TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Alasan Utama di Balik Perilaku Flexing, Demi Status Sosial?

Perilaku konsumtif dianggap layak untuk dipamerkan  

ilustrasi pamer belanjaan (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Flexing menjadi istilah yang akhir-akhir ini cukup banyak bertebaran di media sosial. Flexing sendiri merupakan sebutan bagi seseorang yang suka menunjukkan pencapaian serta kepemilikannya. Di era perkembangan teknologi digital seperti ini, perilaku flexing sering dijumpai di media sosial.

Tentu kita sudah tidak asing lagi dengan perilaku beberapa orang yang terkesan konsumtif. Baik itu membeli barang-barang branded secara berlebihan maupun menghamburkan uang untuk hal-hal yang tidak penting. Lantas, mengapa perilaku tersebut bisa terjadi? Berikut lima alasan utamanya.

1. Keinginan agar eksistensinya diakui

ilustrasi berkumpul bersama teman (pexels.com/Denys Gromov)

Jika kita membuka media sosial, tentu sudah tidak asing lagi dengan aneka foto yang menunjukkan sedang nongkrong di tempat bergengsi atau mengoleksi barang-barang branded yang dimiliki. Bahkan perilaku konsumtif yang berlebihan ini dianggap sebagai sesuatu yang layak untuk dipamerkan.

Namun demikian, adakah alasan utama di balik perilaku tersebut? jawabannya sudah pasti ada. Salah satu pemicu seseorang menunjukkan perilaku konsumtif yang berlebihan yaitu karena keinginan agar eksistensinya diakui. Mereka beranggapan dengan menunjukkan kemewahan yang dimiliki akan membuatnya dikagumi banyak orang.

Baca Juga: 5 Pemicu Gemar Flexing di Media Sosial, Jangan Terpukau!

2. Rasa takut jika tertinggal dengan yang lain

ilustrasi party (pexels.com/Cottonbro)

Flexing memang jadi perilaku yang cukup mudah di temui di media sosial. Ada beragam perilaku flexing yang berusaha ditunjukkan oleh banyak orang. Entah terlalu menonjolkan pencapaian yang diraih, menunjukkan jabatan dan kekuasaan yang dimiliki, maupun pamer gaya hidup konsumtif.

Salah satu alasan mengapa seseorang melakukan hal tersebut yaitu karena adanya ketakutan jika ia ditinggalkan oleh lingkup pergaulan sekitar. Mereka takut jika dianggap tidak selevel karena memiliki gaya hidup dan kebiasaan yang tidak sesuai dengan orang-orang di sekelilingnya.

3. Upaya untuk menepis perasaan tidak percaya diri

ilustrasi pamer mobil mewah (pexels.com/Styves Exantus)

Dikelilingi oleh orang yang memiliki segudang pencapaian menjadi tantangan tersendiri. Baik itu seseorang yang memiliki deretan prestasi membanggakan maupun yang memiliki karier cemerlang. Rasa tidak percaya diri sering muncul dan membuat kita seolah-olah tidak memiliki kemampuan apapun.

Hal inilah yang pada akhirnya membuat seseorang melakukan flexing. Entah apa yang dipamerkan memang sesuai dengan kehidupannya ataupun tidak urusan belakangan. Dalam anggapan mereka, perilaku flexing dapat menutupi kelemahan diri yang ada sehingga tidak lagi terjebak minder.

4. Keinginan untuk menjadi yang paling unggul

ilustrasi perempuan bersedekap (pexels.com/Karolina Grabowska)

Hidup memang penuh dengan kompetisi satu sama lain. Sebenarnya ini bukan suatu masalah asal bisa bersaing dengan cara yang sehat dan untuk tujuan yang benar. Namun demikian, tidak jarang persaingan ini ditanggapi dengan cara yang kurang sesuai termasuk di antaranya melalui perilaku flexing.

Ini menjadi hal yang mudah dijumpai di media sosial. Keinginan untuk menjadi yang paling unggul, paling disegani, dan juga beragam ambisi lain pada akhirnay membuat seseorang pamer apapun yang dimiliki. Padahal jika perilaku pamer ini sudah berada di luar batas wajar, justru membuat orang-orang sekitar merasa tidak nyaman.

Baca Juga: 5 Sifat Menyebalkan Teman Narsistik, Suka Pamer dan Haus Validasi

Verified Writer

Mutia Zahra

Let's share positive energy

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya