TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Sebab Kebahagiaan Sejati Tak Kunjung Berpihak Kepadamu

Kamu bisa bahagia saat ini juga, kok #IDNTimesLife

ilustrasi wanita sedih (pixabay.com/vdnhieu)

'Bahagia' tampak seperti hal sederhana yang sering menjadi tujuan dan hal yang dicari-cari setiap orang yang menjalani kehidupan. Namun, nyatanya menemukan kebahagiaan sejati tidak sesederhana mengucapkannya. Sulit sekali untuk merasa benar-benar berada dalam keadaan bahagia. Malah, seringkali kita berada dalam keadaan yang hanya menstimulasi diri untuk merasa bahagia alias pura-pura bahagia.

Kamu bekerja keras untuk mendapatkan jabatan terhormat dan tentunya juga untuk mendapat pemasukan keuangan yang lebih atau kamu sudah belajar dengan sangat giat untuk dapat diterima di universitas terbaik atau berusaha mendapat sederet nilai A di sekolah. Tapi yang kamu rasakan hanyalah euforia  sesaat. Selepas dari selebrasi kebahagiaan itu, kamu kembali merasa ada bagian kosong di dalam dirimu. 

Bahkan, dewasa ini banyak sekali buku atau referensi bacaan yang menginspirasi kita dan menuntun kita menuju kebahagiaan yang kita cari. Hal ini tidak sepenuhnya omong kosong belaka, tapi hal ini memerlukan sebuah tindakan yang lagi-lagi tergantung pada pilihan diri kamu sendiri. 

Mengambil referensi dari buku berani tidak disukai karya Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga, penulis menyimpulkan alasan-alasan mengapa kebahagiaan sejati tak kunjung datang kepadamu.

1. Sangat terikat dengan kejadian di masa lalu

ilustrasi perempuan sendiri (pexels.com/Min An)

Tentu kita terbiasa dengan hubungan yang menunjukan kausalitas atau hubungan sebab-akibat dan kita terjebak dalam situasi ini. Kita sering kali menganggap bahwa apa yang kita alami saat ini merupakan imbas dari kejadian di masa lalu, kemudian memunculkan pikiran "andai saja dulu seperti itu, mungkin sekarang saya hidup lebih baik". 

Pemikiran semacam ini tidak sepenuhnya salah. Tapi ada opsi yang lebih baik daripada terus mengikat kejadian sekarang dengan menyalahkan masa lalu. 

Berorientasi pada tujuan!

Artinya tidak peduli tentang seburuk atau segagal apa kamu di masa lalu, yang perlu kamu ambil hanyalah pelajaran dari kejadian itu, bukan terus membawa kejadian itu sebagai alasan di masa sekarang. 

Jadi pusatkan perhatian kamu pada tujuan, pada hal-hal untuk masa kini dan masa mendatang.

Sejatinya masa lalu itu hanya memberi kita pengalaman dan pembelajaran bukan setumpuk trauma yang membuat kita terus beralasan ketika gagal di masa sekarang. 

Baca Juga: 5 Tips untuk Memupuk Kebahagiaan Mulai dari Hal-hal Sederhana

2. Berada dalam bayang-bayang kompetisi

ilustrasi kompetisi lari (pixabay.com/2719743)

Barangkali kamu tidak menyadari perasaan ini. Namun kamu melakukannya. Ada rasa takut dikalahkan dari orang-orang sekitarmu. 

Misalnya, ketika ada seorang temanmu berhasil memasuki universitas ternama dan kamu tidak berhasil lolos, kamu merasa dikalahkan oleh temanmu itu. Kamu menanggap dialah pemenangnya, dialah yang berhasil masuk ke universitas itu, sementara kamu adalah manusia yang kalah, manusia yang gagal. 

Tanpa sadar kamu menganggap setiap tindakan yang kamu lakukan dalam kehidupan bermasyarakat merupakan sebuah kompetisi. Yang sukses adalah pemenang dan yang gagal adalah yang menerima kekalahan. 

Ini merupakan kesalahan pemikiran yang benar-benar fatal. 

Nyatanya, kamu sedang tidak berlomba dengan siapapun, kamu tidak sedang memperebutkan piala juara kehidupan. Kita semua, masing-masing menjalani kehidupan sebagaimana adanya diri kita dan usaha kita.

Jadi tak perlu merasa menjadi pecundang dengan setumpuk beban malu karena tidak berhasil memperoleh yang kamu dapatkan atau merasa kamulah yang paling baik karena berhasil memperoleh semua hal yang kamu inginkan.

Sebab, perasaan-perasaan menang atau kalah hanya akan menempatkan kamu diposisi ingin sesuatu yang lebih dan tidak dapat melihat dengan baik apa yang sudah kamu miliki atau kamu memang sudah ditakdirkan gagal dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. 

3. Keinginan untuk diakui

Ilustrasi hang out bersama teman-teman (unsplash.com/Brooke Cagle)

Siapa yang tidak senang bila dipuji oleh orang lain? Siapa yang tidak bangga ketika pencapaian dan hasil kerjanya diakui oleh orang lain?

Namun, tanpa sadar kesenangan ini hanya kesenangan sementara. Jika kamu terus menerus ingin dipuji dan diakui oleh orang lain, hal ini akan menjadi hasrat yang sudah tidak sehat. 

Kamu terus berusaha melakukan sesuatu untuk nantinya mendapat pujian dan diakui bahwa kamu memang hebat. Kamu menjadi lupa kebahagian internal untuk dirimu sendiri. Kamu hanya menginginkan hasil kamu dilihat dan diapresiasi orang lain, tanpa peduli kebahagiaan sejati yang kamu alami dan rasakan. 

Singkatnya, kamu menjadi terlena oleh pujian dan melakukan sesuai demi mendapat pengakuan, bukan lagi karena kamu benar-benar ingin melakukan hal tersebut. 

4. Hidup untuk memenuhi ekspektasi orang lain

ilustrasi berekspektasi (pixabay.com/schäferle)

Berkaitan dengan hasrat untuk diakui oleh orang lain, maka sama halnya kamu hidup dalam rangka memenuhi ekspektasi orang lain. Awalnya kamu melakukan sesuatu karena kamu benar-benar ingin melakukan hal tersebut, setelah itu kamu diapresiasi, dipuji dan diakui.

Kamu terpacu dan semakin termotivasi untuk melakukan sesuatu hal dengan lebih. Kemudian muncul pendapat atau saran dari orang lain "sebaiknya kamu begini, seharusnya kamu begitu" lalu mereka menaruh ekspektasi terhadap dirimu. 

Atau misalnya kamu merupakan seorang yang selalu juara di kelas, tentu orang berekspektasi kamu akan masuk jurusan kuliah populer di universitas ternama. Kamu masuk ke universitas tersebut. Tapi kini kamu tak bahagia, kenapa? Karena jurusan itu bukanlah yang kamu mau, kamu hanya memenuhi gengsi sebagai orang yang selalu mendapat nilai tinggi. 

Kini, kamu hidup memenuhi ekspektasi orang lain. Lupa tujuan kamu dan keinginan kamu. Kamu hanya ingin tampak baik dihadapan orang lain. 

Baca Juga: 5 Alasan Berhenti Peduli Omongan Orang buat Hidupmu jadi Lebih Bahagia

Verified Writer

Annisa Puji Hastuti

Niskala

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya