Kerikil Tajam Tak Surutkan Semangat Eklin Sebarkan Pesan Damai  

Mulai dari penolakan warga hingga kekurangan dana

Kehidupan masyarakat Maluku sebelum tahun 1999 sangat akur dan sejahtera. Tak ada yang namanya memandang sebelah mata terhadap agama atau suku tertentu. Namun, semua berubah ketika konflik antaragama terjadi hingga menyebabkan segregasi wilayah pada 1999.

Masyarakat Maluku hidup terpisah menurut agama dan keyakinannya masing-masing. Seakan ada tembok atau sekat tinggi dan tebal yang memisahkan mereka. Meski konflik tersebut sudah selesai pada 2002, namun tetap saja lukanya masih membekas.

Penerima SATU Indonesia Awards, Eklin Amtor de Fretes, pun bertekad mengembalikan tanah kelahirannya seperti sediakala. Eklin tumbuh dan besar di Maluku. Ia sempat merasakan harmonisnya tanah kelahirannya tersebut.

Sayang, perjuangan Eklin sebagai penyebar pesan damai di Maluku melalui Rumah Dongeng Damai tak semulus yang kita kira. Tantangan demi tantangan Eklin lalui demi menyatukan kembali masyarakatnya. Kerikil tajam tak membuat semangatnya luntur begitu saja.

1. Awalnya tidak tahu cara mendongeng hingga akhirnya belajar secara otodidak

Kerikil Tajam Tak Surutkan Semangat Eklin Sebarkan Pesan Damai  Eklin Amtor de Fretes (instagram.com/kak_eklin)

Keputusan Eklin memilih metode dongen sebagai medianya menyebarkan pesan damai dianggap tepat. Pasalnya, mendongeng tak melihat usia ataupun kalangan. Siapa saja bisa mendengarkannya, termasuk anak-anak.

Menurut Eklin, dongeng memiliki nilai-nilai yang baik, sehingga dapat membuat perilaku dan budi pekerti anak-anak tumbuh dengan baik. Melalui dongeng pula ia dapat mendidik dan mengajarkan anak-anak tanpa menggurui.

Bermodalkan niat, Eklin yang pada dasarnya tidak bisa bergaul dengan anak-anak memutuskan belajar mendongeng di akhir 2017. Gak tanggung-tanggung, pemuda asal Maluku itu sampai menggelontorkan uang Rp1 juta untuk membeli puppet yang ia beri nama Dodi, akronim dari Dongeng Damai, untuk menemaninya mendongeng.

“Boneka itu datang selama beberapa wkatu, lalu saya tidak tahu cara menggunakannya seperti apa. Kemudian, baru pada akhir 2017 saya belajar,” ungkap Eklin ketika diwawancara pada Sabtu (16/9/2023) lalu.

Benar saja, Eklin baru belajar mendongeng pada akhir 2017 secara otodidak melalui YouTube. Ia belajar cara mendongeng dan menyampaikan pesan dengan baik. Nyatanya, meski belajar sendiri, kini Eklin mampu menembus hati ribuan warga Maluku melalui dongengnya.

2. Mengalami penolakan hingga pengusiran ketika akan mendongeng di pedalaman Pulau Seram

Kerikil Tajam Tak Surutkan Semangat Eklin Sebarkan Pesan Damai  Eklin Amtor de Fretes (instagram.com/kak_eklin)

Eklin yang pada saat itu masih pemula tetap menguji nyali dengan memberanikan diri mendongeng ke pedalaman Pulau Seram. Setelah belajar secara mandiri selama dua minggu, Eklin pun memutuskan untuk mendongen pertama kali pada 1 Januari 2018.

Benar saja, pengalaman pertamanya mendongeng tidak terjadi pada hari itu. Eklin harus menerima pil pahit dengan penolakan dan pengusiran warga setempat. Warga berasumsi Eklin, yang pada saat itu adalah calon pendeta, akan melakukan kristenisasi melalui mendongeng.

“Mereka berasumsi bahwa saya hendak melakukan proses kristenisasi dengan masuk melalui anak-anak. Saya diusir pada tanggal 1 Januari 2018 itu,” jelasnya.

Meski pulang dengan tangan dan pengalaman kosong, Eklin tetap tak menyerah untuk menjadi sosok penyebar pesan damai. Untungnya, keesokan harinya, Eklin diterima untuk mendongeng di kawasan perbatasan konflik, yakni Saleman dan Horale. Dua tempat tersebut sudah terjadi konflik antaragama sebanyak 4—5 kali.

Baca Juga: Semangat Eklin Ajarkan Perdamaian pada Anak-Anak Maluku lewat Dongeng

3. Aktivitas mendongengnya sempat dikaitkan dengan praktis magis

dm-player
Kerikil Tajam Tak Surutkan Semangat Eklin Sebarkan Pesan Damai  Eklin Amtor de Fretes (instagram.com/kak_eklin)

Pemahaman dongeng di tanah Maluku ketika Eklin berkeliling masih sangat minim. Bahkan, teknik mendongeng Eklik, yakni ventriloquist, dianggap praktik magis oleh penduduk setempat.

Ventriloquist merupakan seni suara perut atau seni berbicara tanpa menggerakkan bibir. Teknik mendongeng tersebut Eklik pelajari secara otodidak demi memiliki ciri khas. Bagi orang awam, mungkin teknik tersebut seperti sulap atau seperti yang dikatakan oleh Eklin, magis.

“Baik di kota maupun di desa, ada yang punya anggapan ini praktik magis. Ketika membawa boneka ke mimbar, itu pasti ada roh-roh halus,” papar pemilik Rumah Dongeng Damai tersebut.

Namun, perlahan tapi pasti, warga mulai memahami teknik mendongeng yang Eklin bawakan. Bahkan, karena dilakukan secara terus menerus, warga akhirnya paham bahwa apa yang Eklin lakukan saat mendongeng tidak ada kaitannya dengan roh halus.

4. Sulit untuk mendapatkan relawan di Rumah Dongeng Damai

Kerikil Tajam Tak Surutkan Semangat Eklin Sebarkan Pesan Damai  Eklin Amtor de Fretes (instagram.com/kak_eklin)

Pada 2019, Eklin memutuskan membangun sebuah program bernama Rumah Dongeng Damai. Hal tersebut ia lakukan setlah kurang lebih setahun berkeliling Maluku untuk menyebarkan pesan damai demi mengurangi segregasi wilayah.

Rumah Dongeng Damai berdiri di depan rumahnya sendiri. Awalnya, Rumah Dongeng Damai menjadi tempat menyimpan buku dan alat peraga dongeng. Namun, fungsinya berubah menjadi tempat berkumpul orang-orang yang suka dongeng.

Eklin tentu tidak sendirian, ia dibantu oleh teman-teman relawan Jalan Merawat Perdamaian (JMP) untuk menjalankan visi dan misi Rumah Dongeng Damai. Namun sayang, kelas yang pada awalnya berjalan lancar harus terhenti karena relawan semakin berkurang setiap minggunya.

“Relawan untuk mengajak itu memang sudah tidak ada, karena ya memang itu hanya relawan. Mereka pun juga tidak digaji. Jadi, siapa yang mau datang mengajar ya datang saja. Pasti ada anak-anak yang mau datang,” kata pria yang juga berprofesi sebagai pendeta itu.

5. Eklin dan programnya sampai saat ini belum menerima bantuan dari pemerintah

Kerikil Tajam Tak Surutkan Semangat Eklin Sebarkan Pesan Damai  Eklin Amtor de Fretes (instagram.com/kak_eklin)

Perjalanan Eklin menjadi penumpas segregasi wilayah di tanah Maluku sudah sepatutnya diapresiasi. Sayangnya, apresiasi dan bantuan dari pemerintah daerah atau pemerintah pusat belum datang menghampirinya.

Ketika ditanya, Eklin mengaku tidak pernah mengharapkan dan mendapatkan bantuan tersebut. Ia bisa bergerak dengan kakinya sendiri. Eklin mengaku belum pernah mendapatkan dukungan dari pihak pemerintah setempat atau bahkan pusat.

Beberapa pihak yang pernah membantu kegiatan Eklin adalah Living Values Educatios dan The Asia Foundation. Bahkan, apresiasi paling kencang Eklin terima dari luar daerah, seperti Pulau Jawa.

“Kegiatan ini dianggap biasa, ecek-ecek kayak gitu. Saya sama sekali belum pernah ada bantuan. Selama ini saya masih bergeran sendiri,” imbuhnya.

Upaya Eklin Amtor de Fretes dalam menghilangkan sekat antarwarganya di tanah Maluku nyatanya tak mudah. Banyak kerikil tajam yang bisa saja membuatnya enggan melanjutkan perjuangannya. Namun, Eklin tidak demikian. Pemuda Maluku itu tetap berdiri tegak dan menjalankan program mendongengnya demi masa depan Maluku yang lebih baik. Salut!

Baca Juga: Rangkul Asa Perempuan di Padang, Elsa Maharani Ciptakan Kampung Jahit

Fernanda Saputra Photo Verified Writer Fernanda Saputra

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Febrianti Diah Kusumaningrum

Berita Terkini Lainnya