik dan ulos

Ragam Produk Wastra Nusantara, Ada yang Eco Friendly dari Warna AlamKelas Berkain dari Lingkar Temu Kabupaten Lestari saat acara INACRAFT 2023 pada Jumat (6/10/2023) di JCC Senayan, jakarta. (dok. Lingkar Temu Kabupaten Lestari)

Indonesia kaya dengan keberagaman budayanya, tak terkecuali kain. Ada banyak pilihan kain batik dari setiap daerah dengan ciri khas masing-masing. Mungkin kamu sering menemui kain batik tulis, cap, atau tenun yang diasosiasikan dengan kegiatan formal.

Padahal, Aziza Nurul Amanah, CEO KriyaKite sekaligus anggota SELARAS mengatakan, "Kami rindu melihat orang muda di perkotaan memakai kain ketika nongkrong di cafe atau jala-jalan ke mall, atau bahkan nonton konser, karena selama beratus tahun begitulah nenek moyang kita berbusana dan mereka dapat tetap produktif dan beridentitas."

Reni Kusuma Wardhani selaku pengarah gaya dan penulis di bidang fashion mengatakan bahwa kain itu warisan dari nenek moyang dan harus dilestarikan. Menurutnya, setiap kain wastra memiliki doa dan makna yang berbeda.

"Di daerah Jawa ada kain Sidoasih, supaya pasangan itu hidupnya saling mengasihi. Di Batak ada ulos, itu juga dipakai pada setiap acara. Dulu cuma mengenal tiga warna. Ulos itu merah artinya keberanian, putih kesucian, hitam kepemimpinan. Buat masyarakat Batak, ulos adalah jati diri," ujar Reni saat ditemui di acara Kelas Berkain pada ajang Inacraft on October 2023, Jakarta pada Jumat (6/10/2023).

Menurut Reni, kain terbagi menjadi tiga. Ada tenun, batik, dan ikat celup. Ikat celup merupakan teknik pewarnaan yang dikenal sebagai kain jumputan atau shibori.

"Batik adalah proses pewarnaan dengan menggunakan malam sebagai alat. Jadi bukan motifnya tapi prosesnya. Kalau ada batik yang motifnya floral tapi alatnya gak pakai malam, itu gak bisa dinamakan batik. Batik dan motif batik itu beda," sambungnya.

2. Kain gambo dari Musi dari Musi Banyuasin

Ragam Produk Wastra Nusantara, Ada yang Eco Friendly dari Warna AlamKelas Berkain dari Lingkar Temu Kabupaten Lestari saat acara INACRAFT 2023 pada Jumat (6/10/2023) di JCC Senayan, jakarta. (dok. Lingkar Temu Kabupaten Lestari)

Kedua, kain Gambo yang berasal dari Kabupaten Musi Bayuasin. Aziza berharap bahwa kain Gambo Muba juga bisa digunakan anak muda sebagai bentuk eco fashion sehari-hari yang modis dan kekinian.

Aziza menambahkan, "Memakai kain eco-fashion merupakan salah satu cara konsumen di kota besar yang jauh dari hutan, untuk ikut mendukung usaha pelestarian hutan dan pemberdayaan masyarakat lokal yang sangat bergantung hidupnya dari hutan."

Kain Gambo sesungguhnya berasal dari Sumatera Selatan. Pewarna alami kain ini berasal dari getah gambir. Tanaman gambir yang melimpah ternyata bisa diolah dan dimanfaatkan untuk menjadi lahan bisnis baru. 

Kain ini memiliki warna yang netral. Dengan teknik jumputan, kain akan diikat dan beberapa melalui pencelupan. Uniknya, setelah dicelup gak ada yang bisa menebak warna apa yang keluar dari kain tersebut.Umumnya getah gambir bisa menghasilkan warna cokelat, hitam, hijau, merah marun, atau oranye pudar. 

Dari empat orang pengrajin, kini telah ada 100 pengrajin gambo di Musi Banyuasin. Artinya, produksi kain Gambo gak hanya bisa dipakai untuk berkain saja, lho. Ada banyak variasi produk dari kain Gambo lainnya, seperti scarfmidi kaftan, card holder, dan masker.

3. Kain Tenun Ikat dari Sintang

dm-player
Ragam Produk Wastra Nusantara, Ada yang Eco Friendly dari Warna AlamKelas Berkain dari Lingkar Temu Kabupaten Lestari saat acara INACRAFT 2023 pada Jumat (6/10/2023) di JCC Senayan, jakarta. (dok. Lingkar Temu Kabupaten Lestari)

Wastra lainnya datang dari suku Dayak, yakni kain tenun ikat dari Sintang. Nilai seni tinggi terpancar dari pembuatan kain tenun ikat karena sudah melalui proses panjang.

Pembuatannya dimulai dari menanam kapas, memintal benang, mewarnai benang, membentuk motif, hingga menenun menggunakan peralatan tradisional kayu dan bambu. Teknik pembuatan kain tenun ikat ini disebut gedokan.

Untuk menghasilkan selembar kain seukuran meja, pengrajin membutuhkan waktu satu bulan. Sementara kain yang panjang untuk selimut bisa menguras waktu hingga enam bulan. Sama halnya dengan Gambo, proses pembuatan kain tenun ikat sangat memanfaatkan lingkungan.

Akar mengkudu dari hutan merupakan bahan alami yang digunakan para pengrajin suku Dayak untuk memberikan warna pada kain tenun ikat. Dengan begitu, tenun ikat ini berperan menjadi sumber bahan pewarna alami.

Banyak produk yang berasal dari kain tenun ikat dari Sintang. Ada lebih dari 40 ibu penenun yang bisa membuat scrunchie tenun, bandana tenun, kain tenun dan selendang ikat pewarna alami, dan syal tenun pewarna alami.

"Warna kuning (pada tenun_red) itu dari kunyit. Hijau dari daun hutan. Biasanya pewarnaan alam juga terkait pada keadaan alamnya. Semakin mataharinya terang, biasanya lebih cepat atau serapannya lebih muncul warnanya," ujar Reni.

Baca Juga: Pesona Kain Tenun Khas NTT, Menyimpan Makna Mendalam dan Kisah Penenun

4. Anyaman pandan khas Kabupaten Siak

Ragam Produk Wastra Nusantara, Ada yang Eco Friendly dari Warna AlamKelas Berkain dari Lingkar Temu Kabupaten Lestari saat acara INACRAFT 2023 pada Jumat (6/10/2023) di JCC Senayan, jakarta. (IDN Times/Adyaning Raras)

Keempat, anyaman pandan khas Kabupaten Siak. Produk ini merupakan karya dari UMKM suwai yang terdiri dari 11 orang ibu dan perempuan muda penyaman. Melalui hasil anyaman ini, LTKL dan UMKM Suwai berupaya memperkenalkan budaya Melayu.

Gak hanya itu, hasil karya ini merupakan bentuk untuk mengolah pandan hutan sehingga lahan gambut tetap basah dan tidak rentan terbakar. Pengolahan pandan tergantung pada kondisi cuaca.

Untuk produk lain dari anyaman, kamu bisa menemukan beberapa tas dan sajadah mukena. Ada lanyard anyaman Pandan Siak, alas piring dan gelas, cover pot, dan tempat buah.

5. Banyak UMKM yang bertransformasi ke konsep sustainable

Ragam Produk Wastra Nusantara, Ada yang Eco Friendly dari Warna AlamKelas Berkain dari Lingkar Temu Kabupaten Lestari saat acara INACRAFT 2023 pada Jumat (6/10/2023) di JCC Senayan, jakarta. (dok. Lingkar Temu Kabupaten Lestari)

Grant & Resource Mobilization Manager Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), Vitri Sekarsari mengatakan bahwa ada 65 juta atau 99 persen bisnis di Indonesia. Namun, hasil yang ditunjukkan ada sekitar 3000 riset UNDP agar UMKM bertransformasi ke UMKM hijau atau berkelanjutan.

Berkain merupakan salah satu cara untuk memperkenalkan konsep eco fashion. Nyatanya, banyak sekali produk lokal yang benar-benar memperhatikan kesehatan lingkungan. Seperti kain gambo yang menggunakan pewarna alam dengan daya serap tinggi tanpa campuran bahan kimia.

“Melalui kegiatan bangga berkain LTKL mengajak untuk bangga menggunakan produk lokal, menggunakan produk berbasis alam bukan hanya karena kualitasnya tinggi namun juga bisa memberi manfaat ekonomi nyata bagi masyarakat kabupaten di daerah lain. Hal ini bisa jadi sumbangsih untuk pertumbuhan ekonomi dan pemulihan hutan, gambut, sungai, pesisir dan ekosistem penting Indonesia. Maka diharapkan semakin banyak orang yang bangga menggunakan produk lokal,” tutup Ristika Istanti, Kepala Sekretariat Interim Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL).

Baca Juga: 10 Koleksi Batik Karya Wilsen Willim di Fashion Nation 2023, Berkelas!

Topik:

  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya