Suka Duka Bivitri Susanti Berkiprah di Dunia Hukum, Pernah Kena Hack

Awalnya gak ada rencana untuk berkecimpung di ranah hukum

Jakarta, IDN Times - Di Indonesia, memang belum banyak pengamat hukum yang datang dari kaum perempuan. Walau begitu, saat ini sudah ada beberapa pengamat hukum perempuan yang kerap aktif beropini di media sosial dan media massa. Salah satunya adalah Bivitri Susanti, seorang ahli hukum tata negara perempuan dan pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.

Bivitri Susanti juga merupakan salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK). Dalam program Real Talk with Uni Lubis by IDN Times pada Selasa (04/04/2023) di Studio IDN Media HQ, Bivitri menyampaikan perjalanan dan suka dukanya selama berkiprah di dunia hukum. Mulai dari awal mula tertarik pada hukum hingga kisahnya ketika mendapatkan ancaman dan hack di media sosial pribadinya.

1. Awalnya gak ada niat untuk berkiprah di dunia hukum

Suka Duka Bivitri Susanti Berkiprah di Dunia Hukum, Pernah Kena HackBivitri Susanti, Pakar Hukum Tata Negara dan pengajar, di program Real Talk with Uni Lubis pada Selasa (04/04/2023) di Studio IDN Media HQ (youtube.com/IDN Times)

Bivitri memiliki latar belakang pendidikan sampai S3 di ranah hukum. Saat ini, ia masih menjalankan studi S3-nya. Ternyata, awalnya Bivitri gak ada niat sama sekali untuk masuk ke dunia hukum. Momen yang membuatnya tertarik ke dunia hukum adalah ketika kebetulan ia lolos di Fakultas Hukum (FH) UI pada studi S1-nya.

"Saya adalah orang pragmatis dan yang jelas saya bukan dari keluarga privilege. Ayah saya PNS dan sudah pensiun. Jadi, ya udah, saya berpikir yang penting saya bisa bantu keluarga. Jadi momentumnya itu adalah ketika saya kebetulan lolos di FH UI dan ternyata seru juga. Saya milih FH UI itu pilihan ketiga sebenarnya. Pertama dan kedua adalah di bidang IPA," tutur Bivitri.

Momentum Bivitri berkuliah di FH UI pun berbarengan dengan peristiwa Mei '98. Sebagai anak hukum, tentu Bivitri sedikit banyak berkecimpung dengan aksi-aksi mahasiswa pada Mei '98. Kemudian, sejak saat itulah Bivitri akhirnya benar-benar tertarik pada ranah hukum, khususnya hukum tata negara.

"Di tahun 1997-1998, saya ikut pergerakan mahasiswa, jadi itu banyak mengubah pola pikir saya. Saya kan sebenarnya jurusan Hukum Bisnis. Namun, akhirnya skripsi saya keluar dari Hukum Bisnis. Tapi karena di UI itu gak boleh langsung keluar, jadi waktu itu saya topiknya Hukum Bisnis, tetapi perspektifnya Hukum Tata Negara. Itu juga akhirnya mengubah cara pandang saya 180 derajat tentang apa yang akan saya lakukan saat lulus kuliah," katanya.

Sejak saat itu, Bivitri memiliki keinginan untuk menjadi seorang wartawan, hakim, atau profesi lainnya yang memang berhubungan dengan dunia publik. Karena saat itu pun, Bivitri benar-benar memutuskan untuk menyelam di dunia hukum.

2. Membangun PSHK dan Sekolah THI Jentera dalam upaya meningkatkan literasi hukum

Suka Duka Bivitri Susanti Berkiprah di Dunia Hukum, Pernah Kena HackBivitri Susanti, Pakar Hukum Tata Negara dan pengajar, di program Real Talk with Uni Lubis pada Selasa (04/04/2023) di Studio IDN Media HQ (youtube.com/IDN Times)

Ketika Bivitri lulus S1, saat itu momennya bersamaan dengan jatuhnya Soeharto sebagai presiden RI. Hal tersebut membuat Bivitri sempat bingung dan galau tentang kelanjutan karier atau profesinya. Namun, waktu itu ada seniornya yang mengajak Bivitri membangun Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK).

"Saat itu, ada senior yang nawarin gabung di law firm. Tapi saya galau, jadi pikir-pikir dulu. Akhirnya dia hubungi saya untuk ngajak bikin PSHK. Jadi, saya yang ngerjain, mereka yang support. PSHK itu terbentuk sebelum saya lulus," ujarnya.

