Apa Itu Dirty Vote, Ramai Dibicarakan hingga Tuai Pro dan Kontra

Berikut poin-poin yang dibicarakan dan profil pemerannya

Dirty Vote merupakan film dokumenter hasil penyutradaraan Dandhy Laksono yang dirilis pada Minggu (11/2/24). Hingga Selasa (13/2/24) sore, film yang ditayangkan secara online melalui kanal Youtube PSHK Indonesia dan Refly Harun, secara akumulatif telah ditonton oleh lebih dari 10,4 juta kali. 

Film ini menjelaskan penggunaan instrumen kekuasan untuk memenangkan Pemilu 2024. Melalui sudut pandang 3 pakar hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari, yang menyoroti dugaan kecurangan pemilu, inilah pemaparan mengenai Dirty Vote.

1. Poin yang dijelaskan dalam Dirty Vote

Apa Itu Dirty Vote, Ramai Dibicarakan hingga Tuai Pro dan Kontrasalah satu cuplikan dari film "Dirty Vote" (youtube.com/PSHK Indonesia)

Film dokumenter dengan durasi 1jam 57menit ini menuai reaksi beragam dari masyarakat Indonesia menjelang hari pemungutan suara. Jika dirangkum dalam beberapa poin, film Dirty Vote menjelaskan mengenai beberapa hal yang diduga menjadi kejahatan terstruktur dalam pemilihan umum 2024.

Pertama adalah gagasan pemilu satu putaran yang dinilai Zainal tak semudah itu didapatkan. Pasalnya, selain 50 persen plus 1, syarat memenangkan pemilu adalah mendapat suara minimal 20 persen di setengah jumlah provinsi Indonesia atau (saat ini) 20 provinsi.

Selanjutnya dokumenter karya Dandhy juga menyoroti dugaan pejabat tingkat daerah yang tidak netral sehingga mengindikasi terjadinya kecurangan. Selain itu dipaparkan pula dugaan penyalahgunaan bantuan sosial atau fasilitas negara untuk kampanye. 

Terakhir yang menjadi sorotan dalam film tersebut adalah proses pencalonan Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden yang dinilai sebagai 'anak haram' konstitusi. Ketiga pakar menyebutkan, MK sebagai tembok terakhir demokrasi yang diharapkan dapat menjaga integritas demokrasi Indonesia malah dinilai berlaku sebaliknya.

2. Bivitri Susanti ingin masyarakat lebih memahami kecurangan dalam pemilu

Apa Itu Dirty Vote, Ramai Dibicarakan hingga Tuai Pro dan KontraPakar Hukum Tata Negara (HTN), Bivitri Susanti dalam seminar publik "Perlindungan Perempuan dalam Pemilu; Suarakan, Mau Apa di 2024" di Jakarta Pusat, Sabtu (2/12/2023) (IDN TImes/Lia Hutasoit)

Ketiga ahli hukum tersebut sontak menjadi sorotan setelah keterlibatannya dalam film dokumenter tersebut. Untuk diketahui, Bivitri Susanti adalah seorang pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.

Perempuan ini menjadi research fellow di Harvard Kennedy School of Government pada 2013-2014, visiting fellow di Australian National University School of Regulation and Global Governance pada 2016, dan visiting professor di University of Tokyo, Jepang pada 2018. Ia juga menerima Anugerah Konstitusi M. Yamin dari Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas dan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) sebagai Pemikir Muda Hukum Tata Negara pada 2018.

Bivitri menyelesaikan pendidikan S1 jurusan Ilmu Hukum di Universitas Indonesia pada 1998, kemudian melanjutkan jenjang magister di University of Warwick Inggris. Saat ini, Perempuan kelahiran 5 Oktober 1974 ini sedang menempuh studi doktoral di University of Washington School of Law, Amerika Serikat.

Bivitri setuju untuk bergabung dalam dokumenter ini dengan tujuan memaparkan indikasi kecurangan pemilu 2024, sebagaimana disampaikan dalam intro film tersebut, "Saya mau terlibat dalam film ini karena banyak orang yang akan semakin paham bahwa memang telah terjadi kecurangan yang luar biasa, sehingga pemilu ini tidak bisa dianggap baik-baik saja."

Baca Juga: Sutradara dan 3 Pakar Hukum Dirty Vote Akan Dilaporkan ke Bareskrim

3. Zainal Arifin Mochtar: jadikan film ini landasan penghukuman

Apa Itu Dirty Vote, Ramai Dibicarakan hingga Tuai Pro dan KontraProfil dan biodata Zainal Arifin Mochtar (Youtube.com/Dirty Vote)

Sementara Zainal Arifin Mochtar lulus sebagai sarjana Ilmu Hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2003. Studi magister dengan jurusan serupa ditempuh di Universitas Northwestern, Chicago, Amerika Serikat dan selesai pada 2006. 

Pada 2012, Zainal menyelesaikan pendidikan doktoral Ilmu Hukum di UGM. Ia juga menyelesaikan beberapa program summer school di bidang hukum, salah satunya Summer School Administrative Law, Universitas Gadjah Mada-Maastricht University, Belanda pada 2006 dan Summer School American Legal System, di Georgetown Law School, Washington, Amerika Serikat.

Zainal mengawali karier sebagai dosen hukum tata negara di UGM. Pada tahun 2022, dia ditunjuk sebagai Anggota Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan pada 2023 ditunjuk sebagai Wakil Ketua Komite Pengawas Perpajakan Periode 2023 hingga 2026.

"Jika anda menonton film ini, saya punya pesan sederhana. Satu, tolong jadikan film ini sebagai landasan untuk anda melakukan penghukuman," kata Zainal, pada pembukaan film.

4. Feri Amsari adalah aktivis yang berharap film ini dapat mendidik publik terkait pemilu

Apa Itu Dirty Vote, Ramai Dibicarakan hingga Tuai Pro dan KontraAkademisi Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari ketika menjelaskan sebaran wilayah yang harus dikuasai paslon saat pemilu 2024. (Tangkapan layar YouTube Dirty Vote)

Terakhir adalah Feri Amsari yang dikenal sebagai aktivis hukum dan akademisi Indonesia. Setelah lulus dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Sumatra Barat, laki-laki ini melanjutkan pendidikan magister perbandingan hukum Amerika dan Asia di William and Mary Law School, Virginia.

Feri pernah mengajar di Fakultas Hukum Universitas Andalas sebelum menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas masa jabatan 2017-2023.

"Film ini dianggap akan mampu mendidik publik betapa curangnya pemilu kita dan bagaimana ploitisi dalam memainkan publik pemilih hanya untuk memenangkan kepentingan mereka," ujar Feri.

5. Film lain karya Dandhy yang mencuri perhatian

Apa Itu Dirty Vote, Ramai Dibicarakan hingga Tuai Pro dan Kontrafilm karya Dandhy Laksono (dok. Watchdoc/Sexy Killersdok. Watchdoc/Dirty Vote)

Sebagai sutradara film, Dirty Vote bukanlah karya pertama Dandhy. Sebelumnya Ia telah melahirkan beberapa film dokumenter lain yang tak kalah mencuri atensi. Sejumlah karya Dandhy yang banyak menyoroti isu politik dan lingkungan, diunggah dalam kanal youtube Watchdoc.

Karya dokumenter lain oleh Dandhy misalnya Ada Samin vs. Semen menyoroti pabrik semen di kawasan pegunungan Kendeng dan dampaknya pada lingkungan. Selain itu ada Sexy Killers yang rilis tahun 2019, mengangkat sisi gelap tambang batu bara dan pembangkit listrik tenaga uap. 

Nah, itu tadi beberapa penjelasan terkait film Dirty Vote. Pemaparan di atas semoga dapat memberikan pencerahan untukmu mengenai isu yang tengah ramai diperbincangkan. 

Baca Juga: Suka Duka Bivitri Susanti Berkiprah di Dunia Hukum, Pernah Kena Hack

Topik:

  • Dina Fadillah Salma
  • Pinka Wima

Berita Terkini Lainnya