Infografis Fashion Battle Gen Z dan Milenial: Lokal atau Internasional? (Dok. Aditya Pratama)
Di era tren fashion yang terus berkembang pesat, generasi Z dan milenial ternyata menunjukkan kesadaran yang semakin tinggi terhadap isu keberlanjutan (sustainability). Dalam survei ini, 86 persen responden mengatakan bahwa mereka memiliki concern pada sustainability fashion. Hal ini terlihat dari bagaimana mereka mulai mempertimbangkan dampak lingkungan saat membeli produk fashion.
Mayoritas responden mengaku bahwa mereka kini mulai menerapkan capsule wardrobe (71,3 persen). Sebagai informasi, capsule wardrobe adalah konsep berpakaian yang bertujuan untuk memaksimalkan pakaian yang dimiliki tanpa perlu memiliki terlalu banyak pilihan. Umumnya, caranya adalah dengan mengoleksi basic items yang mudah untuk dipadupadankan. Dengan kata lain, looks yang ditampilkan akan beragam dengan items yang terbatas.
Selain itu, cara dua generasi ini menerapkan sustainability adalah dengan mendonasikan barang yang sudah jarang dipakai (37,7 persen), meminjam/memakai baju turunan dari keluarga (32,7 persen), dan thrifting (25 persen). Gak sedikit juga responden yang mulai mendaur ulang pakaiannya (19,3 persen) dan ikut campaign tukar baju (12 persen).
Fenomena thrifting atau membeli pakaian bekas juga ternyata menjadi salah satu cara mereka untuk mendukung sustainability. Selain harganya jauh lebih murah, dua generasi ini percaya bahwa thrifting juga bisa memperpanjang usia pakaian dan mampu mengadopsi nilai sustainability fashion. Meski begitu, ada yang perlu diperhatikan saat melakukan thrifting.
"Thrifting itu bagus kalau misalnya kita conscious dari mana baju tersebut berasal dan kita memberikan baju tersebut 'kesempatan kedua'. Tapi masalah thrifting ini cukup kompleks, karena kita jarang tahu darimana barang itu berasal. Umumnya, itu dari Cina atau Korea dalam bentuk bal, di negara asalnya memang barang yang tidak terpakai, sudah dibuang, atau 'sampah'. The thing about thrifting adalah, kalau misal ada barang bekas murah masuk ke Indonesia, itu secara tidak langsung bisa mematikan industri tekstil dalam negeri," jelas Feby dari sudut pandang pelaku retail.
Feby melanjutkan, ada baiknya, kita perlu tahu dari mana asal produk yang kita beli dalam konteks thrifting. Misalnya, baju yang bekas teman kita atau turunan/warisan keluarga. Menurutnya, konsep seperti itu justru lebih berdampak pada sustainability. Wilsen Willim juga memberikan saran lainnya agar gen Z dan milenial menghindari consumerism demi mendukung fashion berkelanjutkan.
"Untuk mengatasi consumerism, kita hindari barang yang terlalu trendi. Terus baru dipakai sekali dua kali tuh kita merasa gak mau pakai lagi, karena udah pernah dipakai. Kain batik juga efektif, karena bisa di-styling jadi banyak model atau gaya."
Dapat disimpulkan, brand lokal masih menjadi pilihan gen Z dan milenial dalam berbusana. Mereka percaya bahwa memakai fashion lokal bisa mendukung UMKM dan harganya pun jauh lebih terjangkau. Selain itu, kenyamanan tetap menjadi prioritas utama gen Z dan milenial dalam berpakaian. Itulah mengapa, banyak yang memilih brand lokal, karena menurut mereka fashion lokal lebih nyaman dan mudah dipakai sehari-hari.
Kesadaran gen Z dan milenial terhadap sustainability fashion pun mulai tinggi. Banyak dari mereka yang mulai menerapkan capsule wardrobe hingga tukar baju. Di sisi lain, ada juga beberapa yang lebih suka international brand. Ada pun mayoritas alasannya karena international brand dianggap lebih berkualitas dan eksklusif. Kalau kamu bagaimana, pilih brand lokal atau internasional?
Penulis:
Adyaning Raras Anggita Kumara
Nisa Meisa Zarawaki
Editor:
Pinka Wima
Febriyanti Revitasari
Muhammad Tarmizi
Infografis:
Aditya Pratama
Muhammad Surya