Di Yogyakarta, saat pandemik COVID-19 membuat suara kendaraan meredup dan kursi-kursi warung kosong lebih lama dari biasanya, Eri Kuncoro menyadari sesuatu yang lebih senyap daripada jalan yang lengang. Dapur para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) rupanya tidak lagi ramai. Di sekitar rumahnya, dia melihat para penjual makanan kebingungan menyiasati hari-hari tanpa pembeli. Mereka bukan hanya kehilangan uang, melainkan juga akses kepada kepastian makan bagi keluarga sendiri.
Dari kegelisahan itu, muncul gagasan yang sederhana, tetapi menggigit. Memantik terciptanya sebuah wadah yang bisa menghubungkan kembali tangan-tangan yang memasak dengan mereka yang membutuhkan makanan rumahan, meski jarak sosial memaksa semua orang berdiam di rumah. Yuk Tukoni besutan Eri Kuncoro mulai eksis bukan dari rapat bisnis atau perhitungan keuntungan, melainkan dari perasaan tidak enak melihat tetangga kesulitan.
