Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

3 Cara Sosial Media Bikin Kamu Boros, Sering Tidak Disadari!

Ilustrasi berbelanja (Pexels.com/Gustavo Fring)
Ilustrasi berbelanja (Pexels.com/Gustavo Fring)
Intinya sih...
  • Konten "inspirasi" memicu impuls belanja
  • Budaya "treat yourself" mendorong pemborosan
  • Influencer lifestyle menciptakan standar hidup tak realistis

Di zaman sekarang, sosial media udah jadi bagian dari hidup hampir semua orang. Mulai dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, kita scrolling Instagram, TikTok, atau Twitter entah berapa kali. Sekilas, keliatannya cuma hiburan. Tapi tanpa sadar, sosial media juga bisa jadi penyebab utama kenapa uangmu cepat habis, meski kamu ngerasa gak beli apa-apa.

Masalahnya, kita sering gak sadar bahwa ada biaya tak kasat mata yang datang dari kebiasaan online. Bukan cuma karena liat iklan, tapi karena sosial media secara psikologis mengubah cara kita melihat uang, gaya hidup, dan kepuasan diri. Berikut ini adalah tiga cara halus sosial media bikin kamu boros tanpa kamu sadari, lengkap dengan penjelasan kenapa itu bisa terjadi.

1. Konten “inspirasi” yang ternyata memicu impuls belanja

Ilustrasi berbelanja (Pexels.com/AS Photography)
Ilustrasi berbelanja (Pexels.com/AS Photography)

Scroll Instagram atau TikTok, kamu pasti sering liat konten dengan tagar seperti #inspo #haul #wishlist #rekomendasitiktok. Mulai dari outfit, skincare, makanan, hingga furniture lucu buat kamar. Kontennya estetik, diedit rapi, diselingi musik yang bikin nyaman. Tanpa kamu sadari, itu semua memengaruhi keinginanmu untuk ikut punya.

Misalnya, kamu awalnya cuma mau cari ide dekor kamar. Tapi setelah nonton satu video "room makeover", kamu jadi ingin beli lampu tidur estetik, meja lipat, cermin tinggi, dan beberapa dekor lain yang padahal belum tentu kamu butuh. Yang lebih tricky, konten semacam ini gak kelihatan maksa. Justru tampilannya ringan dan sangat smooth, jadi kamu gak merasa sedang jadi target market.

Inilah yang disebut soft marketing. Kita gak sadar lagi dikasih iklan, karena dikemas sebagai inspirasi. Bedanya dengan iklan biasa? Kalau iklan biasanya kamu skip, kalau konten inspirasional kamu malah simpan dan cari link-nya.

Efek psikologisnya: kamu mulai membandingkan hidupmu dengan orang lain dan merasa "kurang". Jadi tanpa kamu sadari, kamu belanja bukan karena perlu, tapi karena ingin menyamai standar estetika yang ada di dunia maya.

2. Budaya “treat yourself” yang bikin kita gampang banget cari alasan untuk jajan

Ilustrasi wanita berbelanja (Pexels.com/Alexandra Maria)
Ilustrasi wanita berbelanja (Pexels.com/Alexandra Maria)

Sosial media juga mendorong budaya self-reward dengan cara yang kelihatan positif tapi bisa menjebak. Kita diajarkan bahwa gak apa-apa belanja demi kebahagiaan diri sendiri. Ada meme yang bilang:

“Kerja capek-capek, masa gak boleh jajan self reward?”

“Gak usah mikirin tabungan dulu, yang penting waras!”

Sekilas terdengar sebagai bentuk self-love. Tapi kalau terus-terusan, ini bisa jadi justifikasi untuk keputusan finansial yang impulsif. Masalahnya, sosial media bikin momen-momen kecil terasa perlu dirayakan dengan belanja. Capek kerja? Jajan. Gajian? Checkout keranjang. Bad mood? Beli skincare baru. Good mood? Beli juga, karena "lagi happy".

Siklusnya terus berulang, dan tanpa disadari, kita jadi mengasosiasikan emosi dengan pengeluaran. Ini yang bikin banyak orang gak bisa membedakan antara kebutuhan dan pelampiasan. Sosial media memperkuatnya dengan konten bertema "treat yourself", seolah belanja selalu jadi cara sehat untuk memulihkan diri. Padahal, kalau gak dikendalikan, pola ini justru bikin finansial kita keteteran dan nyesal belakangan.

3. Influencer lifestyle yang menciptakan standar hidup di luar kemampuan kita

Ilustrasi beauty vlogger (Pexels.com/Anna Nekrashevich)
Ilustrasi beauty vlogger (Pexels.com/Anna Nekrashevich)

Satu lagi hal yang sering luput disadari: banyak konten di sosial media dibuat oleh orang-orang yang memang hidup dari konten itu. Mereka punya budget, sponsor, bahkan penghasilan dari setiap video yang kamu tonton. Tapi sebagai penonton, kita sering gak pisahin antara "kebutuhan personal" dan "konten profesional".

Contohnya:

  • Seorang influencer skincare bisa coba 10 produk berbeda karena itu bagian dari kerjaannya.

  • Seorang food vlogger bisa jajan tiap hari karena dibayar untuk review makanan.

  • Seorang fashion creator ganti outfit terus-menerus karena memang itu kontennya.

Tapi ketika kamu sebagai penonton merasa harus ngikutin semua itu agar gak "ketinggalan zaman", kamu sedang bermain di medan yang gak seimbang. Akibatnya? Kamu bisa memaksakan gaya hidup yang seharusnya gak kamu jalani, hanya demi terlihat update atau dapat validasi dari dunia maya. Efeknya bukan cuma di dompet, tapi juga di mental. Kamu mulai merasa kurang kalau belum punya ini-itu. Bahkan bisa merasa gagal hanya karena hidupmu gak secantik feed orang lain.

Jadi, apa hal ini ada solusinya? Tentunya ada dong. Walaupun kita gak bisa sepenuhnya lepas dari sosial media, apalagi kalau pekerjaan atau hiburan kita bergantung di sana. Tapi kita bisa lebih sadar saat sedang scrolling. Berikut beberapa tips sederhana:

  • Filter konten yang kamu ikuti. Unfollow akun-akun yang terlalu sering bikin kamu pengin belanja atau membandingkan hidup.

  • Bikin delay sebelum checkout. Misalnya, tunggu 2 hari sebelum beli barang yang kamu lihat di sosmed. Kalau masih ingin setelah itu, baru beli.

  • Pisahkan emosi dan pengeluaran. Jangan jadikan belanja sebagai cara utama buat ngatur stres atau reward diri. Cari alternatif self-care lain yang gak butuh uang.

Sosial media memang seru, tapi juga bisa licik dalam memengaruhi keputusan finansial kita. Kita sering merasa udah cukup hemat, padahal boros banget karena pengaruh layar kecil di genggaman tangan.

Jadi kalau kamu ngerasa uang cepat habis tapi bingung ke mana, mungkin bukan karena kamu boros, tapi karena terlalu lama scrolling tanpa sadar. Yuk, mulai lebih sadar saat main sosial media, supaya dompet gak ikutan “over engagement” juga.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Agsa Tian
EditorAgsa Tian
Follow Us