ilustrasi hamil (pexels.com/Ivan Samkov)
Menurut situs NU Online Jawa Timur, dalam hukum Islam, orang yang melakukan zina akan terkena hukuman bernama had. Bentuknya bisa berupa rajam, jild (dera), dan pengasingan. Namun, kita wajib melihat beberapa kondisinya sehingga gak langsung memvonis hukumnya.
Dalam konteks hamil di luar nikah, juga ada dua kondisi. Apakah itu karena memang melakukan zina atau mengalami pemerkosaan? Dalam hukum Islam, untuk menentukan apakah seseorang telah berzina pun, prosesnya cukup kompleks. NU Online Jawa Timur menyebutkan, seseorang bisa dikatakan hamil di luar nikah karena berzina harus disertakan bukti kuat. Bisa dengan adanya saksi yang amanah atau pengakuan dari pelakunya sendiri.
Jika memang terbukti, maka orang tersebut akan mendapatkan hukuman had. Bentuknya sendiri bisa didera 100 kali dan diasingkan. Hukumannya bisa dengan melakukan keduanya atau justru salah satunya saja, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Kifayah al-Akhyar.
"Ketahuilah bahwa tidak ada aturan harus tertib di antara dera dan pengasingan, karenanya maka boleh salah satu di antara keduanya boleh didahulukan," (Taqiyuddin Abu Bakar al-Husaini al-Hishni asy-Syafi’i, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Surabaya-Dar al-Ilm, tt, juz, 2, halaman: 143).
Lantas, bagaimana jika hamil di luar nikah terjadi karena pemerkosaan? Menurut NU Online Jawa Timur, maka gak wajib diberikan hukuman had. Seperti yang dikemukakan Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal dalam riwayatnya yang adhhar.
"Apabila tampak adanya kehamilan pada seorang perempuan merdeka yang tidak bersuami, begitu juga budak yang tidak bersuami, dan ia mengatakan saya dipaksa atau saya disetubuhi dengan persetubuhan syubhat maka ia tidak wajib di-had," (Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib ‘ala Syarh al-Khathib, Beirut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cetakan ke-1, 1417 H/1996 M, juz 5, halaman: 15).