Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Buku Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring (Dok. Pribadi/Ruslan Abdul Munir)
Buku Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring (Dok. Pribadi/Ruslan Abdul Munir)

Intinya sih...

  • Buku "Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring" mengajak pembaca memahami proses kedukaan sebagai perjalanan untuk kembali mengenal hidup.
  • Kutipan dalam buku tersebut menyentuh terkait bernapas, rasa sedih, cinta, tekanan sosial, keheningan, dan pentingnya membersihkan hati dari duka masa lalu.
  • Melalui kutipan-kutipan dalam buku ini diharapkan dapat menjadi inspirasi untuk menghadapi proses kedukaan dan merawat rasa duka seperti saat mencuci piring kotor.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Melalui buku Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring, pembaca diajak untuk memahami bahwa berduka bukan sekadar melewati kesedihan, melainkan sebuah perjalanan untuk kembali mengenal hidup. Buku ini merupakan karya dari seorang psikiater indonesia yaitu dr. Andreas Kurniawan, Sp. KJ. Pada tahun 2024 buku ini terpilih sebagai Book of the Year IKAPI Award.

Dalam buku tersebut, banyak sekali kutipan-kutipan yang menyentuh terkait proses penyembuhan kedukaan. Kutipan yang mengajarkan bahwa bernapas, bersedih, menangis, dan bahkan diam, semua adalah bagian alami dari proses bertahan.Tidak ada seorang pun yang ingin mengalami kedukaan, namun pada akhirnya kedukaan itu pasti akan datang. Berikut tujuh kutipan atau quotes dalam buku Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring. Simak sampai akhir ya!

1. Bernapas merupakan cara sederhana untuk bertahan di tengah luka

Ilustrasi seorang pria berdiri di depan jendela (Pexels.com/Demeter Attila)

"Menangis ataupun marah, jangan lupa untuk bernapas. Mengembuskan nafas adalah cara tercepat untuk meredakan rasa sakit. Bernafas adalah tanda bahwa kita masih hidup."

Dalam badai emosi yang melanda, seseorang kerap lupa bahwa bernapas adalah alat paling sederhana sekaligus paling ampuh untuk bertahan. Tarikan dan hembusan nafas menjadi pengingat bahwa meski dunia terasa runtuh, kamu masih punya kendali atas satu hal: bertahan hidup. Bernapas bukan sekadar fungsi tubuh, tetapi juga simbol perlawanan terhadap rasa sakit.

2. Sedih dan senang, dua perasaan yang sama-sama layak dirayakan

Ilustrasi seorang pria sedang bersedih (Pexels.com/ Eman Genatilan)

"Jadi, sebenarya rasa sedih dan senang itu sama-sama normal dan wajar, sayangnya rasa sedih kurang populer saja. Kita sebagai manusia lebih mengidolakan rasa senang dibandingkan saudaranya, rasa sedih."

Dalam budaya yang mengagungkan kebahagiaan, rasa sedih sering dianggap sebagai sesuatu yang harus disembunyikan. Namun kenyataannya, sedih dan senang adalah dua perasaan yang sama-sama sah. Dengan mengakui keduanya, kamu memberi ruang bagi diri sendiri untuk tumbuh utuh, tanpa berpura-pura kuat sepanjang waktu.

3. Cinta dan duka bagaikan dua sisi koin yang sama

Ilustrasi seorang pria sedang mengalami duka (Pexels.com/Pixabay)

"Pada dasarnya, cinta dan duka adalah dua sisi dari koin yang sama. Di satu sisi terukir semua kenangan kita bersama orang tersebut. Semakin besar ukuran kenangannya dan semakin indah ukirannya, maka akan berhubungan juga dengan ukuran dan ukiran di sisi sebaliknya, yaitu duka."

Duka yang dalam hanya mungkin lahir dari cinta yang besar. Rasa sakit yang dirasakan adalah cerminan dari betapa berharganya kenangan yang pernah dimiliki. Dengan memahami ini, kamu bisa melihat duka bukan sebagai musuh, melainkan sebagai bukti betapa kuatnya cintamu.

4. Bersegera dalam berduka, jangan terlalu lama

Ilustrasi seorang pria merasa putus asa (Pexels.com/Andrea Piacquadio)

"Di dunia yang terburu buru ini, mungkin kita memang perlu beradaptasi. Bahkan, berduka pun perlu dilakukan secara terburu buru. Bagaimanapun, bukankah orang yang berduka perlu segera kembali ke kehidupan orang-orang normal."

Ada tekanan sosial yang memaksamu untuk "cepat sembuh" dari kesedihan, seolah duka adalah sesuatu yang memalukan. Kutipan ini mengajak kamu untuk menyadari ketidakadilan itu. Namun, dalam keterbatasan waktu dan ruang yang diberikan dunia, kamu tetap berhak memberikan waktu bagi diri sendiri untuk pulih dengan ritmemu sendiri.

5. Mencari keseimbangan di antara keheningan dan keriuhan dunia

Ilustrasi seorang pria sedang melakukan meditasi (Pexels.com/Maik Kleinert)

"Sadarilah bahwa keheningan bisa membantu juga. Kita bisa belajar mandiri, menjalani hidup sendiri sebisa kita. Keheningan adalah sisi lain dari bisingnya dunia. Ramai dan hening, koneksi dan sepi, adalah suatu keseimbangan yang juga akan kita cari dalam hidup."

Kehidupan yang sehat bukan hanya tentang koneksi dan kesibukan, tetapi juga tentang keheningan dan kesendirian. Dalam sunyi, kamu menemukan ruang untuk berdamai, menyusun ulang diri, dan menguatkan jiwa. Ramai dan sepi bukan dua kutub yang harus dihindari, melainkan dua sisi yang perlu diseimbangkan.

6. Membersihkan hati dengan cara belajar mencuci luka, seperti mencuci piring

Ilustrasi seorang pria sedang mencuci piring (Pexels.com/ Kampus Production)

"Kadang, kita membawa sisa perasaan tersebut ke masa depan. Seperti halnya piring yang tidak bisa digunakan bila kita tidak menyingkirkan sisa makanan dan mencucinya, maka hati kita yang berduka pun tidak bisa digunakan dengan baik bila tidak dicuci."

Hati yang dibiarkan kotor oleh duka masa lalu akan sulit menerima kebahagiaan baru. Seperti piring kotor, hati pun perlu dibersihkan melalui proses refleksi, penerimaan, dan pengampunan. Membersihkan luka bukan berarti melupakan, tapi membebaskan diri dari beban yang tak lagi perlu dibawa.

7. Menangis adalah ekspresi alami yang menyertai luka

Ilustrasi seorang pria sedang menangis (Pexels.com/Alena Darmel)

"Apabila sedih adalah sebuah emosi, maka menangis adalah sebuah perilaku yang muncul mendampingi emosi tersebut. Sama seperti senyum dan tawa yang mendampingi rasa senang, maka perilaku menangis itu pun sesuatu yang alami."

Menangis adalah respon alami terhadap kesedihan, sama sahnya dengan tersenyum saat bahagia. Kamu tidak perlu malu ketika air mata mengalir, karena itu adalah cara tubuh dan jiwa bekerja sama untuk mengurangi beban emosi. Menangis bukan tanda kelemahan, melainkan bukti bahwa kamu manusia.

Beberapa kutipan dalam buku Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring  semoga dapat menjadi inspirasimu untuk menghadapi proses kedukaan. Pada dasarnya tidak ada orang yang benar-benar suka mencuci piring, sama seperti tidak ada yang ingin mengalami duka.

Namun, keduanya merupakan hal yang harus dihadapi dan dilakukan, tidak bisa dihindari dalam hidup seseorang. Dengan mengenali, menerima, dan merawat rasa duka seperti saat mencuci piring kotor, kamu perlahan menyiapkan ruang baru dalam hati untuk hidup kembali. Karena berduka bukanlah tanda kelemahan, berduka adalah bagian dari mencintai dan menjadi manusia sepenuhnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team