Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pengelolaan keuangan (pexels.com/Defrino Maasy)
ilustrasi pengelolaan keuangan (pexels.com/Defrino Maasy)

Intinya sih...

  • Rasio dana darurat minimal 3-6 kali lipat dari pengeluaran bulanan, simpan dalam instrumen likuid

  • Rasio biaya konsumtif idealnya 15 persen dari total penghasilan, harus ada pendapatan tambahan jika melebihi batas

  • Rasio utang maksimal 50 persen dari total nilai aset, untuk menghindari risiko macet bayar utang

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kemapanan finansial dengan kondisi siklus yang sehat menjadi idaman bagi semua orang, ya. Tak jarang, tanpa penghitungan yang tepat, seseorang bisa terlena dengan merasa arus keuangannya itu sudah sehat. Terlebih saat terlalu nyaman hidup aman dan menyenangkan.

Sebagai bahan evaluasi untuk mengatur keuangan, ada lima jenis rasio yang sebaiknya terpenuhi batas minimalnya supaya siklus finansial jadi sehat. Mulai dari rasio dana darurat, biaya konsumtif, utang terhadap aset, tabungan, hingga likuiditas. Berikut ulasan selengkapnya.

1. Rasio dana darurat

ilustrasi pengelolaan keuangan (pexels.com/Kaboompics.com)

Idealnya, dana darurat itu senilai 3 hingga 6 kali lipat dari total pengeluaran bulananmu, ya. Jadi, jika misal pengeluarannya itu rata-rata senilai Rp10 juta, maka minimal kamu harus punya dana darurat minimal Rp30 juta, ya.

Satu hal penting lainnya, simpan dana daruratmu dalam instrumen yang liquid seperti berupa tabungan atau deposito jangka pendek. Sesuai dengan namanya, dana darurat ini bisa kamu pakai di situasi dan kondisi genting. Dengan sifatnya yang liquid sehingga dana bisa mudah dicairkan secara tunai dan langsung dipakai untuk urusan daruratmu, ya.

2. Rasio biaya konsumtif

ilustrasi kegiatan belanja (pexels.com/Mike Jones)

Gak bisa dipungkiri, namanya juga hidup dengan segala beban yang ada, tentu butuh refreshing. Mulai dari liburan hingga belanja ke seluruh penjuru dunia yang kita suka. Tapi, semua ada batasannya, apalagi untuk rasio biaya konsumtif.

Yakni, idealnya sebesar 15 persen dari total penghasilanmu atau jika contohnya penghasilan di angka Rp10 juta, maka batas finansial sehat untuk biaya konsumtif ialah sebesar Rp1,5 juta.

Jadi, kalau masih kurang? Tentu finansialmu jadi gak sehat. Kalau tetap mau lebih dari Rp1,5 juta buat jalan-jalan, artinya kamu harus punya pendapatan tambahan. Ya, ada pengorbanan, ada hasil yang bisa kamu tuai, begitulah hukumnya.

3. Rasio utang terhadap aset

ilustrasi pengelolaan keuangan (pexels.com/Pixabay)

Bicara soal utang dalam urusan cek kesehatan finansial, arahnya gak selalu negatif, ya. Utang di sini bisa dalam bentuk produktif seperti misalnya utang ke bank untuk tambahan biaya operasional bisnis.

Nah, biar sehat dan aman secara jangka panjang, idealnya batas utang itu maksimal 50 persen dari total nilai aset yang kamu miliki. Mudahnya, misal total asetmu itu di angka Rp1 miliar, maka maksimal nilai utang ialah di angka Rp500 juta.

Mengapa begitu? Jelas saja untuk menghindari risiko macet bayar utang karena situasi dan kondisi yang tak terduga. Sehingga, utangmu itu masih bisa terbayarkan oleh kepemilikan asetmu tanpa harus membuatnya terkuras habis dan bikin kamu jadi game over.

4. Rasio tabungan

ilustrasi pengelolaan keuangan (pexels.com/Lukas)

Gak ketinggalan, kemampuan menabung juga jadi indikator sehat atau tidaknya finansialmu. Nah, idealnya tabunganmu itu minimal senilai 10 persen dari total penghasilanmu. Maka, jika contoh gajimu ialah Rp10 juta per bulan, artinya minimal harus bisa menabung sebesar Rp1 juta di setiap bulannya.

Lantas bagaimana kalau bisanya menabung di bawah 10 persen total penghasilan? Jelas artinya kurang sehat secara finansial, meski tergantung pengeluarannya itu dibuat apa. Pastinya, tidak sehat finansial jika lebih banyak dihabiskan untuk biaya konsumtif, ya.

Sebaliknya, bagaimana jika bahkan bisa menabung lebih dari 10 persen total penghasilan? Jelas tidak apa, malah lebih baik. Tapi, jadi tidak sehat juga saat memaksakan diri untuk menabung sedangkan untuk biaya kebutuhan hidup jadi tidak optimal.

5. Rasio likuiditas

ilustrasi pengelolaan keuangan (pexels.com/Ahsanjaya)

Sama-sama harus likuid, tapi berbeda dari dana darurat. Kali ini rasio likuiditas dari total aset yang kamu miliki. Yakni, idealnya sebesar minimal 15 persen dari total nilai dari jumlah asetmu. Jadi, kalau contoh total asetmu itu senilai Rp1 miliar, artinya harus ada dana likuid atau yang bisa mudah dicairkan jadi uang cash minimal senilai Rp150 juta.

Ya, umumnya berniat bikin finansial jadi produktif dengan dijadikan berbagai aset, untuk investasi ini dan itu. Sampai-sampai lupa disisakan berupa uang cash yang siap pakai untuk peluang lain yang gak kalah produktif, misalnya potensi bisnis menjanjikan. Kalau mau jual aset? Tentu butuh waktu yang tepat, salah waktu malah bikin rugi saat dijual untuk dicairkan menjadi uang tunai.

Aset tertentu juga tidak bisa ditarik tunai kapan saja, misalnya seperti tanah, tentu tak bisa langsung terjual dalam waktu yang singkat. Sebaliknya, punya aset emas yang nilai jualnya cenderung naik bisa menjadi pilihan dana yang likuiditas yang tepat. Hal tersebut mengingat emas bisa kapan saja dijual menjadi uang tunai. Jadi, kalau mau finansial sehat dengan arah yang berkembang atau produktif, maka siapkan rasio likuiditas senilai minimal 15 persen dari total nilai asetmu, ya.

Dari sederet indikator jenis rasio untuk mengatur keuangan dalam menjaga kesehatan finansial, bagaimana dengan kondisi keuanganmu? Coba jawab dengan jujur. Jika finansialmu itu masih belum sehat, jangan lupa untuk terus dievaluasi dengan pertimbangan lima jenis rasio di atas, ya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team