6 Hal yang Bikin Perantau Haru Saat Idul Adha Tiba

Intinya sih...
- Di luar negeri, Idul Adha terasa berbeda tanpa aroma opor dan takbiran dari masjid
- Salat Ied di tempat sederhana di negeri minoritas Muslim menghadirkan rasa persaudaraan lintas budaya
- Jauh dari rumah, perantau bisa merenung lebih dalam dan menemukan makna kebersamaan dari kesendirian
Idul Adha selalu jadi momen spesial. Tapi buat kamu yang sedang tinggal di luar negeri, jauh dari keluarga dan tanah air, rasanya pasti sedikit berbeda. Mungkin gak ada aroma opor atau tawa riuh di pagi hari. Tapi justru di situlah letak keharuannya.
Menjadi Muslim perantau di negara orang saat Idul Adha bukan hal mudah. Tapi dari pengalaman itu, kamu justru menemukan makna ibadah, ketulusan, dan kebersamaan yang lebih dalam. Berikut enam hal yang sering bikin haru saat Idul Adha tiba dan kamu sedang di tanah rantau.
1. Takbiran yang terdengar sunyi, tapi menyentuh hati
Kalau di Indonesia, malam takbiran penuh suara gema dari masjid ke masjid. Tapi di luar negeri, kamu mungkin hanya mendengarnya dari YouTube atau speaker kecil di kamar.
Kesunyian itu bikin hati jadi reflektif. Kamu jadi lebih meresapi makna takbir: tentang keikhlasan, pengorbanan, dan kerinduan pada kampung halaman.
2. Salat Ied bareng komunitas, rasa kekeluargaan yang tiba-tiba dekat
Salat Ied di negeri minoritas Muslim sering kali digelar di taman kota, aula universitas, atau halaman masjid kecil. Tapi dari tempat sederhana itu, kamu merasa gak sendirian.
Kamu bertemu sesama Muslim dari berbagai negara, saling sapa dan senyum meski baru kenal. Rasa persaudaraan lintas budaya itu bikin haru dan hangat di tengah dinginnya perantauan.
3. Momen video call dengan keluarga yang penuh air mata tertahan
Gak bisa peluk ibu, cium tangan ayah, atau nyuapin keponakan kecil. Tapi kamu tetap menelepon pagi-pagi, sambil lihat mereka salat Ied di rumah.
Meskipun senyum ditampilkan di layar, kadang air mata jatuh juga. Rindu yang gak bisa diungkap dengan kata-kata bikin hati terasa sesak, tapi juga menguatkan.
4. Kurban digital jadi pilihan, tapi tetap penuh makna
Di rantau, kamu mungkin gak bisa lihat langsung proses penyembelihan. Tapi lewat platform digital, kamu tetap bisa berkurban.
Kamu sadar bahwa esensi kurban bukan soal melihat darah tertumpah, tapi tentang niat tulus berbagi dan mendekatkan diri pada Tuhan. Bahkan dari jauh pun, kamu tetap bisa menunaikannya dengan hati yang penuh syukur.
5. Masak sendiri menu lebaran, meski sederhana tapi penuh cinta
Gak ada ibu yang masak rendang, jadi kamu belajar masak sendiri. Kadang rasanya gak sama, tapi aroma dapur itu cukup untuk bikin kamu merasa "pulang" sejenak.
Kamu juga mungkin berbagi makanan dengan teman sekamar atau tetangga. Momen kecil ini bikin Idul Adha terasa tetap hangat dan gak sepi-sepi amat.
6. Idul Adha jadi waktu merenung, tentang rasa syukur dan pengorbanan
Jauh dari rumah justru bikin kamu punya waktu untuk merenung lebih dalam. Tentang seberapa besar pengorbanan orangtua, tentang arti memberi, tentang rindu yang gak bisa dibayar dengan apapun.
Kamu jadi lebih menghargai hal-hal kecil, lebih sadar akan karunia yang kadang luput disyukuri saat masih dekat dengan keluarga.
Justru dari jarak yang jauh itu, kamu menemukan arti kedekatan yang sebenarnya. Dari kesendirian, kamu belajar makna kebersamaan. Dan dari segala keterbatasan, kamu tetap bisa merayakan dengan penuh cinta dan ketulusan.
Untuk kamu yang merayakan Idul Adha di tanah rantau, peluk hangat dari jauh. Kamu gak sendiri, dan semoga kebahagiaan itu tetap hadir, meski dengan cara yang sederhana.