Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi fashion (pexels.com/Godisable Jacob)

Dunia fashion selalu menjadi bagian penting dalam kehidupan generasi muda, terutama bagi gen Z dan milenial. Dua generasi ini kerap menjadikan gaya berpakaian sebagai bentuk ekspresi diri. Namun, di balik tren fashion yang terus berkembang, muncul topik menarik: mana yang lebih dominan dalam preferensi fashion mereka? Merek lokal atau internasional? Bagi sebagian orang, mendukung merek lokal menjadi cerminan cinta tanah air, sementara yang lain lebih memilih merek internasional karena kualitas dan sejarah di baliknya.

Perbedaan preferensi fashion ini sering kali mencerminkan gaya hidup serta nilai dari masing-masing generasi. Sedikit banyaknya, hal ini tentu dipengaruhi oleh media sosial. Dalam survei Indonesia Millennial and Gen Z Report (IMGR) 2025 oleh IDN, disebutkan bahwa kemajuan dalam algoritma media sosial telah mengubah cara milenial dan gen Z berinteraksi/memandang lifestyle serta fashion

Di sisi lain, baik gen Z dan milenial, saat ini pun sudah mulai lebih vokal dalam mendukung keberlanjutan (sustainability). Banyak dari mereka yang menyuarakan pentingnya memilih produk lokal yang etis dan ramah lingkungan. Ini juga menjadi salah satu nilai yang dipegang oleh beberapa milenial dan gen Z dalam memaknai fashion.

Untuk mengetahui bagaimana preferensi fashion antara gen Z dan milenial sebenarnya, IDN Times melakukan survei yang berhasil menghimpun 300 responden. Survei yang dihimpun pada September-Desember 2024 ini, akan membantumu mengetahui pandangan secara lebih mendalam dari gen Z dan milenial terkait preferensi fashion serta cara mereka memaknainya.

1. Demografi responden

Infografis Fashion Battle Gen Z dan Milenial: Lokal atau Internasional? (Dok. Aditya Pratama)

IDN Times berhasil menghimpun 300 responden yang didominasi oleh perempuan (68,7 persen) dan laki-laki menduduki posisi kedua (31,3 persen). Mayoritas responden yang berpartisipasi dalam survei IDN Times berdomisili di Pulau Jawa (87 persen), disusul oleh Pulau Sumatera (5 persen), dan posisi ketiga dari Sulawesi (2,7 persen).

Survei ini mayoritas diisi oleh generasi Z dengan usia 15-26 tahun (54,7 persen) serta generasi milenial di usia 27-40 tahun (41 persen) dan sisanya berusia di atas 40 tahun (4,3 persen). Kebanyakan gen Z dan milenial ternyata menghabiskan budget untuk fashion kurang dari 30 persen tiap bulannya (71,7 persen). Di sisi lain, ada juga yang menghabiskan 30-50 persen setiap bulan (26,3 persen). Sedangkan gen Z dan milenial yang menghabiskan lebih dari 50 persen dari monthly budget mereka untuk fashion hanya berjumlah 2,6 persen saja.

Lebih spesifiknya, kebanyakan gen Z dan milenial menghabiskan Rp100-500 ribu per bulannya untuk fashion (55,3 persen). Ada juga yang menghabiskan dana kurang dari Rp100 ribu (17 persen) dan range Rp500 ribu hingga Rp1 juta (13,3 persen). Dapat dikatakan, kedua generasi ini ternyata tidak terlalu banyak mengalokasikan dana per bulannya untuk produk fashion.

Lebih dari setengah responden (69,7 persen), mengaku bahwa mereka jarang membeli produk fashion dan akan membelinya jika sedang butuh saja. Sedangkan 24,7 persen responden mengatakan bahwa setiap bulan pasti ada pembelian (produk fashion). Ada pun produk fashion yang paling banyak menjadi incaran kedua generasi ini adalah pakaian (baju, celana, rok, dress, jaket, dan semacamnya).

Generasi Z dan milenial yang turut bagikan pandangannya ini juga mengaku tidak terlalu mengikuti tren fashion terkini (66,3 persen), namun mereka tetap mengetahuinya. Ketika ditanya terkait preferensinya terhadap local brand atau international brand, mayoritas dua generasi ini memilih lokal (80 persen). Sedangkan sisanya memilih international brand sebagai preferensi berbusana (20 persen).

2. Mayoritas gen z dan milenial lebih suka brand fashion lokal

Infografis Fashion Battle Gen Z dan Milenial: Lokal atau Internasional? (Dok. Aditya Pratama)

Sebagai preferensi yang paling banyak dipilih gen Z dan milenial, saat ini local brand memang semakin mampu menarik hati kedua generasi ini. Dalam survei berjumlah 300 responden ini, sebanyak 240 gen Z dan milenial lebih suka merek lokal. Fenomena ini tidak lepas dari meningkatnya kesadaran mereka akan pentingnya mendukung produk dalam negeri. Generasi muda pun tampaknya mulai memiliki awareness terhadap penggunaan produk fashion.

"Justru saat ini awareness anak muda memang banyak yang lebih suka brand local, prefer pakai brand local tapi original daripada international brand tapi KW. Makanya di event retail itu banyak banget brand local yang ikutan dan peminatnya banyak banget," ucap Feby Adhitya, Menswear Fashion Designer yang diwawancarai oleh IDN Times secara daring pada Senin (23/12/2024).

Lebih lanjut, Feby mengatakan juga bahwa saat ini kualitas produk lokal semakin mampu bersaing dengan merek internasional. Produk local fashion pun semakin berkembang dengan menjangkau pasar yang lebih tinggi dan menghadirkan kualitas premium. Ini juga yang menjadi alasan generasi muda mulai memilih brand lokal, karena selain kualitasnya, banyak merek lokal yang menghadirkan 'positioning' unik dalam penjualan produk. 

3. Alasan gen Z dan milenial suka brand lokal karena harganya lebih affordable dan mau mendukung UMKM

Infografis Fashion Battle Gen Z dan Milenial: Lokal atau Internasional? (Dok. Aditya Pratama)

Alasan terbesar gen Z dan milenial lebih suka merek lokal dikarenakan memang ingin mendukung UMKM dan produk asli nusantara (74,2 persen). Ada juga 66,7 persen responden yang lebih suka local brand karena harganya lebih affordable, sedangkan sisanya karena menganggap kualitas merek lokal lebih bagus (32,5 persen) dan desainnya lebih variatif (31,3 persen).

Salah satu responden juga menyetujui bahwa memakai local brand itu bukan cuma soal penampilan, tapi bagaimana kita menunjukkan rasa bangga terhadap kreasi lokal,

"Menurutku ada kepuasan tersendiri sih ketika pakai fashion lokal. Ini bukan cuma soal penampilan, tapi lebih ke bagaimana kita bisa mendukung pengrajin dan desainer di negeri sendiri. Di sisi lain, ini juga bisa jadi nilai plus buat aku secara personal branding, karena terlihat lebih relatable dan down-to-earth,” ujar responden berinisial SNJKH dari Pulau Jawa.

Selaras juga dengan yang disebutkan oleh responden lainnya berinisial SR dari Pulau Sulawesi. Menurutnya, memaknai dan menghargai segala bentuk karya-karya fashion lokal pun menjadi bentuk penghargaan dan apresiasi terhadap kreativitas para pelaku usaha UMKM Indonesia dalam menghasilkan produk-produk fashion

Alasan lainnya gen Z dan milenial lebih suka merek lokal tak hanya sekadar soal harga yang lebih affordable atau keinginan mendukung UMKM. Ada elemen lain yang membuat brand lokal semakin menarik di mata generasi muda ini, salah satunya adalah identitas unik yang ditawarkan oleh brand tersebut.

