ilustrasi bercermin (pexels.com/Andrea Piacquadio)
Terkait hukum keputihan saat puasa, ada dua pendapat berbeda dari ulama. Pertama, ada pendapat bahwa madzi atau keputihan keluar gak melalui inzal (proses keluarnya mani) dan keluar seperti kencing atau sesuatu lain yang keluar, maka gak diwajibkan mandi. Sehingga gak membatalkan puasa. Syekh Hasan Hitou mengatakan dalam kitabnya, Fiqh ash-Shiyam:
“Jika seorang suami mencium istrinya dan dia sedang berpuasa, kemudian merasa nikmat dan keluar madzi, namun tidak mengeluarkan mani, maka jumhur berpendapat puasanya tidak batal, dan itu adalah pendapat ulama Syafi’iyyah tanpa ada perbedaan di antara mereka. Ibnu al-Mundzir menceritakan pendapat tadi (orang yang keluar madzi tidak batal puasanya), dari Hasan al-Bashri, asy-Sya’bi, al-Awza’i, Abu Hanifah, Abu Tsaur, beliau (Ibnu al-Mundzir) berkata: ‘Aku berpendapat demikian’.” (Syekh Hasan Hitou, Fiqh ash-Shiyam, Dar el Basyair al-Islamiyyah, cetakan pertama tahun 1988, halaman 68)
Namun, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa keputihan yang keluar karena berciuman itu membatalkan puasa. Pendapat ini dikeluarkan oleh imam Malik dan Imam Amad.
“Imam Malik dan Imam Ahmad berpendapat bahwa madzi yang keluar setelah berciuman itu membatalkan puasa.” (Syekh Hasan Hitou, Fiqh ash-Shiyam, Dar el Basyair al-Islamiyyah, cetakan pertama tahun 1988, halaman 68)
Demikianlah penjelasan mengenai apakah keputihan membatalkan puasa. Berdasarkan pemaparan di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa menurut mayoritas ulama, hal tersebut gak membatalkan puasa. Karena madzi keluarnya seperti keluar air kencing, berbeda dengan proses inzal dan berbeda dengan mani.