Sita Pujianto: Dedikasi demi Indonesia Rajin Berkebun

Mulanya ia berkebun di lahan sempit lho

Bersyukurlah bagi kita yang masih memiliki lahan pekarangan. Pergunakanlah dengan sebaik-baiknya untuk menanam dalam rangka memenuhi kebutuhan sayuran sehari-hari misalnya. Sekalipun sempit, masih bisa digunakan dan apabila Tuhan berkehendak, lahan kita pun bisa bertambah.

Tidak hanya itu, keterampilan berkebun kita pun otomatis ter-upgrade bila terus berpraktik di kebun. Siapa tahu di kemudian hari kita bisa menjadi pembicara seperti yang terjadi pada Sita Pujianto. Pegiat kebun yang berlatar belakang pendidikan budaya dan bahasa dari Ciledug, Tangerang ini awalnya berkebun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di lahan sempit. Namun kini dia menjadi pembicara di berbagai acara. Simak kisah inspiratif Sita berikut.

1. Awal Sita suka berkebun

Sita Pujianto mulai berkebun dari tahun 2013. Saat itu pembicaraan aktivitas berkebun sedang ramai di Twitter dan ada ajakan untuk mengubah pola makan ke makan sehat yang berbasis tumbuhan dan raw food. Pola makan ini mengedepankan makanan yang masih asli, minim proses, dan lebih mengutamakan nabati sebagai pengganti hewani meski tidak 100 persen.

“Nah, mulai deh aku ngejus-ngejus, ngeblender sayuran dan buah, tapi belum paham yang organik sehingga beli sayur dan buah di mana aja.”

Seiring berjalannya waktu, sang Motivator mulai menganjurkan Sita mengonsumsi sayur organik. Mulailah dia membeli sayur organik di supermarket. Sayangnya ada kendala pada harga sayuran organik yang lumayan tinggi. Harga untuk 150-200 gram bayam saja dijual sekitar Rp16.000-an.

“Padahal sekali ngejus atau salad, aku butuh sayur yang sangat banyak. Jelas boros banget kan,” tutur Sita.

“Mulai deh kepikiran menanam. Aku lihat caranya di YouTube tapi gagal, coba lagi, dan seterusnya sampai akhirnya aku ikut komunitas Indonesia Berkebun di jejaring Jakarta Berkebun dan juga kelas Akademi Berkebun mulai dari kelas dasar sampai kelas lanjutan.”

2. Di balik kesenangan Sita saat berkebun sekarang

Bagi Sita, berkebun tidak hanya sekadar aktivitas menanam. Lebih dari itu, menanam mengajarkannya untuk menjadi pribadi yang lebih sabar dan pelan-pelan berproses dalam hidup.

“Ini masalah buat aku yang terbiasa cepat. Padahal tubuh dan pikiran sesekali harus dilambatkan. Nah, dengan menanam, ini berguna untuk melatih rasa bersyukur,” ungkap Sita.

Kesabaran dibutuhkan dalam aktivitas menanam. Dalam menanam, dibutuhkan kesabaran menunggu sejak menyemai benih, menunggu sampai berkecambah (sprout), dan menunggu sampai berdaun 4-5 helai, kemudian dipindah ke tempat yang lebih besar. Tidak hanya itu. Tempat tumbuh, kecukupan sinar matahari, nutrisi tanah, air, dan lain-lain juga perlu diperhatikan. Selain itu, berkebun tidak hanya mengajarkan Sita untuk bersabar, tetapi juga ikhlas jika tanaman gagal atau terkena hama.

Seiring dengan berjalannya waktu, Sita yang awalnya bertemperamen tidak sabaran dan cenderung pemarah, kini berubah. Dia menjadi mudah bahagia dan mudah menerima kalau alam itu memiliki proses yang adil. Dia pun percaya selama yang dilakukannya sudah baik, hasilnya akan baik pula.

“Jadi kesimpulannya menanam itu buat aku sekarang adalah terapi jiwa, waktu meditasi, dan olah rasa. Dalam ya. Sekarang buat aku menanam tidak lagi mengacu pada keberhasilan panen, tetapi menikmati setiap proses yang membuat aku bahagia:  ketika bisa memakan sayuran dari hasil tanam sendiri, makan raw (menikmati keindahan bentuk dan warna sayuran yang segar ketika dipetik sampai ke piring saji), dll.”

Selain itu, menurutnya dari sisi lingkungan, dia merasa perlu berperan mempertahankan fungsi tanah, menjaga keseimbangan ekosistem, dan mata rantai seluruh makhluk hidup. Karena itu menanam organik yang konsisten dia pilih, bukan teknik menanam lain.

Dia pun memperhatikan binatang-binatang seperti capung, lebah, kupu2, belalang, dan burung liar apakah masih mendatangi lingkungan rumahnya di perkotaan. Bila tidak, dia akan mulai khawatir dengan keseimbangan ekosistem di lingkungan rumahnya.