"Daya tarik utama brand lokal itu brand positioning yang unik, yang gak cuma ikutin brand luar, punya identitas jelas dan clear mau menyampaikan apa, itu bakal stand out buat anak muda. Banyak brand punya 'added value preposition,' atau ‘unique value’ yang gak cuma jualan baju, tapi ada value lainnya,” tambah Feby.

Keunikan dan added value ini membuat brand lokal memiliki daya tarik emosional yang kuat. Anak muda tak hanya membeli produk, tapi juga mendukung nilai-nilai yang diusung oleh brand tersebut. Banyak dari mereka yang memilih brand lokal karena ingin menjadi bagian dari sebuah komunitas atau pergerakan yang lebih besar. 

Dengan kombinasi harga, kualitas, nilai tambah, dan identitas unik, brand lokal telah berhasil memikat hati gen Z dan milenial. Dukungan ini tidak hanya memberikan dampak positif pada perkembangan UMKM, tetapi juga menciptakan ruang bagi kreativitas Indonesia untuk terus berkembang di tengah persaingan global.

4. Sedangkan gen Z dan milenial yang lebih suka international brand ternyata lebih mempertimbangkan pada desain eksklusif serta standar tinggi

Infografis Fashion Battle Gen Z dan Milenial: Lokal atau Internasional? (Dok. Aditya Pratama)

Di sisi lain, ada 20 persen gen Z dan milenial yang masih mempertimbangkan international brand. Alasannya pun cukup beragam, kebanyakan dari dua generasi ini menganggap bahwa fashion dari merek internasional memiliki standar dengan kualitas yang tinggi (78,3 persen). Selain itu, dua generasi ini juga memilih international brand karena mempertimbangkan desainnya yang eksklusif atau limited edition (43,3 persen). Sedangkan yang lainnya merujuk pada investasi (bisa dijual lebih mahal) sebanyak 18,3 persen dan bisa menunjukkan status sosial atau prestise (13,3 persen).

Dapat disimpulkan, standar/kualitas dan desain yang eksklusif menjadi pertimbangan utama gen Z dan milenial dalam memilih international brand. Menurut beberapa responden, produk dari merek internasional memiliki material yang beragam serta lebih 'follow the trend'.

"Jenis bahan atau materialnya lebih beragam, berkualitas, dan sangat up to date! Pilihan model, sizing, cutting, desain pun sangat beragam dan to the point (gak asal desain), jadi dipakainya sangat pas (dan off course jadi lebih fashionable)," ujar responden berinisial IS dari Pulau Jawa.

Tak hanya itu, daya tarik lain dari international brand adalah citra prestise yang melekat. Banyak generasi muda yang menganggap bahwa produk internasional mampu meningkatkan status sosial dan memberikan kesan eksklusivitas. Dari skala 5, ada sekitar 3,8 responden yang setuju bahwa luxury fashion cenderung menggambarkan kelas sosial. Hal ini membuat mereka merasa lebih percaya diri dan memiliki pengalaman lebih memuaskan saat mengenakan produk dari brand tersebut.

Selain desain eksklusif dan kualitas tinggi, daya tarik lain dari international brand adalah unsur heritage yang dimilikinya. Banyak merek internasional telah berdiri selama puluhan bahkan ratusan tahun, sehingga memiliki sejarah dan warisan yang kaya. Hal ini memberikan nilai emosional bagi konsumen, terutama bagi mereka yang menghargai cerita di balik setiap produk.

Salah satu responden survei ini berinisial RWS (26 tahun) menyebutkan, "Suka brand internasional karena lebih ke history dan heritage-nya, terus kan banyak dari mereka yang dirancang di atelier, ya."

Ini sejalan dengan yang disebutkan responden inisial RC (Pulau Jawa), "Tidak bisa dipungkiri bahwa tren fashion sering kali datang dari negara-negara luar yang memang secara historical lebih menjunjung tinggi, mengapresiasi, dan menghargai keberadaan tren fashion sebagai bagian dari lifestyle yang erat dengan kehidupan sehari-hari."

5. Apa yang menjadi pertimbangan utama gen Z dan milenial dalam memilih produk fashion?

Infografis Fashion Battle Gen Z dan Milenial: Lokal atau Internasional? (Dok. Aditya Pratama)

Generasi Z dan milenial dikenal sebagai generasi yang sangat selektif dalam memilih produk fashion. Bagi mereka, pertimbangan utama dalam memilih produk fashion tidak hanya sekadar tampilan, tetapi juga mencakup nilai-nilai yang lebih dalam. Berdasarkan hasil survei, baik yang memilih brand lokal maupun internasional, setuju bahwa kualitas merupakan pertimbangan utama. 

Sebanyak 51,2 persen responden yang memilih brand lokal setuju bahwa kualitas adalah hal terpenting saat membeli produk fashion. Begitu juga dengan gen Z dan milenial yang memilih international brand, mereka setuju bahwa kualitas produk internasional terjamin (48,3 persen). Itu juga yang jadi alasan utama mereka memilih international brand.

Feby menjelaskan, "Orang-orang sekarang udah lebih mentingin kualitas dan bisa dipakai berkali-kali, versatile, mudah juga untuk dipadu-padankan."

Generasi Z dan milenial ternyata cenderung memilih produk yang tahan lama dan memiliki material berkualitas tinggi untuk mendukung gaya hidup mereka yang dinamis.

Selain kualitas dan desain, faktor harga juga memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan. Sebanyak 23,8 persen responden yang memilih merek lokal setuju bahwa mereka memang mencari produk yang value for money. Sama halnya dengan responden yang memilih international brand, mereka setuju bahwa pertimbangan harga menjadi aspek penting (23,3 persen).

Bagi generasi muda ini, berbelanja fashion tidak hanya tentang gaya, tetapi juga investasi pada produk yang memberikan manfaat jangka panjang. Hal ini terlihat dari meningkatnya kesadaran mereka untuk tidak hanya membeli barang murah, tetapi barang yang sepadan dengan nilai yang dikeluarkan.

Wilsen Willim, seorang Fashion Designer dan Entrepreneur, membenarkan bahwa jika dilihat dari sudut pandang pelaku retail, banyak generasi muda yang kini memiliki pertimbangan khusus saat membeli produk fashion

"Aku merasa gen Z sekarang pinternya udah luar biasa. Mereka punya value semacam 'kalau mau keluarin duit banyak, mending di negara sendiri,' terus sekarang juga banyak yang smarter in spending," paparnya saat sesi Live Instagram Ngobrol Seru IDN Times pada Selasa (24/12/2024) bertajuk ‘Prediksi Tren Fashion 2025.

Dari semua pertimbangan yang disebutkan, terlihat jelas bahwa gen Z dan milenial memiliki pendekatan yang lebih bijak dalam berbelanja fashion. Mereka tidak hanya mencari produk yang memenuhi kebutuhan gaya, tetapi juga memperhatikan nilai tambah yang diberikan, seperti kualitas, harga, dan daya tahan.

6. Bagaimana pandangan gen Z dan milenial terhadap brand fashion yang berkolaborasi dengan influencer?

ilustrasi fashion (pexels.com/cottonbro studio)

Saat ini, banyak fashion brand yang berkolaborasi dengan influencer atau figur publik. Sebagian besar generasi Z dan milenial ternyata tidak terlalu terpengaruh oleh kolaborasi brand fashion dengan influencer. Berdasarkan survei, sebanyak 63,7 persen responden menyatakan bahwa mereka tidak memprioritaskan kolaborasi tersebut dalam keputusan pembelian produk fashion.

"Kalau aku pribadi, aku gak terlalu menaruh kepercayaan kepada brands yang collab sama artis atau influencer. Kecuali orangnya memang udah berkecimpung di dunia fashion," ujar RWS.

Beberapa responden mengatakan bahwa kredibilitas influencer menjadi faktor penting dalam menentukan efektivitas kolaborasi tersebut. Mereka lebih menghargai kolaborasi yang terlihat genuine dibandingkan yang terkesan sekadar iklan.

Meski begitu, Wilsen Willim mengatakan bahwa tidak bisa dimungkiri bahwa influencer pun sedikit banyaknya memberikan pengaruh pada preferensi fashion gen Z dan milenial. Ia menyebutkan,

"Sekarang aku juga lebih bangga pakai tas rotan asal Sumatera daripada brand internasional yang logonya terlalu gede. Di sini, seleb dan tokoh politik kan bawa pengaruh besar, dan aku melihatnya mereka udah mulai pakai dan nunjukkin brand lokal."

Meskipun mayoritas generasi Z dan milenial tidak terlalu terpengaruh oleh kolaborasi brand fashion dengan influencer, kolaborasi semacam ini tetap memiliki dampak tertentu. Terutama jika dilakukan secara autentik dan melibatkan figur yang kredibel. Mereka cenderung lebih menghargai kolaborasi yang memberikan nilai nyata dan relevansi terhadap dunia fashion, daripada yang hanya sekadar promosi.

7. Bagi gen Z dan milenial, fashion lebih sering dimaknai sebagai personal branding dan kebutuhan pribadi yang nyaman

Infografis Fashion Battle Gen Z dan Milenial: Lokal atau Internasional? (Dok. Aditya Pratama)

Bagi generasi Z dan milenial, fashion tidak hanya soal mengikuti tren, tetapi juga mencerminkan identitas diri dan personal branding (41,7 persen). Mereka sering kali menggunakan gaya berpakaian untuk menonjolkan karakter unik dan nilai-nilai yang mereka anut. Hal ini tercermin dari pilihan fashion yang mereka anggap bisa memperkuat citra diri di lingkungan sosial.

Misalnya, seseorang yang menyukai gaya minimalis mungkin ingin menunjukkan sisi profesional atau elegan, sementara yang memilih pakaian streetwear ingin tampil lebih santai dan modern. Dengan kata lain, fashion menjadi alat komunikasi visual yang kuat untuk menyampaikan siapa mereka dan apa yang mereka yakini.

"Kita bisa melihat, banyak orang yang berani untuk berekspresi, menggunakan fashion sebagai jati diri mereka. Aku setuju kalau sekarang, khususnya gen Z, lebih berani untuk lebih terbuka atas tren yang baru dan kebebasan berekspresi, sehingga mereka channeling apa yang sudah didapatkan di media sosial," ucap Feby.

​​Namun, di samping aspek personal branding, kenyamanan juga menjadi pertimbangan utama. Gen Z dan milenial cenderung memilih pakaian yang sesuai dengan aktivitas sehari-hari mereka. Sebanyak 36,7 persen responden mengakui bahwa bagi mereka, makna fashion adalah kebutuhan pribadi yang penting nyaman. Dalam survei, 4:5 responden yang setuju bahwa kenyamanan berpakaian jauh lebih penting daripada reputasi merek.

"Tapi gak bisa dimungkiri, banyak juga yang memaknai fashion lebih ke, ya udah ini cara mereka berpakaian, tapi ada semacam 'remnya' gitu. Bagaimana cara mereka memaknai fashion itu gak bisa digeneralisasi, ada yang menganggap sebagai kebebasan berekspresi, ada juga yang lebih mementingkan kenyamanan dan support kehidupan sehari-hari," lanjut Feby.

Feby juga mengatakan bahwa ada satu benang merah yang common tentang pemaknaan fashion di mata gen Z dan milenial. Saat ini, mereka sudah mulai aware terhadap fashion. Mereka mulai tahu dan paham fashion mana yang cocok dengan kepribadiannya.

