Hukum Menikah saat Hamil dalam Islam, Bolehkah?

Ada beberapa kondisi yang membuat perempuan harus menikah saat hamil, baik karena kondisi mendesak ataupun tidak. Kondisi tersebut misalnya saat perempuan diceraikan oleh suami dalam keadaan hamil atau ditinggal mati oleh sang suami. Kemudian, ada kondisi ketika perempuan yang belum menikah dan melakukan hubungan hingga hamil.
Kondisi yang telah disebutkan di atas memiliki hukum yang berbeda. Lalu, seperti apa hukum menikah saat hamil dalam Islam? Apakah hal ini diperbolehkan? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini!
1. Perempuan yang sedang hamil dan diceraikan oleh suami

Tidak ada yang pernah bisa menebak apa yang akan terjadi di masa depan. Sama halnya seperti sepasang suami istri yang akan bercerai dan sang istri dalam kondisi hamil.
Bila hal tersebut terjadi, perempuan yang diceraikan oleh suaminya dalam keadaan hamil harus menunggu masa iddah untuk dapat menikah kembali. Masa iddah untuk perempuan hamil dimulai saat perempuan tersebut melahirkan.
Hal inipun diperkuat dengan beberapa surah dalam Al-Qur'an berikut ini:
QS At-Thalaq:4
وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُن
Artinya: Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.
Penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa perempuan yang menikah pada masa iddah, maka pernikahannya tersebut tidak sah atau batal. Oleh karena itu, sebagai perempuan, pula kita harus paham mengenai makna masa iddah itu sendiri.
2. Perempuan yang belum menikah dan melakukan hubungan hingga hamil

Tidak sedikit pasangan yang belum menikah tapi tetap melakukan hubungan seksual layaknya suami istri. Jika hal ini terjadi, tentu ada berbagai risiko yang harus dihadapi ke depannya, misalnya saja jika perempuan tersebut hamil. Apa solusinya jika perempuan tersebut hamil namun dalam status hubungan yang tidak sah?
Perempuan yang hamil karena hubungan zina sebenarnya dilarang untuk menikah dengan pasangan pezinahnya. Hal ini juga tertulis dalam surat An-Nisa ayat 22-24 yang menekankan tentang golongan orang-orang yang haram dinikahi.
وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آَبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا (22) حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (23) وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا (24)
Artinya:
22. Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji & dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
23. Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang;
24. Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Para ulama Syafi'iah berpendapat bahwa hukum menikahi perempuan saat hamil dianggap sah selama tidak ada dalil yang melarangnya. Namun, di sisi lain pula ulama Hanabilah berpendapat bahwa pernikahan tersebut tidak sah dan dianggap batal hingga masa perempuan hamil tersebut selesai dari masa iddah.
Perbedaan pendapat dari para ulama tersebut mungkin masih membuat bingung banyak orang. Namun, jika kita mengikuti dengan apa yang telah ditulis oleh Al-Qur'an tentu hal ini bukan menjadi suatu kebingungan lagi.
Nah, itulah informasi mengenai hukum menikah saat perempuan hamil. Semoga informasi ini bermanfaat dan bisa selalu kita ingat.
Oleh: Srikandy Indah Karina S.B