ilustrasi orang sedang melihat layar (pexels.com/fauxels)
Echo chamber membentuk ruang khusus dalam pikiran seseorang tentang kebenaran suatu topik. Sayangnya, jika berlarut-larut seseorang akan berpikir hanya ada kebenaran dalam pendapatnya serta sulit membayangkan perspektif lain yang juga dapat bermanfaat. Selanjutnya, echo chamber juga bisa mematikan rasa ingin tahu seseorang, dan ini bisa berakibat fatal.
"Echo chamber secara bertahap mendistorsi persepsi kita tentang dunia dengan mereduksi isu-isu kompleks menjadi pemikiran hitam-putih, kita versus mereka, baik versus jahat. Dalam lingkungan ini, nuansa menghilang, dan setiap ketidaksetujuan mulai terasa seperti serangan pribadi alih-alih pertukaran ide yang sehat," Travers mengungapkan seperti dilansir Forbes.
Travers menambahkan bahwa echo chamber juga bisa membuat seseorang lupa cara berpikir sendiri. Hal tersebut lantaran ia merasa selalu ada di jalan yang benar sehingga tidak perlu mempertimbangkan pilihan lain, kemududian ia akan mulai malas berpikir.
Di sisi lain, Travers juga mengungkapkan adanya kemungkinan kelelahan emosional ketika echo chamber selalu menempatkan seseorang dalam konten negatif. Orang tersebut bisa terjebak dalam kemarahan, paranoid, atau sinisme. Efek yang lebih mengerikan adalah bisa menyebabkan kecemasan, penarikan diri, atau masalah kesehatan mental.
"Hasilnya adalah paranoia. Kita menjadi sangat waspada, mulai meragukan hubungan yang sehat, dan berasumsi yang terburuk pada orang lain. Apa yang dimulai sebagai pengguliran biasa dapat perlahan berubah menjadi siklus kecurigaan," katanya.