8. Di tengah tren fashion yang semakin masif, gen Z dan milenial ternyata masih memiliki awareness terhadap sustainability

Infografis Fashion Battle Gen Z dan Milenial: Lokal atau Internasional? (Dok. Aditya Pratama)

Di era tren fashion yang terus berkembang pesat, generasi Z dan milenial ternyata menunjukkan kesadaran yang semakin tinggi terhadap isu keberlanjutan (sustainability). Dalam survei ini, 86 persen responden mengatakan bahwa mereka memiliki concern pada sustainability fashion. Hal ini terlihat dari bagaimana mereka mulai mempertimbangkan dampak lingkungan saat membeli produk fashion

Mayoritas responden mengaku bahwa mereka kini mulai menerapkan capsule wardrobe (71,3 persen). Sebagai informasi, capsule wardrobe adalah konsep berpakaian yang bertujuan untuk memaksimalkan pakaian yang dimiliki tanpa perlu memiliki terlalu banyak pilihan. Umumnya, caranya adalah dengan mengoleksi basic items yang mudah untuk dipadupadankan. Dengan kata lain, looks yang ditampilkan akan beragam dengan items yang terbatas.

Selain itu, cara dua generasi ini menerapkan sustainability adalah dengan mendonasikan barang yang sudah jarang dipakai (37,7 persen), meminjam/memakai baju turunan dari keluarga (32,7 persen), dan thrifting (25 persen). Gak sedikit juga responden yang mulai mendaur ulang pakaiannya (19,3 persen) dan ikut campaign tukar baju (12 persen).

Fenomena thrifting atau membeli pakaian bekas juga ternyata menjadi salah satu cara mereka untuk mendukung sustainability. Selain harganya jauh lebih murah, dua generasi ini percaya bahwa thrifting juga bisa memperpanjang usia pakaian dan mampu mengadopsi nilai sustainability fashion. Meski begitu, ada yang perlu diperhatikan saat melakukan thrifting.

"Thrifting itu bagus kalau misalnya kita conscious dari mana baju tersebut berasal dan kita memberikan baju tersebut 'kesempatan kedua'. Tapi masalah thrifting ini cukup kompleks, karena kita jarang tahu darimana barang itu berasal. Umumnya, itu dari Cina atau Korea dalam bentuk bal, di negara asalnya memang barang yang tidak terpakai, sudah dibuang, atau 'sampah'. The thing about thrifting adalah, kalau misal ada barang bekas murah masuk ke Indonesia, itu secara tidak langsung bisa mematikan industri tekstil dalam negeri," jelas Feby dari sudut pandang pelaku retail.

Feby melanjutkan, ada baiknya, kita perlu tahu dari mana asal produk yang kita beli dalam konteks thrifting. Misalnya, baju yang bekas teman kita atau turunan/warisan keluarga. Menurutnya, konsep seperti itu justru lebih berdampak pada sustainability. Wilsen Willim juga memberikan saran lainnya agar gen Z dan milenial menghindari consumerism demi mendukung fashion berkelanjutkan.

"Untuk mengatasi consumerism, kita hindari barang yang terlalu trendi. Terus baru dipakai sekali dua kali tuh kita merasa gak mau pakai lagi, karena udah pernah dipakai. Kain batik juga efektif, karena bisa di-styling jadi banyak model atau gaya."

Dapat disimpulkan, brand lokal masih menjadi pilihan gen Z dan milenial dalam berbusana. Mereka percaya bahwa memakai fashion lokal bisa mendukung UMKM dan harganya pun jauh lebih terjangkau. Selain itu, kenyamanan tetap menjadi prioritas utama gen Z dan milenial dalam berpakaian. Itulah mengapa, banyak yang memilih brand lokal, karena menurut mereka fashion lokal lebih nyaman dan mudah dipakai sehari-hari.

Kesadaran gen Z dan milenial terhadap sustainability fashion pun mulai tinggi. Banyak dari mereka yang mulai menerapkan capsule wardrobe hingga tukar baju. Di sisi lain, ada juga beberapa yang lebih suka international brand. Ada pun mayoritas alasannya karena international brand dianggap lebih berkualitas dan eksklusif. Kalau kamu bagaimana, pilih brand lokal atau internasional?

Penulis: 

Adyaning Raras Anggita Kumara

Nisa Meisa Zarawaki

Editor:

Pinka Wima

Febriyanti Revitasari

Muhammad Tarmizi

Infografis: 

Aditya Pratama

Muhammad Surya

Editorial Team