"Kita butuh namanya special time one on one sama anak, salah satunya bisa ngemil bareng, mewarnai bareng, main bareng. Jadi kasih waktu 30 menit (untuk maisng-masing anak)," ujarnya.
Saat Kakak Punya Adik, Ini Cara Orangtua Menjalin Hubungan dan Bonding

Ketika kakak tak lagi sendiri, perasaan cemburu, iri dan mungkin tak lagi dipahami mungkin akan muncul. Kedatangan adik baru bagi anak sulung seolah merenggut euforia menjadi satu-satunya pusat atensi. Namun, rasa cemburu pada anak bisa dikendalikan dan diminalisir secara psikologis dengan langkah yang strategis.
Psikolog Anak dan Praktisi Therapeutic Play Anastasia Satriyo pada momen peluncuran Lexus Edisi Spesial BT21 pada Jumat (10/10/25) di Kanana Kids Cafe, Jakarta Selatan, menyampaikan beberapa cara bonding dengan anak melalui kegiatan sehari-hari yang sederhana. Hal ini juga dapat diterapkan untuk menghadapi gejolak emosi anak sulung yang harus berbagi dengan adiknya. Simak penjelasan Anastasia!
1. Special time one on one: Jadi langkah efektif membangun kedekatan dengan kakak tanpa membuat adik cemburu

Membangun bonding dengan anak pertama tak cukup dengan memberi perhatian ekstra. Orangtua juga perlu berupaya untuk menciptakan momen bermakna dengannya. Pendampingan yang penuh pengertian, komunikasi terbuka, serta perasaan cinta yang penuh akan membuat kondisi ini lebih harmonis.
Anastasia menyampaikan, orangtua dapat memberikan special time one on one kepada anak. Momen ini dilakukan secara adil, baik bagi anak pertama, kedua, dan maupun yang selanjutnya. Special time ini berlaku bagi orangtua dan anak, di mana keduanya menghabiskan waktu hanya berdua, misalnya ibu dengan kakak pertama secara mindful selama 30 menit, kemudian setelah 30 menit, jatah waktu yang sama diberikan pada anak kedua, begitu seterusnya.
Special time ini adalah momen bonding sebagai upaya untuk menciptakan komunikasi dan interaksi yang berkualitas. Annisa menegaskan yang dibutuhkan anak adalah one on one dan prinsip keadilan, sehingga pastikan setiap anak memiliki porsi masing-masing dengan durasi yang setara.
"Yang penting anak berasa spesial karena di momen itu cuma berdua doang," jelas Anastasia.
Ia juga menambahkan, anak bisa diberi pemahaman bahwa ini adalah spesial time, di mana setiap anak akan menghabiskan waktu khusus selama kurang lebih tiga puluh menit untuk melakukan rutinitas secara mindful berdua hanya dengan orangtuanya. Hal ini dinilai penting, karena kakak pertama sering merasa terpaksa mengalah karena kehadiran adiknya.
Anastasia menggambarkan situasi ini, "Jadi anak pertama gak langsung merasa gak adil. Karena seringkali, mereka langsung merasa 'mending aku gak usah jadi kakak, mendingan aku gak usah jadi mandiri, karena jadi mandiri, jadi dewasa itu gak enak'. Jadi kita perlu memang belajar pendekatan, cara-cara komunikasinya yang membuat anak kayak 'yaudah gak papa'."
Orangtua bisa mengatur waktu-waktu tertentu supaya kebersamaan dengan anak pertama tidak hilang secara tiba-tiba. Pasalnya, anak pertama mungkin tengah melalui fase yang lebih bergejolak secara emosi, sehingga lebih butuh didengarkan. Sementara adiknya mungkin belum memahami emosi secara utuh, sehingga kehadiran fisik orangtua lebih dibutuhkan.
2. Membangun bonding bersama anak dengan snacking time, ajarkan juga delay gratification yang bermanfaat untuk pengembangan karakternya saat dewasa

Bonding menjadi proses untuk membangun kedekatan emosional dengan anak. Tak selalu membutuhkan momen istimewa, bonding dapat dilakukan dari rutinitas yang konsisten sehari-hari. Anastasia menyebutkan, salah satu langkah untuk menjalin hubungan yang akrab dan dekat dengan anak dapat melalui aktivitas snacking time.
"Anak-anak tumbuh paling kuat saat merasa dilihat, dihargai, dan dicintai dalam keseharian mereka, termasuk di momen yang tampak sepele seperti waktu ngemil," ujarnya.
Snacking time juga bisa menjadi momen yang baik untuk mengajarkan delay gratification atau menunda untuk mendapatkan sesuatu secara cepat. Skill ini penting untuk menahan diri agar anak tak selalu memaksakan untuk mendapatkan apa yang diinginkannya saat itu juga.
Hal ini bisa diterapkan, misalnya dengan memberikan snack satu atau dua item saja, tidak selalu memberikan semua yang diminta. Orangtua telah mengatur porsi yang boleh diberikan lalu menegaskan bahwa anak hanya bisa mendapatkan snack tersebut sejumlah yang diberikan di waktu yang telah ditentukan pula.
"Karena kalau kita kebiasaan, saya suka lihat, banyak orangtua yang mungkin saking sayangnya sama anak itu sekarang anaknya boleh makan semuanya, saat ini juga. Sebenarnya itu gak baik karena melatih otak anak 'berarti harus yang saya mau, semua harus saya dapetkan sekarang'. Jadi nanti di masa dewasa, bahkan di masa remaja, gak paham kalau semua yang kita mau langsung datang sekarang. Nah melatih itu bukan tiba-tiba, itu dilatih dari hal-hal kecil sehari-hari dulu," imbuh Anastasia.
3. Menghadapi teman yang suka memukul, saatnya mengajarkan anak komunikasi dan mengelola emosi

Anak yang telah memasuki usia sekolah mungkin akan mulai mengeksplor dunia di luar rumahnya dan bertemu teman dengan berbagai karakter. Salah satunya adalah anak yang belum bisa mengendalikan emosi, sehingga sering memukul, mendorong, atau melakukan tindakan menyerang secara fisik.
Anastasia menyebutkan, ketika anak mendapat perlakukan kurang menyenangkan secara fisik dari temannya, cobalah untuk memberi pengertian. Hal ini dapat dilakukan sambil snacking time.
"Itu adalah teaching moment untuk mengajarkan, ini saatnya kamu berlatih untuk ngomong 'maaf ya, aku tidak suka digituin'. Jadi mungkin kalau temennya ada kebutuhan sensory (yang tidak terpenuhi), jadi suka dorong, anaknya dilatih bahwa ketika ada masalah ya dibicarakan," kata Anastasia.
Selain itu, anak juga bisa diajarkan untuk memberi tahu gurunya ketika merasa tidak nyaman. Orangtua terlebih dahulu memberi tahu bahwa guru adalah 'orang aman', yakni pihak yang akan mendengarkan atau membantu saat anak mengalami kesusahan. 'Orang aman' ini diperlukan agar anak tidak merasa sendiri dan merasa lebih didengarkan, sebab dikhawatirkan anak jadi takut ke sekolah jika sedang berkonflik dengan temannya.
"Itu satu basic needed, bahwa masalahnya akan selalu datang, emosi-emosi kita akan terpicu, tapi kita punya orang aman di rumah yang mau mendengarkan perasaan kita," tambah Annesa
Sementara, Anastasia sebut anak yang mungkin masih suka memukul di usia 5 tahun karena kurang terpenuhinya kebutuhan sensory. Misalnya tinggal di hunian yang sempit sehingga energinya tidak tersalurkan dengan baik atau kurang mengeksplorasi permainan di sekitarnya. Namun, tak memungkiri, beberapa anak bisa jadi tengah mengalami masalah tumbuh kembang, sehingga sebaiknya datang ke ahli untuk mengobservasi perilaku ini.
"Biasanya kalau pengalaman saya di klinik itu anak-anak 5 tahun yang masih suka dorong atau pun nakal itu biasanya punya hambatan sensory untuk tumbuh kembang," ujar Anastasia, mencontohkan anak yang gak memiliki tempat cukup untuk dorong-dorong, melempar bola sehingga kebutuhan sensory nya belum terpenuhi.
Nah, psikolog menganjurkan anak dan orangtua untuk melakukan kegiatan bersama serta membangun rutinitas yang baik dalam keseharian. Sebab, terbukti ternyata bonding dapat dilakukan dengan hal sederhana seperti snacking time.