PSHK sendiri adalah lembaga penelitian dan advokasi untuk reformasi hukum. Latar belakang didirikannya PSHK ini masih karena peristiwa selama Mei '98.

"Idenya memang tentang studi hukum. Saat '98, urusannya selalu politik, jarang banget ada yang ngomongin hukum. Kalaupun hukum, ngomonginnya bagaimana mengadili Soeharto. Saya dan senior akhirnya berpikir, kita perlu perubahan, hukum gak bisa cuma mengadili aja. Akhirnya lewat PSHK, kita ngomongin pembaruan peradilan dan reformasi konstitusi. Jadi, idenya memang mengisi ruang soal hukum karena saat itu orang-orang ngomonginnya ekonomi dan politik," tambahnya.

Kepanjangan tangan dari PSHK yang dibangun oleh Bivitri adalah Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera. STH Indonesia Jentera diresmikan pada 2015. Saat ini, Bivitri juga turut mengajar di Sekolah Jentera. Menurut Bivitri, STH Jentera ini bertujuan agar pandangan hukum bisa masuk juga dalam kurikulum akademik.

"Idenya dari PSHK itu sendiri. Kami melihat bahwa akan lelah kalau cuma studi dan advokasi. Kami melihat, kita harus masuk ke pendidikan. Orang hukum kalau dikasih hukuman dan sanksi apa pun, gak akan takut. Untuk menumbuhkan integritas itu gak hanya lewat ceramah, namun memang harus dimasukkan ke kurikulum. Itulah kenapa kami membangun lembaga pendidikan, supaya kurikulum yang betul-betul memberikan cara pandang baru tentang hukum dan orang hukum harus bagaimana," jelasnya.

3. Keluarga menjadi support system yang utama bagi Bivitri

Suka Duka Bivitri Susanti Berkiprah di Dunia Hukum, Pernah Kena HackAhli di bidang tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti (www.pshk.or.id)

Dalam setiap perjalanan hidup, tentunya kita membutuhkan support system. Adapun support system utama bagi seorang Bivitri adalah keluarganya sendiri. Keluarga Bivitri pun selalu berusaha memahami pekerjaan yang ia lakukan. Gak bisa dimungkiri, pekerjaan Bivitri memang cukup riskan.

"Support system pastinya keluarga. Keluarga pasti deg-degan kalau saya ngomongin hukum di publik. Tapi, saya biasanya ngomong dulu ke mereka. Saya juga gak pernah menaruh keluarga di media publik karena untuk keamanan juga. Kalau saya lagi mau 'ngegas' soal hukum, pasti saya ngomong dulu ke keluarga. Mereka biasanya ngerti banget tentang itu atau kalau saya harus pulang malam dan sebagainya," katanya.

dm-player

Dukungan dan motivasi dari keluarga memang menjadi aspek terpenting. Tanpa adanya dukungan, maka perjalanan yang kita tempuh akan terasa kurang maksimal. Keluarga yang memahami pekerjaan kita juga tentunya menjadi motivasi tersendiri untuk kita.

Baca Juga: Cerita Karier Intan Ayu Kartika, Jadi Pemimpin di Lazada Indonesia

4. Selama berkiprah di dunia hukum, pernah mendapatkan hack dan ancaman

Suka Duka Bivitri Susanti Berkiprah di Dunia Hukum, Pernah Kena HackBivitri Susanti, Pakar Hukum Tata Negara dan pengajar, di program Real Talk with Uni Lubis pada Selasa (04/04/2023) di Studio IDN Media HQ (youtube.com/IDN Times)

Pekerjaan yang dilakukan oleh Bivitri bisa dikatakan cukup riskan karena berkiprah di dunia hukum atau politik. Bivitri juga sering menyuarakan pendapat atau opininya di media publik.

Tentunya, mungkin akan ada pihak-pihak tertentu yang merasa tersudutkan. Terbukti, Bivitri pun pernah mendapatkan hack dan ancaman dari pihak yang sampai sekarang gak ia ketahui.

"Pernah di-hack itu tahun lalu. Waktu itu, lagi mau ada momen demo Cipta Kerja. Kalau percobaan hack sebelumnya ada di tahun 2019, ketika reformasi dikorupsi. Tapi itu gak berhasil karena saya keburu diingetin temen. Terus, tahun lalu, hack-nya itu berhasil. Karena saat itu saya liburan, tahu-tahu Instagram dan WhatsApp saya gak bisa diakses. Mereka mempublikasikan dua poster di Instagram saya yang bilang bahwa, 'mahasiswa jangan demo'. Lalu, ada juga publish doxing lewat WhatsApp yang bilang saya 'open BO'. Itu juga menurut saya termasuk kekerasan berbasis gender," tutur Bivitri.

Gak sampai di situ, Bivitri juga mendapatkan ancaman lainnya, yaitu didatangi polisi ke rumahnya. Modus yang dilakukan yakni 'polisi' itu mencoba meminta fotokopi KTP keluarga Bivitri. Beruntungnya, Bivitri sudah memberikan warning kepada keluarganya,

"Saya udah ngasih tahu orang rumah, kalau ada apa-apa minta surat tugas. Dugaan kami, saya juga cerita ke teman-teman di kantor, 'polisi' itu tujuannya bukan hanya meminta fotokopi KTP, tapi memberikan peringatan bahwa saya sedang dalam pengawasan," katanya.

Meskipun pekerjaannya terkesan riskan, namun itu gak menjadi pematah semangat untuk Bivitri. Sampai sekarang, Bivitri tetap rutin menyuarakan opininya tentang hukum melalui media sosial pribadinya. Hal tersebut dilakukan juga agar masyarakat semakin melek terhadap ranah hukum dan politik.

5. Mengemas edukasi hukum menjadi menarik melalui platform TikTok

Suka Duka Bivitri Susanti Berkiprah di Dunia Hukum, Pernah Kena HackBivitri Susanti, Pakar Hukum Tata Negara dan pengajar, di program Real Talk with Uni Lubis pada Selasa (04/04/2023) di Studio IDN Media HQ (youtube.com/IDN Times)

Bagi kaum Gen Z, mungkin pembicaraan tentang hukum dan politik akan terdengar membosankan. Stigma tentang hukum adalah serius dan formal. Terlebih, saat ini Gen Z pun memiliki minat literasi yang cukup rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, Bivitri memiliki ide menyampaikan edukasi hukum melalui platform TikTok.

"Saya merasa bahwa orang yang memiliki kekuasaan hukum adalah orang bikin dan menegakkan hukum. Kita yang awam dan gak punya kekuasaan apa pun, ya mungkin hanya 'dibodoh-bodohi', jadi mereka bikin hukum semuanya. Misalnya, mereka bilang PERPPU Cipta Kerja itu sah, saya pengen banget bilang ke khalayak bahwa itu gak sah. Kalau saya ngomong di kelas, paling berapa orang sih yang dengar? Jadi, saya berpikir bahwa, kayaknya literasi hukum harus dikasih dalam bentuk yang snack-able dan gak usah panjang lebar. Buat audiens yang suka baca, saya kasih yang kolom bacaan. Kalau yang gak suka baca, jangan sampai mereka dibodoh-bodohi, jadi akhirnya saya masuk ke TikTok," jelasnya.

Gak bisa dimungkiri, kaum Gen Z memang lebih menyukai platform seperti TikTok daripada membaca bacaan yang panjang. Bivitri menyebutkan, meskipun mereka hanya melihat-lihat videonya sekilas, tetapi setidaknya mereka tahu atau aware bahwa sedang ada kasus tertentu di dunia hukum Indonesia.

6. Pesan Bivitri untuk anak muda dalam menghadapi situasi seperti saat ini

Suka Duka Bivitri Susanti Berkiprah di Dunia Hukum, Pernah Kena HackBivitri Susanti (instagram.com/thedeasafira)

Bivitri juga menyampaikan pesan untuk anak muda atau kaum Gen Z di Indonesia. Menurutnya, jangan pernah menjauh dari perkara hukum dan politik di Indonesia. Jika anak muda semakin menjauh, maka bisa jadi orang-orang yang mencari keuntungan dalam hukum, semakin 'keenakan' karena gak ada kontrol dari siapa pun. Selain itu, Bivitri juga menyampaikan,

"Untuk melek politik, kita gak harus jadi anggota parpol, tapi as simple as kita mengkritik sesuatu yang salah melalui media sosial, itu termasuk cara untuk berpolitik juga," tutupnya.

Perjalanan dan kisah Bivitri menjadi seorang pengamat hukum perempuan tentunya gak mudah. Ada banyak suka-duka yang dihadapi oleh Bivitri, tetapi itu gak menyurutkan semangatnya untuk terus mengangkat isu-isu perpolitikan di Indonesia.

Baca Juga: Global Shapers Bagikan 5 Kisah Srikandi Muda yang Inspiratif!

Topik:

  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya