TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Dampak Anggapan Laki-laki Harus Selalu Kuat, Gak Melulu Baik

Dalam jangka panjang bisa berbahaya

ilustrasi pria tertekan (Unsplash.com/ Yosi Prihantoro)

Sadar atau tidak, kita sering mendengar stigma bahwa laki-laki harus selalu kuat. Bahkan, penilaian seperti ini sebenarnya sudah sering diperoleh semenjak mereka masih anak-anak. Misalnya dengan memberikan sebutan bahwa laki-laki gak boleh menangis, gak boleh baperan, dan sebagainya.

Memang menjadi pribadi yang kuat itu penting. Namun, jika kita terus berpatok pada anggapan bahwa laki-laki harus selalu kuat, mereka akan kesulitan mengungkapkan emosi yang dirasakan. Padahal, memvalidasi setiap perasaan yang timbul itu penting sekali.

Setidaknya ada lima dampak anggapan Laki-laki harus selalu kuat. Apa sajakah itu? Simak, yuk!

 1. Merasa takut dibilang lemah

ilustrasi pria menunduk (Unsplash.com/ Sarath P Raj)

Anggapan bahwa anak laki-laki harus selalu kuat dan mampu menahan segala rasa sakit, memang semestinya harus dihentikan. Sebab, ini bisa memicu perasaan takut dibilang lemah. Misalnya, mereka cenderung menahan untuk menangis padahal sedang sakit, atau bahkan takut mengekspresikan perasaan saat menonton film sedih.

Padahal, menunjukkan kelemahan atau bahkan rasa kecewa gak akan mengurangi maskulinitas dari seorang laki-laki. Justru malah perlu dilakukan. Selain untuk melepaskan emosi, ini juga bertindak sebagai bentuk komunikasi agar orang lain tahu apa yang seseorang rasakan.

Baca Juga: Mengapa Lebih Banyak Laki-laki yang Bunuh Diri daripada Perempuan?

 2. Melakukan apa pun demi harga diri

ilustrasi pria lelah (Unsplash.com/ Viktor Talashuk)

Harga diri merupakan hal krusial yang penting dimiliki dan ditanamkan oleh setiap orang. Sebab, dengan keinginan mempertahankan harga diri, biasanya seseorang juga akan semangat untuk bekerja keras atau bahkan berusaha mempertahankan apa yang jadi prinsipnya. Namun sayang, dengan anggapan laki-laki harus merasa kuat, gak sedikit juga memaksakan diri melakukan apa pun demi menjaga harga dirinya.

Misalnya, mereka rela bekerja keras tanpa henti agar cepat kaya dan gak diremehkan orang lain. Sekilas memang baik, namun belum tentu fisik dan mental mereka kuat menjalani semua itu. Kalau terus dipaksakan malah bisa membahayakan.

Memang menjaga harga diri itu penting. Namun, bukan berarti kamu harus mengorbankan atau membahayakan diri untuk mendapatkannya. Toh, dengan hidup apa adanya dan gak perlu khawatir akan pendapat orang lain, ini juga bisa menjadi cara untuk meningkatkan harga diri.

3. Memiliki kecenderungan untuk memendam emosi

ilustrasi anak laki-laki memendam emosi (Reshot.com/@the_rostislaff)

Bukan hanya takut dibilang lemah, anggapan laki-laki harus selalu kuat juga memberikan kecenderungan mereka memendam emosi. Misalnya ketika mengalami kegagalan, mereka enggan menceritakan rasa sedih atau kecewa kepada orang lain. Bukan hanya karena malu, namun mereka menganggap bahwa gagal berarti harus langsung bangkit.

Padahal, emosi negatif bukan musuh yang harus dimusnahkan. Dia perlu divalidasi agar gak menimbulkan dampak yang buruk juga nantinya. Seperti timbulnya masalah pada kesehatan fisik, mental, bahkan mempengaruhi hubungan dengan orang lain.

Maka dari itu, semestinya kita gak harus menyebut bahwa laki-laki harus selalu kuat, ya. Namun, dalam perkembangan emosi tersebut, pengaturan diri atau self regulation merupakan ketrampilan yang lebih penting ditanamkan. Dengan self regulation, mereka bisa belajar mengatur emosi dengan lebih sehat, termasuk menenangkan diri.

 4. Cenderung menyangkal perasaan negatif yang muncul

ilustrasi pria emosi (Unsplash.com/ Yogendra Singh)

Anggapan laki-laki harus selalu kuat juga bisa menimbulkan kecenderungan mereka untuk menyangkal perasaan negatif yang muncul. Mereka akan berpura-pura baik-baik saja padahal sedang sedih, lelah, atau bahkan kecewa. Jika terus dibiarkan, perlahan ini akan menyebabkan kelelahan dan bahkan sewaktu-waktu bisa meledak.

Lebih buruknya, penyangkalan emosi negatif lama-lama bisa menimbulkan perasaan tertekan atau bahkan stres. Mengapa demikian? Sebab, mereka tidak memiliki ruang mengekspresikan perasaan itu. Salah satunya karena terlanjur menganggap bahwa emosi negatif adalah bentuk kelemahan diri.

Maka dari itu, memberikan pemahaman pada anak laki-laki sejak dini bahwa emosi negatif adalah sesuatu yang wajar penting dilakukan. Dari sini kemungkinan mereka juga akan lebih mudah jujur pada diri sendiri tentang rasa kecewa, terluka, dan sebagainya. Kalau pun masih enggan terbuka pada orang lain, setidaknya mereka bisa mengandalkan diri sendiri ketika menghadapi situasi yang rumit sekali pun.

Baca Juga: 5 Dampak Toxic Masculinity pada Anak Laki-laki

Verified Writer

Aprilia Nurul Aini

Let's share positive energy

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya