Apakah Sendawa Membatalkan Puasa? Ini Hukumnya

Puasa Ramadan adalah salah satu kewajiban yang penting dilaksanakan bagi umat Islam. Dalam menjalankannya, seorang muslim tidak hanya dituntut untuk menahan lapar dan haus, melainkan juga menghindari hal-hal yang berpotensi membatalkan puasa.
Namun, tak dapat dipungkiri bahwa ketika berpuasa ada saja kejadian yang membuat kita merasa bingung apakah kejadian tersebut dianggap bisa membatalkan puasa atau tidak. Misalnya saja ketika bersendawa. Dihimpun dari berbagai sumber, yuk simak penjelasan mengenai hukum sendawa saat berpuasa di bawah ini!
1.Apakah sendawa bisa membatalkan puasa?
Pertanyaan yang tertengar sepele ini mungkin pernah terlintas di pikiran kita. Namun, apakah benar sendawa bisa membatalkan puasa? Lalu, bagaimana hukum bersendawa saat puasa?
Dikutip Verywell Health, Kathi Valeii, seorang penulis dan sudah ditinjau secara medis oleh dokter penyakit dalam bersertifikat, Geetika Gupta, MD, menyatakan, bahwa sendawa adalah proses normal yang terjadi dalam tubuh manusia, di mana udara yang berlebihan di dalam perut terkumpul, kemudian keluar melalui mulut. Kondisi ini, biasanya disertai dengan gejala perut kembung akibat kekenyangan atau faktor lainnya yang terkadang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman.
Jika berdasar pada pengertian di atas, dapat dipahami bahwa sendawa berbeda dengan muntah. Namun, penting diingat, batal atau tidaknya sendawa tergantung dari cara kamu bersendawa. Sendawa yang hanya mengeluarkan udara, tentu tidak membatalkan puasa. Akan tetapi, jika sendawa yang diikuti dengan keluarnya makanan atau cairan dari perut, maka sangat penting untuk diperhatikan.
Dikutip NU Online, salah satu hal yang dapat membatalkan puasa adalah muntah secara sengaja. Namun, jika muntah yang terjadi tiba-tiba atau tidak sengaja, maka puasa tidak dianggap batal. Hal ini merujuk pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawun, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i, yang menjelaskan:
“Siapa saja yang muntah, maka ia tidak berkewajiban qada (puasa). Tetapi, siapa saja yang sengaja muntah, maka ia berkewajiban qada (puasa)."
Di samping itu, perihal tentang muntah yang bisa membuat puasa batal turut diterangkan oleh Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas al-Maliki dalam Ibanatul Ahkam, sebagai berikut:
“Mayoritas ulama berpendapat, jika muntahan bergerak turun kembali ke tenggorokan seseorang padahal ia sebenarnya bisa memuntahkannya, maka puasanya batal dan ia wajib mengqada-nya. Tetapi yang benar menurut Mazhab Hanafi, jika muntahan bergerak kembali ke tenggorokan seseorang dengan sendirinya, maka puasanya tidak batal. Abu Yusuf berpendapat bahwa puasa menjadi batal sebab muntahan kembali bergerak masuk (ke dalam perut) sebagaimana kembalinya muntahan sepenuh mulut.” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas al-Maliki, Ibnatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 306)
Dikutip Fikih Syiah, dapat disimpulkan bahwa bersendawa yang diikuti air atau bagian makanan keluar dari perut, kemudian telah sampai pada rongga mulut, maka hendaknya segera dimuntahkan. Akan tetapi, jika orang tersebut menelannya secara sengaja, maka puasanya dianggap batal.
Begitupun apabila air atau bagian makanan yang keluar dari perut bersamaan dengan sendawa. Jika masih berada di leher atau pangkal tenggorokan dan tidak memungkinkan untuk mengeluarkannya karena spontan tertelan, maka puasanya masih dianggap sah.