Baca Juga: Kini Pakai 5 Perangkat Pintar Ini, Berkebun Menjadi Lebih Mudah

3. Dari kebun lahan sempit hingga meluas

dm-player

Awalnya, kebun milik Sita hanya berukuran 3 meter persegi yang merupakan balkon jemuran. Karena kurang luas, dia sempat menumpang di depan masjid sehingga banyak orang yang lalu lalang sering terheran-heran melihat ada orang menanam sayur di pot-pot di pinggir jalan.

Dari kebun lahan sempit itu dia berjualan jus sayuran mencapai 50 botol di 3 kampus. Dari hasil penjualannya, dia dapat membantu menambah biaya pengembangan balkon dari 3 meter persegi menjadi 15 meter persegi.

4. Dari suka-duka hingga tips berkebun di lahan sempit

Bagi Sita, berkebun di lahan sempit lebih banyak suka daripada dukanya. Namun, terdapat kendala dalam keterbatasan jenis tanaman. Misalnya untuk tanaman rambat seperti markisa, labu, pare dll, agak sulit ditanam karena akan menghabiskan tempat. Serta tanaman seperti singkong, pepaya, dan pisang yang ingin sekali dia tanam, tentu tidak terlalu cocok ditanam di pot. Hal itu pernah ia coba di awal tapi memang belum berhasil.

Dengan pengalamannya berkebun di lahan sempit tersebut, Sita pun memberikan tips berkebun di lahan sempit. Paling utama, pelajari cara menanam yang benar. Tanam yang mudah, kita suka, dan kita butuhkan.

Baginya, daripada menanam tanaman rambat dengan daun-daun yang menghabiskan lahan balkon, lebih baik fokus ke tanaman yang lebih rapi, menghemat ruang, dan tidak menutupi cahaya tanaman di sekelilingnya.

Selain itu, penting menjaga ekosistem seimbang dengan mengatur jarak tanam, jenis tanaman, serta menanam tanaman khas refugia yang dapat menangkal hama, sehingga kita tidak akan repot jika ada kendala/serangan hama di kebun.

5. Sita pun menjadi pembicara di berbagai acara

Menjadi pembicara bukanlah kehendak dari Sita sendiri. Awalnya, ia hanya menolong teman atau membantu komunitas. Lama-lama dengan history feed di media sosial, orang mulai tahu keberadaan dirinya dan tertarik mengundangnya menjadi pembicara. Tawaran mengisi acara pun justru semakin meningkat setelah dia resign bekerja.

Materi yang dibawakannya tidak hanya untuk sharing berkebun, tetapi juga pola hidup sehat, zero waste seperti composting dll. Bahkan beberapa kali, dia sendiri yang membuat kelas untuk temannya di komunitas. Selain itu, dia juga sharing di kelas online dengan peserta dari beragam daerah di seluruh Indonesia seperti Solo, Semarang, Jogja, Lampung, dan Kalimantan.

Selain dari daerah, bahkan ada yang berasal dari Malaysia. Berikut empat di antara banyak acara yang dia isi: Festival Bumi Bekasi (Bekasi Berkebun 2017), Belajar Urban Farming I (Family Fun Day by Project Eating Clean 2018), Belajar Urban Farming II (Family Fun Day by Project Eating Clean 2018), dan Sharing Berkebun di SD Lazuardi Cordova Global School (2019).

Bagi para pembaca artikel ini, Sita menitipkan pesan sebagai berikut.

“Menanam di lahan sempit itu mungkin. Pelajari ilmunya dan seringlah bereksperimen. Siapa pun bisa berkebun karena tidak ada tangan yang tidak bisa menumbuhkan. Di samping itu, makanan yang baik mungkin bisa kita peroleh dengan membeli, tetapi memetik sayuran dari lahan sendiri sungguh menyenangkan.

Aktivitas ini juga menyehatkan jiwa dan positif dilakukan oleh seluruh keluarga. Selain itu aktivitas ini bisa me-mindset kemandirian pangan pada anak-anak sejak dini sehingga dapat mengantisipasi kelangkaan atau mahalnya bahan pangan di suatu hari nanti.”

Nah, berkebun bisa dilakukan oleh siapa saja dan tentu saja bermanfaat. Kalau kita mau menanam sayuran di rumah, berarti kita sudah turut mendukung ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sendiri dan menghemat biaya konsumsi.

Lagipula,  generasi petani kita saat ini sebagian besar sudah tua dan harus diregenerasi supaya kelangkaan atau mahalnya bahan pangan ke depannya bisa diantisipasi. Jadi, siap untuk berkebun?

Baca Juga: 9 Manfaat Kesehatan Ini Bisa Kamu Dapatkan dari Berkebun Lho!

Esti Kumara Dewi Photo Writer Esti Kumara Dewi

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya