Pemuda Inspiratif Respons Pandemik dengan Belajar dan Beramal

Gagasan optimisme di tengah merebaknya pandemik COVID-19

Pemuda itu bernama I Gede Andika Wira Teja. Usianya baru 23 tahun, tapi seabrek inovasi telah ia inisiasi. Salah satunya adalah KREDIBALI, yaitu program Kreasi Edukasi Bahasa dan Literasi Lingkungan di Desa Pemuteran, Kabupaten Buleleng, Bali. Berkat inovasi tersebut, ia berhasil mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Award dari PT Astra International Tbk. tahun 2020 sebagai pejuang tanpa pamrih di masa pandemik COVID-19.

Sesaat setelah pemerintah mengumumkan pembelajaran daring atau jarak jauh, aktivitas belajar mengajar di Desa Pemuteran, Kabupaten Buleleng, Bali, seakan mati. Alih-alih mengikuti kelas daring sesuai yang diinstruksikan pemerintah, anak-anak di pelosok Bali itu justru memilih pergi ke laut membantu orang tua.

Bukan, bukan karena malas belajar. Mereka tidak memiliki piranti untuk belajar online, seperti smartphone atau laptop. Seandainya punya pun, mereka tidak bisa membeli kuota untuk belajar, karena kondisi ekonomi juga terpuruk akibat pandemik.

Di luar ketersediaan perangkat, keterbatasan sumber daya manusia di desa tersebut, juga cukup memprihatinkan. Rata-rata orang tua di Desa Pemuteran hanyalah lulusan SD atau bahkan Sekolah Rakyat zaman Belanda.

Belum lagi fakta bahwa Buleleng menjadi kabupaten dengan angka anak putus sekolahnya yang tinggi, membuat pria kelahiran Buleleng itu tidak sampai hati untuk membiarkan anak-anak usia dini ini tak belajar dan mendapatkan pendidikan yang seharusnya ia dapatkan, hanya karena pandemik COVID-19.

Program belajar Kreasi Edukasi Bahasa dan Literasi Lingkungan (KREDIBALI) akhirnya ia gagas. Program ini bagai nyawa baru bagi pendidikan anak usia dini di Desa Pemuteran, yang ternyata sudah sangat merindukan suasana belajar.

1. Perjalanan menggagas KREDIBALI

Pemuda Inspiratif Respons Pandemik dengan Belajar dan BeramalI Gede Andika Wira Teja (YouTube.com/Jejak Literasi Bali)

Mei 2020, I Gede Andika Wira Teja akhirnya mantap menyiapkan program belajar KREDIBALI. Program ini menyasar anak-anak SD dan SMP kurang mampu di Desa Pemuteran untuk mengikuti pembelajaran bahasa inggris yang ia adakan.

“Desa Pemuteran adalah daerah pariwisata, tetapi kemampuan bahasa inggrisnya, anak-anak sampai dewasa, kemampuan bahasa Inggrisnya sangat lemah”, tuturnya menjelaskan hasil pengamatannya terhadap kemampuan bahasa inggris anak-anak di Desa Pemuteran.

Alasan itulah yang kemudian melatarbelakangi KREDIBALI berfokus untuk memfasilitasi anak-anak di Desa Pemuteran belajar bahasa inggris. Harapannya, anak-anak bisa advanced berbahasa Inggris dan di masa depan bisa menjadi input bagi pariwisata di Desa Pemuteran yang notabenenya adalah desa pariwisata.

Tak serta merta mudah, eksekusi KREDIBALI di tengah pandemik ternyata sempat mendapat tentangan, baik dari orang tua siswa maupun perangkat desa. Hal ini tak lepas dari adanya aturan untuk meminimalisasi kegiatan tatap muka dari Pemerintah Pusat untuk menghindari penularan virus corona.

“Proses belajar mengajar di sekolah saja ditiadakan, ini justru ingin membuka kelas baru”. Kira-kira seperti itulah tanggapan yang ia terima dari banyak pihak.

Pendekatan demi pendekatan ia lakukan untuk meyakinkan bahwa KREDIBALI tidak akan menimbulkan masalah baru di Desa Pemuteran, terutama terkait ancaman wabah COVID-19. Riset data, survey lapangan, komunikasi intrerpersonal, dan banyak lagi upaya ia tempuh untuk menguatkan gagasannya biar tidak sekadar mengumbar opini.

Lampu hijau ia dapatkan. Bersama komunitas yang ia dirikan (komunitas jejak literasi Bali), bersinergi dengan Plastic Exchange, NGO Internasional di Bali, serta perangkat desa setempat, ia mulai mengeksekusi KREDIBALI.

2. Belajar bahasa inggris bersama KREDIBALI

Pemuda Inspiratif Respons Pandemik dengan Belajar dan BeramalKegiatan KREDIBALI (YouTube.com/Jejak Literasi Bali)

“Jadi kami berangkat bersama anak-anak, bukan siapa yang mau, tetapi siapa yang berhak”, tutur Gede Andika saat menjelaskan inovasi dalam KREDIBALI.

Program belajar bahasa inggris dalam KREDIBALi memang tak diperuntukkan untuk semua anak di Pemuteran, melainkan hanya pelajar SD dan SMP kurang mampu yang berhak mengikutinya. Mereka adalah penerima Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT), serta yang orang tuanya paling terdampak pandemik COVID-19, khususnya yang bekerja di sektor pariwisata.

Pria lulusan Yamaguchi University Jepang ini, membagi siswa ke dalam tiga kelas belajar, yang terdiri dari kelas basic (untuk kelompok yang kemampuan bahasa inggrisnya rendah), kelas junior (kelompok menengah), dan kelas general (kelompok yang kemampuan bahasa inggrisnya tinggi).

Pembagian ini tidak didasarkan pada jenjang pendidikan siswa, melainkan hasil tes kemampuan bahasa inggris masing-masing siswa sebelum mulai belajar, yang mengacu pada penilaian Cambridge system. Sistem ini sengaja ia pilih supaya mudah mendapatkan acuan penilaian yang jelas, seperti grammar, diksi, dan lain-lain.

Dengan sistem tersebut, anak-anak yang masuk kelas diharapkan sudah memiliki kemampuan bahasa inggris yang setara. Sehingga pembelajaran dapat dilakukan secara terukur dan jelas.

Anak-anak di kelas basic, akan diajarkan tentang pengetahuan bahasa inggris dasar. Sementara anak di kelas junior, belajar tentang pengetahuan bahasa Ingrgis yang lebih variatif dari kelas sebelumnya. Sedangkan pada kelas general, anak-anak akan didorong untuk lebih banyak belajar speaking secara aktif daripada teori.

dm-player

Secara persentase, anak-anak di kelas basic dan junior akan mendapatkan 80 persen pembelajaran teori dan 20 persen speaking untuk menguatkan teori yang didapatkan. Sementara itu, kelas general akan mendapatkan kelas speaking sebanyak 60 persen dan sisanya berupa teori.

Sistem graduation juga ia terapkan seperti dalam pendidikan formal. Pada awal program berjalan, graduation dilakukan selama 6 bulan sekali, tetapi sekarang 1 tahun sekali. Anak-anak yang dinyatakan lulus, akan mendapatkan sertifikat kelulusan dan naik ke level selanjutnya. Sementara itu, anak-anak yang belum lulus harus mengulang pelajarannya kembali.

Sesuai tujuan awal, “Kreasi Edukasi” adalah poin penting yang menjadi dasar sistem pembelajaran KREDIBALI. Anak-anak difasilitasi dengan sistem belajar yang menyenangkan, interaktif berupa tanya jawab, dan komunikasi interpersonal, yang mengikuti sistem Student Centred Learning (SCL), di mana siswa sebagai pusat pembelajaran, sedangkan tutor hanya sebagai fasilitator.

3. Belajar dan beramal

Pemuda Inspiratif Respons Pandemik dengan Belajar dan Beramalpembagian beras untuk lans (instagram.com/jejakliterasibali)

Kompleksnya masalah di Desa Pemuteran akibat pandemik, memaksa Gede Andika memutar otak untuk mencarikan solusi konkret yang benar-benar dibutuhkan desa tersebut. Belajar dan beramal adalah gagasan epic yang akhirnya ia kolaborasikan sebagai upaya meminimalisasi dampak pandemik.

Dalam sektor pendidikan, ia memfasilitasi anak-anak yang tak terjangkau kelas daring dengan kelas bahasa Inggris secara tatap muka setiap minggunya---tanpa meninggalkan protokol kesehatan yang berlaku, yaitu mencuci tangan, menggunakan masker, menjaga jarak, dan membatasi jumlah orang dalam kelas.

Sementara dalam sektor ekonomi, ia mengenalkan anak-anak belajar tentang literasi lingkungan, terutama tentang sampah plastik. Strategi ini ia adopsi sebagai upaya untuk mengurangi sampah plastik, mengurangi pembakaran sampah di Desa Pemuteran, serta menghasilkan sesuatu yang berharga dari barang yang dianggap tak berharga.

Anak-anak di KREDIBALI diajak untuk mengumpulkan sampah plastik dari rumah masing-masing, memilahnya, dan menukarnya dengan beras di lembaga NGO bank sampah, Plastic Exchange. Nantinya, beras ini akan dibagikan kepada lansia-lansia tidak mampu di Desa Pemuteran untuk membantu memenuhi kebutuhan pokok mereka.

Baca Juga: Cerita Mariana Yunita Bangun Komunitas Peduli Kesehatan Seksual 

4. Tak hanya hard skill, anak-anak di KREDIBALI juga digembleng dengan pendidikan karakter

Pemuda Inspiratif Respons Pandemik dengan Belajar dan Beramalmembersihkan sampah (instagram.com/jejakliterasibali)

Rela menunda studi S2-nya, konsistensi Gede Andika dalam berkontribusi membangun Desa Pemuteran memang sangat matang. Bukan hanya output jangka pendek yang ia harapkan, melainkan juga output jangka panjang yang lebih impactful.

Anak-anak di KREDIBALI tak hanya ia fasilitasi bagaimana belajar bahasa inggris dengan baik, tetapi juga bagaimana memiliki karakter atau sikap yang bisa diandalkan, seperti empati terhadap sesama, kepedulian lingkungan, serta keterampilan lain di luar bahasa inggris.

Menurutnya, pendidikan karakter sangat penting, terutama bagi anak-anak usia dini. Disiplin-disiplin ini sudah ia terapkan dari awal memulai kelas. Membiasakan siswa datang tepat waktu, membiasakan penggunaan botol minum yang bukan sekali pakai (botol air mineral kemasan), mengenali jenis sampah di rumah masing-masing, berkontribusi dalam kegiatan sosial, dan masih banyak lagi.

5. Anak-anak sebagai agent of change dalam keluarganya sendiri

Pemuda Inspiratif Respons Pandemik dengan Belajar dan BeramalAgen perubahan (YouTube.com/Jejak Literasi Bali)

Setahun lebih berjalan, KREDIBALI telah menorehkan pencapaian luar biasa yang nyata. Tak hanya peningkatan kemampuan bahasa inggris anak-anak di Desa Pemuteran, mereka juga menjadi lebih paham tentang isu-isu lingkungan dan sosial di sekitarnya.

Ia mengakui bahwa mengedukasi orang tua lintas generasi, memang jauh lebih sulit. Mangkanya, melalui pendidikan anak-anak usia dini ini, diharapkan mereka mampu menjadi agent of change atau agen perubahan mulai dari rumah masing-masing.

Ia juga menuturkan bahwa berkat KREDIBALI, tren di rumah sekarang terbalik. Di mana kini anak-anak yang mengedukasi orang tua. Ini sebagai bukti bahwa program edukasi dan literasi ini ‘nyampe’, baik ke siswa maupun orang tua.

“Mister saya kadang-kadang malu lho, kalo misalkan anak-anak saya bilang kayag, pak kalau sampah ini taruhnya di sini dong, kan kita sudah punya tempat sampah botol, tempat sampah kemasan, tempat sampah kantong plastik dan sebagainya”. jelasnya menirukan pengakuan orang tua terhadap perubahan positif anak-anaknya di KREDIBALI.

Tak harus dengan langkah besar untuk menginspirasi. Ketika hal-hal kecil di sekitar kita bisa diupayakan, kenapa tidak kita lakukan? Tersenyumlah Indonesia, teruslah menjadi agen inspiratif dan inovatif.

Baca Juga: Asa Tumpas Stigma: Perjuangan Elmi untuk Sahabat Difabel NTT

Dwi wahyu intani Photo Verified Writer Dwi wahyu intani

@intanio99

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya