Mariana Yunita, Sosok yang Gigih Bergerak untuk Isu HKSR di NTT 

Pernah ditolak oleh kelompok gereja setempat

Mariana Yunita Hendriyani Opat atau yang akrab dipanggil Tata adalah sosok wanita tangguh dari Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berhasil mendapatkan penghargaan Satu Indonesia Award dari Astra Indonesia. Ini berkat kegiatannya melakukan edukasi kesehatan seksual reproduksi untuk kalangan anak-anak dan remaja di NTT.

Walaupun tidak memiliki latar belakang pendidikan yang terkait, Tata memiliki motivasi untuk bergerak terkait isu-isu Hak-hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR). Hal ini karena ia melihat masih adanya "tembok tabu" bagi anak-anak atau remaja dengan orang tuanya.

Orang tua masih sangat jarang memberikan edukasi seksualitas untuk anak-anaknya terkait perubahan-perubahan fisik yang terjadi saat memasuki masa puber. Selain itu, ia melihat banyaknya terjadi kasus-kasus kekerasan seksual di mana korban tidak tahu harus cerita ke mana terkait kasus yang menimpanya.

1. Berawal sebagai penyintas korban kekerasan seksual dan kekerasan berpacaran 

Mariana Yunita, Sosok yang Gigih Bergerak untuk Isu HKSR di NTT Tata (nomor dua dari kiri) (Dok. Mariana Yunita)

Tata adalah salah satu korban kekerasan seksual saat ia masih anak-anak. Kejadian ini ia alami hingga remaja dan saat kuliah ia pernah menjadi korban kekerasan dalam berpacaran. Walaupun ia sebagai penyintas, namun ia tidak terlalu tertarik akan isu-isu terkait HKSR.

Sampai suatu ketika ia diperkenalkan isu-isu HKSR ini oleh beberapa teman-temannya sehingga ia mulai menganggap hal ini adalah salah satu hal penting yang perlu disosialisaikan. Selain itu ia merasa kalau di Kota Kupang belum ada kelompok remaja yang konsen terhadap isu-isu ini.

"Setidaknya saat seseorang menjadi korban kekerasan seksual, ada tempat yang ia jadikan untuk bercerita terkait kejadian tersebut," ungkap Tata saat diwawancarai.

Kegalauan Tata bersama beberapa teman-temannya yang pernah mengalami kejadian serupa. Hal ini membuatnya bergerak membentuk sebuah komunitas yang bisa menjadi tempat bagi korban-korban pelecehan seksual untuk bercerita sekaligus juga untuk memberikan sosialisasi terkait isu-isu HKSR sebagai "tameng" agar bisa terhindar dari kekerasan seksual.

Pada tahun 2016, ia bersama salah seorang temannya memutuskan membentuk sebuah komunitas yang ia berinama Tenggara Youth Community. Dalam komunitas ini Tata berperan sebagai founder sekaligus penasihat.

2. Membuat program Bacarita Kespro untuk edukasi terkait isu-isu HKSR 

Mariana Yunita, Sosok yang Gigih Bergerak untuk Isu HKSR di NTT kegiatan Bacarita Kespro (Dok. Mariana Yunita)

Dalam perjalanannya untuk memberikan edukasi terkait isu-isu HKSR, Tenggara Youth Community membuat sebuah program yang diberinama Bacarita Kespro. Bacarita sendiri diambil dari bahasa Melayu Kupang yang berarti bercerita. Hal ini agar lebih bisa diterima di masyarakat dan menggunakan bahasa yang berkesan santai. Bacarita menjadi sebuah metode yang digunakan dalam kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh Tenggara Youth Community.

Tata mengungkapkan, saat pertama kali melakukan kegiatan pada 30 Agustus 2016 di Pusa Pelayanan Anak (PPA) di Kupang, mendapatkan respons yang sangat baik karena metode sosialisasi yang dilakukan sangat berbeda dengan metode-metode sosialisasi yang ada yang terkesan kaku.

"Saat itu kami melakukan sosialisasi dengan menggunakan games dan kegiatan-kegiatan yang disukai oleh anak-anak. Pihak PPA mengatakan kalau hal ini adalah hal baru dan sangat bagus bagi anak-anak," ujar Tata yang juga sebagai karyawan swasta di salah satu LSM di Kupang.

Tenggara Youth Community menciptakan sendiri metode-metode sosialisasi yang selalu disesuaikan dengan kelompok-kelompok yang akan dikunjungi. Sebelum melakukan sosialisasi, mereka biasanya melakukan survei terlebih dahulu untuk mendapatkan informasi detail mengenai kelompok yang akan dikunjungi.

3. Pernah ditolak oleh kelompok gereja karena masih dianggap tabu 

Mariana Yunita, Sosok yang Gigih Bergerak untuk Isu HKSR di NTT kegiatan Tenggara Youth Community (Dok. Mariana Yunita)

Kegiatan sosialisasi yang diadakan Tenggara Youth Community terkait isu-isu HKSR tidak berjalan mulus. Hal ini karena isu-isu HKSR ini masih dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat untuk diberikan kepada anak-anak dan remaja.

Orang tua masih tidak mau berkomunikasi dengan anaknya terkait edukasi-edukasi seksual kepada anaknya. Menurut Tata, Ada salah satu pengalaman menarik saat ditolak oleh kelompok gereja terkait kegiatan yang dilakukan Tenggara Youth Community.

"Saat itu kami akan melakukan kegiatan sosialisasi ke salah satu gereja dan oleh pihak gereja kami ditegur agar tidak melakukan kegiatan edukasi terkait HKSR karena mereka memiliki anggapan pendidikan seksualitas itu berarti pendidikan untuk melakukan seks bebas, sehingga anak-anak atau remaja melakukan pacaran yang tidak sehat seperti terjadi kehamilan di luar nikah," ungkap Tata yang merupakan alumnus Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana di Kupang.

Lebih lanjut Tata mengungkapkan, kalau ia mengerti akan kekhawatiran yang dimiliki oleh pihak gereja. Ia bersama Tenggara Youth Community melakukan pendekatan-pendekatan dan diskusi-diskusi bersama pihak gereja.

"Saat itu pihak gereja meminta agar penjelasan-penjelasan saat edukasi dikorelasikan dengan Alkitab dan mereka meminta agar tidak membahas mengenai kondom," ujar perempuan kelahiran 1992 ini.

Baca Juga: KBA Cengkareng Timur dan Antusias Warga Rawat Lingkungan Bersama

4. Salah satu pencapaian terbaik adalah berhasil menekan tradisi Sifon di Pulau Timor 

dm-player
Mariana Yunita, Sosok yang Gigih Bergerak untuk Isu HKSR di NTT kegiatan Tenggara Youth Community (Dok. Mariana Yunita)

Di Pulau Timor terdapat suatu tradisi unik yang dinamakan Sifon. Sifon ini adalah tradisi sunat untuk remaja laki-laki dimana dilakukan secara tradisional. Sifon dilakukan oleh seorang dukun yang menggunakan bambu untuk melakukan sunat.

Yang membuatnya unik, setelah dilakukan sunat dengan bambu tersebut, saat penisnya masih berdarah laki-laki tersebut diharuskan melakukan hubungan seksual dengan peremupan yang sudah disiapkan oleh si dukun. Hal ini bertujuan untuk meredakan rasa nyeri.

Walaupun tradisi ini mash dilakukan dalam jumlah yang tidak begitu banyak, namun memicu peningkatan kasus HIV/AIDS di wilayah Pulau Timor. Tata bersama Tenggara Youth Community tergerak untuk melakukan sosialisasi kepada warga di Pulau Timor untuk menekan pelaksanaan tradisi Sifon ini.

"Setelah kami melakukan sosialisasi di salah satu desa di Pulau Timor, kami mendapatkan kabar dari pastor yang menjadi pendamping kami saat itu bahwa para remaja laki-laki mulai mengumpulkan rekan remaja lainnya untuk bersama-sama melakukan sunat masal di puskesmas yang dilakukan sesuai standar kesehatan," ujar Tata.

Tata bersama Tenggara Youth Community merasa sangat senang karena sosialisasi yang mereka lakukan membuahkan hasil mengingat kondisi daerah tersebut yang memiliki akses terbatas, tanpa jaringan internet, bahkan air pun susah didapat.

5. Pandemik membawa masalah dalam kegiatan sosialisasi Tenggara Youth Community 

Mariana Yunita, Sosok yang Gigih Bergerak untuk Isu HKSR di NTT kegiatan Tenggara Youth Community (Dok. Mariana Yunita)

Awal tahun 2020, pandemik COVID-19 melanda negeri ini. Pandemik ini melumpuhkan seluruh kegiatan yang ada di masyarakat. Begitu juga dengan kegiatan-kegiatan sosialisasi yang diadakan oleh Tenggara Youth Community. Semua kegiatan sosialisasi terhenti karena kasus-kasus COVID-19 meningkat.

"Wah, awal pandemik saat kasus COVID-19 sedang tinggi-tingginya di daerah Kupang membuat kami kebingungan. Kami tidak tau harus berbuat apa karena kegiatan kami adalah kegiatan tatap muka yang berupa kunjungan langsung ke komunitas-komunitas," ujar Tata.

Kemudian Tenggara Youth Community mulai beradaptasi untuk melakukan kegiatan tersebut secara online. Awalnya mereka mencoba untuk menggunakan grup WhatsApp, namun mengalami kendala di mana harus merespons dan mengetik dengan cepat sehingga membuat jari tangan kelelahan.

Mereka lalu mencoba menggunakan aplikasi Zoom dan Google Meet di mana mereka mencoba untuk menampilkan tatap muka daring ini menjadi lebih menarik. Selain itu Tenggara Youth Community juga sering melakukan live melalui Instagram.

Saat kasus COVID-19 mulai melandai, kegiatan tatap muka kembali diadakan namun untuk beberapa daerah saja. Hal ini karena masih banyak anak-anak dan remaja yang belum divaksinasi.

"Kami berharap tahun depan bisa kembali melakukan kegiatan tatap muka seperti sebelumnya. Kami juga kangen dengan kegiatan-kegiatan sosialisasi ini," ungkap Tata.

6. Memiliki beberapa mimpi yang masih tertunda 

Mariana Yunita, Sosok yang Gigih Bergerak untuk Isu HKSR di NTT kegiatan Tenggara Youth Community (Dok. Mariana Yunita)

Dalam 5 tahun perjalanan Tenggara Youth Community ini tentunya masih banyak PR-PR atau impian-impian yang belum terwujud. Tata sendiri berharap agar isu HKSR ini minimal bisa menjadi ekstra kurikuler di sekolah-sekolah atau bisa menjadi bahan edukasi untuk kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh gereja.

Ia juga berharap bisa melakukan kerja sama dengan dinas kesehatan dan puskesmas dimana instansi ini memiliki layanan ramah remaja.

"Setidaknya kami bisa didukung agar sosialisasi terkait isu HKSR ini bisa menjangkau lebih banyak anak-anak dan remaja lagi. Selama ini untuk dukungan dari pemerintah masih belum terlihat," ujar Tata penuh harap.

Mimpi besar lainnya adalah, ia berkeinginan agar Tenggara Youth Community ini menjadi suatu lembaga yang berbadan hukum sehingga bisa melakukan pendampingan yang lebih baik terhadap korban-korban kekerasan seksual dan bisa memiliki rumah singgah agar korban-korban tersebut bisa lebih nyaman dan aman saat pendampingan.

Selain itu , sebagai suatu lembaga yang berbadan hukum ia berharap bisa membuka cabang-cabang di daerah lainnya di NTT sehingga bisa memberikan pelayanan yang lebih maksimal.

Saat ini anggota yang sudah bergabung di Tenggara Youth Community berjumlah 42 orang di mana tersebar di beberapa daerah NTT, bahkan ada yang tinggal di Malang, Bali, dan Jakarta. Sebagai penerima Satu Indonesia Award, Tata mengucapkan terima kasih kepada pihak Astra Indonesia.

Melalui Satu Indonesia Award ini, Tenggara Youth Community menjadi bisa dikenal lebih luas lagi. Selain itu ia dan Tenggara Youth Community mendapatkan jembatan-jembatan penghubung kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan kegiatan mereka.

Tersenyumlah Indonesia sudah memiliki orang-orang tangguh dari berbagai daerah di nusantara ini!

Baca Juga: Mengenal Kiprah Elmi Sumarni Ismau, Anak Muda Inspiratif dari NTT

Ari Budiadnyana Photo Verified Writer Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya