TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jaga Kesehatan Mental Sama Pentingnya dengan Kesehatan Jasmani 

Pandemik COVID-19 berdampak besar pada kesehatan mental

Ilustrasi kesehatan mental. (Pixabay.com/TotalShape)

Jakarta, IDN Times - Hari Kesehatan Mental Sedunia (World Mental Health Day) yang pada tahun ini diperingati masih dalam situasi pandemik menjadi momentum tepat untuk mengampanyekan kesadaran masyarakat, bahwasanya menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik dalam hidup berdampingan dengan COVID-19.

Hari Kesehatan Mental Sedunia diperingati setiap tahun pada 10 Oktober. Tahun ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengangkat tema ‘Mental health care for all: let's make it a reality’ atau ‘Perawatan kesehatan mental untuk semua: mari kita wujudkan’.

Pengertian kesehatan mental itu sendiri menurut WHO adalah keadaan sejahtera setiap individu dalam mewujudkan potensi diri sendiri. Secara global, pandemik COVID-19 berdampak besar tidak hanya pada kesehatan masyarakat secara umum, tetapi  juga pada kesehatan mental. 

Beberapa kelompok, termasuk tenaga kesehatan dan pekerja esensial lainnya, pelajar, orang yang tinggal sendiri, dan mereka yang memiliki permasalahan kesehatan mental sangat terpengaruh pandemik.

Baca Juga: 5 Tips Merawat Kesehatan Mental ala Psikolog Klinis, Penting nih!

1. Hilangkan stigma negatif tentang konsultasi psikologis

ilustrasi konseling dengan psikolog atau psikiater (pexels.com/cottonbro)

Pendiri KALBU (platform online untuk kesehatan mental masyarakat), Iman Hanggautomo, menjelaskan bahwa di Indonesia terdapat beberapa kelompok yang dinilai rentan terhadap dampak pandemik dari sisi kesehatan mental, di antaranya kelompok usia dini seperti anak dan remaja, kalangan pekerja terutama mereka yang kehilangan pekerjaan atau berkurang penghasilannya, serta orang tua dan pasangan yang diharuskan terlalu sering bersama karena adanya pembatasan kegiatan.

“Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Keluhan kesehatan mental bahkan dapat memicu munculnya masalah pada kesehatan fisik. Seperti halnya fisik yang sakit harus diobati, maka mental yang sakit juga harus mendapatkan penanganan dari para ahlinya. Misalnya, melalui konsultasi dan terapi,” tegasnya.

Iman menambahkan, di Indonesia sekarang sudah tersedia banyak platform untuk melakukan konsultasi psikologis secara daring. Layanan ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.

“Kita harus menghilangkan stigma negatif tentang konsultasi psikologis, bahwa masalah kesehatan mental bukanlah hal yang tabu. Oleh karena itu, edukasi pentingnya kesehatan mental juga harus ditingkatkan sejak dini, misalnya dengan menyisipkan pendidikan tersebut ke dalam pelajaran sekolah,” tuturnya.

2. Jumlah konsultasi psikologis meningkat 3 kali lipat pada masa pandemik

pinpoindotcodotid

Efek pandemik terhadap peningkatan masalah kesehatan mental di Indonesia, menurut Iman, dapat terlihat dari jumlah konsultasi kepada psikolog. Ia menyebutnya, pada masa pandemik, jumlah konsultasi psikologis meningkat sekitar 3 kali lipat daripada sebelumnya.

Menyadari pentingnya dukungan terhadap kesehatan mental masyarakat Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Buku Panduan tentang Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) 2021.

Di dalam buku panduan tersebut dijelaskan tujuan memperingati HKJS, yakni guna meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan jiwa. Terlebih, di masa seperti sekarang ini, pandemik COVID-19 memberikan dampak besar bagi kesehatan jiwa masyarakat Indonesia dan dunia.

Buku tersebut menyebutkan data yang menunjukkan bahwa di masa pandemik COVID-19 terdapat kenaikan kasus depresi dan ansietas. Diketahui lebih dari 60% orang mengalami gejala depresi, lebih dari 40% mengalami disertai ide bunuh diri. Diperkirakan sekitar 32,6%-45% penduduk yang terkena COVID-19 mengalami gangguan depresi, sedangkan 10,5%-26,8% penyintas COVID-19 mengalami gangguan depresi.

3. Dukungan psikososial sangat dibutuhkan anak dalam situasi yang tidak biasa

acireland.ie

Selain itu, selama pandemik lebih dari 60% orang mengalami gejala ansietas dan lebih dari 70% orang mengalami gangguan stres pascatrauma. Bahkan ketika berstatus positif COVID-19, sekitar 35,7%-47% orang mengalami gangguan ansietas, serta 12,2% mengalami gangguan stres pascatrauma. 

Sementara itu, bagi penyintas COVID-19 sekitar 12,3%-29,6% terkena gangguan ansietas, 25,1%-32,2% mengalami gangguan stres pascatrauma dan insomnia sebanyak 12,1%. Kemudian, seluruh penyintas COVID-19 diketahui mengalami gangguan tidur.

Bagi anak dan remaja sebagai salah satu kelompok yang rentan terdampak, dukungan orang tua sangat penting agar mereka dapat tumbuh sehat dan bahagia dalam situasi pandemik.

“Dukungan psikososial sangat dibutuhkan anak dalam situasi yang tidak biasa ini. Untuk menjaga kesehatan mental anak dalam kondisi sehat, orang tua harus mengondisikan rumah sebagai tempat aman dan nyaman bagi anak adaptasi di masa pandemi,” jelas Psikolog anak, remaja, dan keluarga, sekaligus salah satu pendiri Ruang Tumbuh, Irma Gustiana Andriani.

Baca Juga: Psikiater UGM: 3 Masalah Besar Kesehatan Mental di Masa Wabah COVID-19

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya