Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pexels/cottonbro

Kamu mungkin sering mendengar orang-orang di sekitarmu yang amat optimis dengan situasi pandemi saat ini. Mulai dari rasa optimis (tanpa alasan) bahwa COVID-19 akan berakhir sebentar lagi, keyakinan bahwa pasca lebaran keadaan kembali normal, atau juga positive thinking bahwa ia tidak akan terkena COVID-19.

Dengar, optimisme itu bagus, tapi tidak seharusnya diterapkan tanpa ada basis yang jelas. Optimisme dari basis yang kosong itu adalah delusi. Terlebih lagi, bisa jadi ini bukan merupakan optimisme atau positive thinking yang sesungguhnya, namun hanya denial atau penolakan terhadap kenyataan.

Karena itu, dibandingkan optimis atau positive thinking, bersikap realistis saat ini justru jauh lebih baik. Ini 5 alasannya!

1. Positive thinking berlebihan dapat membuat lengah dalam menghadapi COVID-19

Pexels/cottonbro

Ketika tidak dapat mengukur seberapa besar bahaya, ada dua hal yang mungkin terjadi. Seseorang menjadi terlalu takut atau malah terlalu menggampangkan.

Kemungkinan yang pertama bisa saja terjadi jika bahaya jelas terlihat. Sedangkan yang kedua, lebih berkemungkinan dialami banyak orang saat ini, karena virus corona itu sendiri tak tampak. Sehingga, sangat mudah ditemukan orang yang positive thinking berlebihan dalam menanggapi COVID-19.

Dan yang kedua ini pun dapat membuat orang merasa baik-baik saja ketika tidak ada di sekitarnya yang terkena COVID-19 atau lingkungannya masih tergolong aman. Akibatnya, siapa pun yang merasa terlalu aman ini akan lebih lengah dan bebas melakukan apa saja seakan-akan COVID-19 adalah hal sepele.

2. Sikap realistis justru membuatmu lebih termotivasi untuk menghindari penularan COVID-19

Pexels/cottonbro

Kenapa bersikap realistis sangat perlu? Karena dengan beginilah kita bisa melihat dengan adil, seperti apa harusnya kita memandang pandemi ini.

Dengan begitu, kita bisa dengan lebih objektif menilai seberapa parah, dan seberapa besar harusnya tingkat kewaspadaan kita. Dengan tahu bahwa COVID-19 bukanlah sesuatu untuk diremehkan, kita juga akan lebih mematuhi segala bentuk anjuran agar terhindar dari penularan.

3. Berpotensi menimbulkan congkak dan membuat orang lain berisiko

Pexels/cottonbro

Masih sangat banyak memang, orang yang sangat percaya diri bahwa dirinya amat kuat dan COVID-19 tidak akan menyentuh dirinya, atau setidaknya pemukimannya. Sambil bersikap percaya diri, orang-orang tersebut dengan perasaan leluasa pergi ke mana pun meski tidak ada keperluan mendesak.

Sebetulnya ini memang sikap congkak, karena merasa lebih superior. Tapi, lebih dari itu, kesembronoan seperti ini pun menyebabkan orang lain dalam resiko.

Perlu selalu diingat bahwa faktanya ada para OTG (Orang Tanpa Gejala) yang bisa saja menularkan SARS-CoV-2 pada orang lain. Di samping itu, bisa jadi si OTG ini belum pernah menjalani tes COVID-19.

4. Menimbulkan kecemasan pada orang lain yang malah berikap waspada

Pexels/Anna Shvets

Siapa pun yang bertahan #DiRumahAja tentu gemas melihat tingkah orang lain yang masih seenaknya keluar rumah tanpa kebutuhan yang berarti. Bukan cuma itu, rasa gemas ini pun sebetulnya membuat orang yang waspada malah menjadi lebih cemas.

Karena, mereka yang waspada telah paham betul kedisiplinan sangat berarti dalam mencegah bertambah banyaknya pasien COVID-19. Sehingga, orang-orang yang masih seenaknya, sebetulnya bukan hanya membahayakan secara fisik saja, namun juga mental orang lain.

5. Sikap naif hanya akan membuatmu kecewa

Ilustrasi merasa bosan. (Pexels.com/David Fagundes)

Banyak orang yang cukup percaya diri untuk mengatakan bahwa pandemi ini akan segera berakhir. Di balik itu, mereka mengatakannya tanpa ada alasan yang jelas, entah alasan berbasis penelitian, ataupun mengutip dari ahlinya. Intinya, itu hanya sikap penolakan terhadap pandemi ini.

Tentu saja tidak ada yang suka dengan situasi ini, tapi berharap secara naif bukanlah solusi yang ideal. Yang bisa kita lakukan saat ini adalah hadapi realitanya, dan cari tahu sebanyak mungkin informasi semampu kita.

Kenapa kita justru perlu banyak belajar tentang pandemi ini? Agar nantinya kita tidak kecewa jika keadaan tidak sesuai harapan. Terlebih lagi, semakin banyak informasi yang kita dapatkan, semakin bijak kita menghadapi COVID-19.

Itulah beberapa alasan perlunya bersikap realistis di saat ini. Jangan sampai kita mengelu-elukan optimis atau positive thinking, padahal itu hanya sikap melarikan diri saja.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team