Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi berbicara di depan orang lain (pexels.com/RODNAE Productions)
ilustrasi berbicara di depan orang lain (pexels.com/RODNAE Productions)

Salah satu hal yang mampu membuat hati berbunga-bunga adalah ketika mendapatkan kata-kata manis berisi pujian, pengakuan, atau apresiasi atas kehebatan diri. Rasanya wajar sekali untuk bahagia atas segala afirmasi tersebut, karena membuat semakin yakin bahwa telah menempuh jalur yang benar dalam hidup. Hasilnya, tumbuh semangat untuk bekerja lebih giat demi meraih pencapaian yang semakin besar demi masa depan.

Meski demikian, keberadaan validasi eksternal ini tidak boleh sampai dijadikan sebagai penentu apakah seseorang sudah melakukan hal yang benar dalam hidup. Pasalnya, beberapa orang memberikan persetujuan bukan karena memang tulus mendukung, tetapi ada maksud lain yang sebenarnya bertentangan.

Namun, mengapa masih saja ada orang yang berusaha keras untuk meraih validasi tersebut? Beberapa alasan dalam ulasan artikel ini bisa bantu menjawab rasa penasaranmu.

1.Memiliki rasa percaya diri yang rendah

ilustrasi pria yang sedang duduk sendiri (pexels.com/Budgeron Bach)

Rasa percaya diri berkontribusi penting dalam kehidupan setiap orang. Perasaan ini memberikan dorongan bagi seseorang untuk memperjuangkan nilai-nilai yang diyakininya dan mengusahakan apa pun yang dirasa mampu membuat segalanya menjadi lebih baik, meski tanpa dukungan dari orang lain. Namun, kejadian semacam ini tidak akan pernah ditemukan pada sosok yang tingkat kepercayaan dirinya cukup rendah.

Orang-orang dengan level percaya diri yang rendah tidak punya kekuatan untuk mempertahankan value yang diyakini, apalagi berjuang sendiri. Akibatnya, saat akan mengambil langkah apa pun dalam hidup, mereka memerlukan validasi dari orang lain untuk meyakinkan diri bahwa hal yang dikerjakannya sudah tepat. Sesekali memang situasi ini wajar terjadi. Namun, bila malah menjadi kebiasaan, tentu bukan hal yang dapat dibenarkan dan harus segera diperbaiki.

2.Sering diremehkan oleh orang lain

ilustrasi seorang pria yang sedang stres karena menjadi bahan gosip rekan sekantornya (pexels.com/Yan Krukau)

Seseorang yang gemar mencari validasi biasanya punya latar belakang yang perlu digali. Salah satu alasan yang menjadikannya selalu berbuat demikian adalah karena sering diremehkan oleh orang lain.

Dia dipandang rendah karena beragam faktor, seperti berasal dari keluarga kurang mampu, dianggap kurang rupawan, belum berhasil meraih pencapaian yang dirasa membanggakan, dan sebagainya. Situasi ini cukup merugikan karena dapat menjadikan orang tersebut merasa berkecil hati.

Ketika suatu saat dia memiliki kesempatan untuk mendapatkan kekuatan, maka hal ini tidak akan disia-siakan. Namun, dia akan merasa bahwa validasi jadi penting untuk meyakinkan bahwa kini dia bukan lagi menjadi pribadi yang bisa dipandang sebelah mata. Oleh sebab itu, orang tersebut gemar mencari pengakuan demi memperlihatkan keberhasilannya.

3.Hampir tidak pernah mendapatkan apresiasi dari orang terdekat

ilustrasi stres dalam bekerja (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Rasa haus validasi juga kerap kali dialami oleh mereka yang meski hidupnya baik-baik saja, tetapi merasa kurang mendapatkan apresiasi. Orang-orang di sekitarnya cenderung mengabaikan, bahkan saat dia berhasil meraih pencapaian yang cukup hebat. Akibatnya, dia berusaha mencari perhatian dari orang lain saat sudah tidak tahan dengan keadaan yang dialaminya.

Orang ini sebenarnya hampir tidak mengalami kesulitan yang berarti dalam menjalani kesehariannya, hanya saja tidak memperoleh kasih sayang dan kata-kata positif, sehingga tumbuh jadi sosok yang berhati hampa.

Guna mengatasi hal ini, dia berusaha untuk meraih beragam pengakuan dari sebanyak mungkin orang. Baginya, afirmasi yang didapatkan itu seolah menjadi pertanda bahwa dirinya merupakan sosok yang berharga dan layak untuk diapresiasi.

Menginginkan adanya validasi dari orang lain bukanlah sebuah kesalahan. Namun, bila tidak dikendalikan, hal ini bukan lagi menjadi sesuatu yang normal. Siapa pun orangnya, sebaiknya lekas menyadari keadaan ini dan mencari solusi yang tepat untuk mengatasinya. Jangan sampai menjadikan persetujuan orang lain sebagai dasar untuk membangun kehidupan yang bahagia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team