Fish Go Idaman, Nelayan Senang karena Paham di Mana Ikan Berenang

Merta Yoga, sang inovator pelacak ikan berbasis navigasi dari Bali

Pokemon Go sempat jadi aplikasi paling populer sejak perilisan pertamanya di tahun 2016 silam. Cara kerja permainan ini cukup menarik perhatian para pengguna karena nantinya mereka akan diberikan informasi di mana titik koordinat tertentu itu berada. Pemain akan dihadapkan dengan tampilan nyata lingkungan sekitar untuk menyelesaikan misi mencari beragam karakter Pokemon. Siapa sangka bahwa permainan ini turut menginspirasi pengembang sebuah aplikasi yang amat bermanfaat bagi banyak nelayan. 

I Gede Merta Yoga Pratama pada saat itu masih menjadi mahasiswa S-1 di Bali yang sedang melakukan proyek lapangan. Dia merasa ada ketimpangan perihal perikanan. Ia melihat ramainya konsumen seafood di hotel maupun restoran, di mana perlu merogoh kocek tak sedikit apabila ingin menikmati hidangan dari tempat semacam itu. Di sisi lain, Yoga berpikir mengapa justru yang ia temukan di lapangan ada banyak sekali nelayan yang tidak mencapai taraf hidup layak dan makmur padahal merekalah pemasok ikan.

Pengalaman proyek bersama KKP memberikan insight yang menarik bagi Yoga. Ia menjadi tahu bahwa ada metode untuk mendeteksi keberadaan ikan. Saat dirinya mengikuti program pertukaran pelajar di Jepang, ia mendapati penggunaan teknologi untuk nelayan sudah berkembang cukup pesat di negara lain. Lantas hadirlah ide bagaimana agar Yoga dapat menerapkan ilmu yang ia peroleh untuk kemaslahatan masyarakat di Bali. Niat tulus yang dimiliki Yoga mengantarkan dirinya untuk membuat sebuah website bernama Fish Go. Nama yang terinspirasi dari permainan populer Pokemon Go.

Nelayan yang tidak mengetahui lokasi keberadaan ikan, waktu menangkap ikan belum jelas, dan efisiensi rute saat melaut merupakan akar masalah inovasi Fish Go. Jalan yang ia lewati pada awalnya tentu terjal, nelayan menolak adanya inovasi ini. Belum lagi masalah nelayan yang masih tak terbiasa mengakses website, khususnya untuk situs yang tak pernah mereka tau sebelumnya. Nelayan di Bali memang sudah terbiasa menggunakan handphone saat melaut, tetapi hanya sebatas untuk menyalakan radio atau sekadar menghubungi keluarga. Bersama tim, Yoga akhirnya memutuskan mengembangkan Fish Go menjadi sebuah aplikasi. Kini, mereka bahkan sukses menghasilkan produk turunan Fish Go, yakni Patriot dan Blue Tang.

Baca Juga: Fish Go: Rangkul Nelayan Kecil dengan Aplikasi Cerdas Pelacak Ikan

1. Modal pengembangan Fish Go berangkat dari pengetahuan yang telah Yoga dapatkan, termasuk cara memetakan ikan berdasarkan arus air laut

Fish Go Idaman, Nelayan Senang karena Paham di Mana Ikan Berenangdiseminasi aplikasi (dok. Pribadi/FishGo)

Yoga menggunakan citra remote sensing dan beberapa data model untuk menemukan habitat potensial ikan yang bisa ditangkap. Mulanya ada 3 orang di bidang kelautan dan perikanan yang menginisiasi pelacak ikan berbasis navigasi ini. Sekarang sudah meningkat sebanyak 13 orang inti yang menjalankan kegiatan operasional aplikasi FishGo. Bersama timnya, Yoga menggunakan Sistem Informasi Geografis dari pengolahan data citra dan model. Hal itu kemudian menghasilkan output berupa titik koordinat di mana keberadaan jenis ikan tertentu.

Fish Go memakai 2 sistem untuk mendapatkan data yang diharapkan, di antaranya sistem prediksi dan sistem real-time. Sistem prediksi menggunakan data citra harian selama 10 tahun, kemudian dari situ dihasilkan 5 data. Dua di antaranya adalah suhu permukaan air laut sebagai indikator kondisi fisiologis ikan nyaman untuk hidup dan kandungan klorofil-a yang mengindikasikan tempat ikan mencari makan. Kedua hal itu yang paling mendominasi hasil analisis di mana ikan-ikan itu berada. Sehingga akhirnya ditemukan area potensial untuk diinformasikan melalui aplikasi Fish Go. Belum selesai di situ, tim Yoga mesti mengetahui titik koordinat sebelumnya di mana tempat nelayan tebar jaring dan tarik jala agar memeroleh data yang diharapkan.

Sementara itu, sistem real-time memanfaatkan teknologi Internet of Things (IoT) dengan sensor akustik. Tim pengembangan membuat alat semacam fish finder untuk nelayan dan kapal skala kecil. Alat itu berperan menembakkan gelombang akustik di bawah air. Sehingga dapat dianalisis data target strength yang terkumpul dari setiap ikan yang terdeteksi agar kemudian bisa diketahui jaraknya. Sistem prediksi berguna untuk mengetahui di mana lokasi ikan, sedangkan sistem real-time berfungsi untuk mengetahui berapa biomassa ikan di bawah air dengan pemanfaatan IoT berupa sensor akustik.

Adanya sistem yang kompleks ini bukan tanpa alasan, semua itu dilakukan agar Fish Go memeroleh hasil prediksi yang lebih akurat dari beragam komponen yang dianalisis. Bahkan, paling tidak Yoga memiliki ‘kuota’ melaut bersama nelayan sebanyak 12 kali agar memeroleh hasil yang semakin akurat serta keperluan validasi data. Dalam proses validasi data citra misalnya suhu di sistem terlacak sebesar 27 derajat, tetapi saat di lapangan suhunya terdeteksi sebesar 26 derajat. Perbedaan satu derajat tersebut tentu dapat memengaruhi akurasi data keberadaan ikan.

2. Yoga harus menunggu selama kurang lebih 2 tahun untuk mendapatkan user pertama aplikasi Fish Go sejak awal perilisannya di tahun 2017

Fish Go Idaman, Nelayan Senang karena Paham di Mana Ikan BerenangYoga selaku Founder FishGo (dok. Pribadi/FishGo)

Selama tahun 2017-2019, fokus Yoga perihal Fish Go yakni pengumpulan data. Tim harus melakukan riset terlebih dahulu untuk mendapatkan market fit. Tepatnya pada bulan Juni 2019, segala upaya dan kritik yang dialami inovator aplikasi Fish Go ini akhirnya mulai berbuah hasil. Selama mengumpulkan data di awal pengembangan Fish Go, Yoga bahkan rela berpura-pura menjadi perokok agar bisa berkomunikasi dengan nelayan-nelayan yang ada di Bali. Ia mengklaim begitu sulit ‘mendekati’ para nelayan dan sempat mengalami hal yang kurang menyenangkan. Dirinya dianggap sebagai anak kemarin sore yang lantas mengapa ia bersikap seolah-olah ingin ‘mengajari’ nelayan soal tangkapan ikan.

"Saya yang nggak perokok pun harus pura-pura ngerokok gitu supaya bisa ngobrol doang sama nelayan dulu. Karena kalau kita tiba-tiba dateng, (bilang) 'Pak, saya punya teknologi gini gini' gak bakal dihiraukan. Harus sampai ngasih rokok dan biaya melaut untuk uji coba. Saya bilang, 'Pak, bapak saya kasih titik (koordinat), saya bayarin bensinnya. Kalo dapet ikan, bapak ambil. Kalo gak dapet ikan, uang bensin ini saya ganti rugi'," cerita Yoga.

Proses mendapatkan user juga mengandalkan ‘metode’ dari mulut ke mulut oleh nelayan-nelayan yang merasa terbantu dengan kehadiran Fish Go. Berdasarkan laporan tahun 2019, pengguna terdaftar di aplikasi Fish Go kisaran 300 orang. Data terakhir menunjukkan bahwa laporan jumlah pengguna Fish Go di tahun 2021 menyentuh 2100 registered user. Sementara itu, saat ini ada sekitar 350 pengguna aktif harian di mana nelayan yang pergi melaut tidak terlalu banyak. Hal ini disebabkan akan memasuki musim barat sehingga keberadaan ikan di laut tidak terlalu melimpah. Data tentang berapa jumlah nelayan yang melaut ini dapat dipantau oleh sistem Fish Go.

Tutorial menggunakan Fish Go cukup mudah, user perlu mengunduhnya terlebih dahulu di Google PlayStore karena aplikasi ini masih berbasis Android. Kemudian registrasi akun dengan memasukkan nama, asal daerah, ukuran kapal, jenis alat tangkap yang dipakai, dan seterusnya. Setelah akun berhasil disetujui, user bisa mulai memanfaatkan fitur yang ada di aplikasi. Fitur yang tersedia pada Fish Go selain sistem navigasi adalah informasi cuaca, kecepatan angin, tinggi gelombang, dan lain-lain. Misalnya nelayan hari ini ingin menangkap ikan lemuru, setelah buka aplikasi ia harus memilih jenis ikan yang dimaksud dan mengisi data yang dibutuhkan. Informasi yang disuguhkan bukan hanya titik koordinat keberadaan ikan, tetapi juga diberi preferensi ia harus melaut pada jam berapa. Fish Go menyediakan fitur SOS bagi nelayan yang mengalami kendala agar bisa disampaikan kepada tim pengembang.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Fish Finder Terbaik, Makin Mudah Dapatkan Ikan!

3. Walaupun banyak rintangan, Yoga dan tim tetap semangat memberikan kontribusi terbaik mereka untuk masa depan Indonesia

Fish Go Idaman, Nelayan Senang karena Paham di Mana Ikan Berenangkegiatan sosialisasi (dok. Pribadi/FishGo)

Tantangan yang dialami tim developer adalah setiap jenis ikan memiliki data pantulan target strength yang berbeda, sehingga ketika didapatkan data yang baru maka variabelnya berubah dan mesti diklasifikasikan lagi. Tentu dalam perjalanan mengembangkan Fish Go ini ada pengalaman gagal yang mengundang komplain dari para nelayan karena prediksi yang melenceng. Karena itu, untuk saat ini masih terus dilakukan pengembangan model pada aplikasi Fish Go. 

Di awal perancangan Fish Go, Yoga kesulitan perihal alat teknologi yang digunakan. Tim Fish Go membeli alat seharga Rp15 juta untuk tujuan dibongkar agar bisa dianalisis cara kerjanya dan fungsi alat tersebut. Kendala lainnya hadir ketika sensor yang diharapkan masih belum tersedia di Indonesia. Memang benar ada yang ready, tetapi kualitas akurasi yang dihasilkan kurang maksimal. Bisa pula terkendala jenis data yang dihasilkan tergolong biasa, tetapi tingkat erornya besar. Saat menemukan sensor yang sesuai kualifikasi standar tim pengembang Fish Go, akses mendapatkannya pun tidak mudah karena harus impor.

Yoga mengungkapkan bahwa diperlukan data penangkapan 1 musim dengan memasang GPS pada kapal-kapal nelayan. Rute nelayan dalam 3 bulan di-track sampai mendapatkan data koordinat yang sesuai untuk kemudian dikembangkan modelnya. Meskipun begitu, tetap ada kecenderungan eror sekian persen. Bahkan, akurasi tertinggi yang dimiliki Fish Go masih berada di tingkat 73 persen. Hal ini tentu disebabkan banyak faktor seperti konsentrasi klorofil, suhu, arus angin, bahkan pergerakan ikan itu sendiri.

Maka dari itu, dibuatlah produk turunan berupa Patriot untuk meminimalisir kekurangan prediksi agar diketahui ada tidaknya ikan pada posisi tertentu. COVID-19 juga sempat menjadi problem bagi nelayan, sebab di masa tersebut orang-orang dilarang berkumpul. Padahal dibutuhkan 12-16 orang untuk mendorong kapal. Akhirnya lahirlah produk turunan Fish Go bernama Blue Tang yang lebih berperan untuk nelayan di pinggir pantai saat naik-turun kapal. Sekarang hanya perlu sekitar 4 orang agar bisa mengoperasikan kapal ketika akan melaut dan mendarat.

dm-player

4. Menurut Yoga, testimoni dari para nelayan menjadi suatu pencapaian yang tak ternilai ukurannya

Fish Go Idaman, Nelayan Senang karena Paham di Mana Ikan Berenangtangkapan layar presentasi FishGo (dok. Pribadi/FishGo)

Perubahan terukur dari adanya Fish Go ini berupa peningkatan hasil tangkapan, pendapatan yang diperoleh, efisiensi penggunaan bahan bakar, dan durasi penangkapan. Fish Go memangkas waktu yang awalnya sekitar 12 sampai hampir 28 jam untuk nelayan sekali melaut menjadi hanya 6 jam. Ini juga berdampak pada penggunaan bahan bakar yang hemat 30 persen. Hasil tangkapan baby tuna, lemuru, dan kenyar masing-masing meningkat sebanyak 50.96%, 46.8%, dan 54.72%.

"Pakai FishGo sudah ditentukan jamnya berdasarkan jenis ikan tertentu di titik tertentu. Penggunaan bahan bakar hemat 30 persen. Jarak yang ada di FishGo mungkin lebih jauh dari trip sebelumnya, tapi di jam itu kita jamin ada ikannya. Gak perlu muter muter lagi, jumlah tangkapan meningkat cukup signifikan," ujar Yoga dalam sharing session bersama IDN Times (30/09/2023).

Testimoni dari para nelayan pun menjadi kepuasan tersendiri bagi pengembang aplikasi ini.

"Bisa dibilang, kita gak dapet banyak dari segi bisnis. Tetapi nilai-nilai yang kayak (testimoni) gini 'Pak, hari ini saya dapet (ikan) sekian kilogram.' Artinya, teknologi kita ini bisa dimanfaatkan mereka. Diberi laporan berupa chat dan selfie. Kebahagiaan mereka, waktu mereka bersama keluarga lebih banyak, itu sih yang gak terukur dari proses pengembangan FishGo. Jadi poin plus," imbuhnya.

Biasanya para nelayan tidak pergi melaut selama 3 bulan melainkan melakukan one day fishing. Artinya hari ini berangkat sore lalu pulang besok siang atau sore harinya karena jarak tangkap dan ukuran kapal mereka masih dalam skala kecil. Mereka juga masih kerap mengandalkan rasi bintang saat proses penangkapan ikan. Nelayan-nelayan yang diamati Yoga masih terbatas menggunakan alat tangkap jaring, di mana ukurannya berkisar 15 meter ke bawah. Kategori ikan yang ditangkap adalah ikan-ikan perenang cepat dan bergerombol yang biasanya mencari makan di permukaan. Maka dari itu belum banyak jenis ikan yang digarap oleh Fish Go, ada baby tuna, lemuru, dan kenyar. Sehingga untuk jenis ikan atau kerang yang berada jauh lebih dalam dari itu belum jadi prioritas.

Selain itu, daerah perairan yang diprediksi masih terbatas di wilayah Bali. Hal ini yang menjadi salah satu kekurangan Fish Go, nelayan atau kapal dari daerah lain masih belum bisa memanfaatkan fitur navigasi aplikasi ini. Data lokasi ikan hanya akan diberikan untuk user yang sukses divalidasi dan memenuhi kualifikasi. Buntut dari problem tersebut ketika user dari perairan di luar Bali hendak disurvei agar diperoleh data yang diharapkan, tim Yoga malah mendapat komentar kurang menyenangkan.

5. Ke depannya, Yoga berharap Fish Go bisa melebarkan sayap agar dapat menjangkau masyarakat lebih luas

Fish Go Idaman, Nelayan Senang karena Paham di Mana Ikan Berenangacara perilisan (dok. Pribadi/FishGo)

Harapan Yoga, Fish Go tak hanya bisa melebarkan sayap ke area luar Bali, tetapi juga mendapatkan label SNI agar produknya dapat dijual dan dimanfaatkan di seluruh wilayah perairan Indonesia. Menurut Yoga, ia membutuhkan kerjasama dari beberapa pihak sebagai lembaga standarisasi untuk membangun ekosistem Fish Go yang lebih luas. Terlebih lagi, Yoga mengutarakan pemikiran bagaimana produknya agar bisa menjangkau daerah timur Indonesia yang sangat berpotensi digali manfaatnya terkait hasil kelautan. Tentunya akan hadir tantangan baru untuk mencapai keinginan itu. Misalnya saja terkait data ikan antar wilayah, di mana data ikan di berbagai area memiliki algoritma yang berbeda sehingga perlu pengembangan data informasi lebih dalam lagi.

Kerjasama yang dibutuhkan Yoga tak melulu soal kolaborasi pengembangan produk Fish Go. Ia juga bekerja sama dengan pihak ketiga seperti pemerintah daerah dan akademisi untuk jurnal monitoring dan evaluasi serta sosialisasi. Menurut Yoga, hal ini dimaksudkan agar data laporan yang diterima mencapai standar keabsahan tertentu. Oleh sebab Fish Go merupakan kategori inovasi pelayanan publik, maka survei yang dilakukan tim Yoga adalah seputar kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Aspek yang diukur yakni tampilan serta fungsi, dan indikator lainnya.

Meskipun fokus inovasi Yoga adalah teknologi tepat guna, ia pun masih semangat memajukan UMKM dengan menggaet ibu-ibu dan istri para nelayan untuk mengolah hasil tangkapan ikan. Khususnya yakni limbah kulit ikan. Kulit ikan tuna yang mulanya hanya dibuang-buang lantas diolah menjadi keripik kulit ikan. Para pelaku UMKM diajarkan bagaimana cara mengolahnya sekaligus dibuatkan kemasan untuk produknya. Akan tetapi, Yoga masih kesulitan perihal pemasaran karena dalam timnya tidak ada orang yang ahli di bidang marketing. Menurutnya, Fish Go sebenarnya mampu merekrut tim marketing untuk keperluan branding dan publikasi. Namun, Yoga merasa belum perlu sebab Fish Go masih dikhususkan untuk kemaslahatan masyarakat Bali.

6. Usaha yang tak mengkhianati hasil, Fish Go sukses mendapatkan banyak pencapaian

Fish Go Idaman, Nelayan Senang karena Paham di Mana Ikan Berenanghasil tangkapan ikan (dok. Pribadi/FishGo)

Berbagai prestasi berhasil Yoga raih berkat aplikasi Fish Go. Dirilis pertama pada 2017, Yoga sukses memenangkan Best of The Best dalam kompetisi TheNextDev Talent Scouting Indonesia (2018) yang diselenggarakan oleh Telkomsel. Kemenangan berikutnya di tahun 2019, The Creative Economy Agency of Indonesia memilih Fish Go sebagai 1st Winner of GoStartup Indonesia. Tak berhenti di situ, Yoga pun mendapat pencapaian dari ajang Indonesian Delegation for United Nations Public Service Awards (UNPSA) di tahun 2020 dan Outstanding Achievement of Public Service Innovation yang diselenggarakan KemenPAN-RB (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia) pada tahun 2021.

Menjadi inovasi pendeteksi area tangkapan ikan dengan pemanfaatan Internet of Things (IoT) yang difokuskan pada teknologi tepat guna untuk nelayan tradisional mendatangkan banyak rezeki bagi Fish Go. Start-up ini memeroleh beberapa pendanaan baik dari pemerintah maupun swasta seperti Telkomsel Indonesia, AVPN Singtel Future Makers, dan Astra Group Indonesia. Yoga juga mendapat bantuan dari Pemda, Dinas Kelautan dan Perikanan, sampai Badan Penelitian dan Pengembangan baik berupa fasilitas sosialisasi teknologi tepat guna maupun pembiayaan uji coba dan kegiatan operasional, sampai dikontrak.

Tujuan utama mengembangkan Fish Go adalah untuk kemaslahatan masyarakat sekitar. Namun, bukan tidak mungkin apabila Yoga berhasil memeroleh banyak sekali manfaat berkat kehadiran Fish Go ini. Sebut saja lolos beasiswa S-2 dan keliling dunia. Yoga sempat pergi ke Spanyol bersama 9 inovator lainnya di bidang teknologi mewakili Indonesia pada tahun 2019. Selain itu, keberhasilan Yoga membangun Fish Go juga berbuntut pada kepercayaan diri yang semakin meningkat melalui skill public speaking di acara sharing session. Dirinya mengklaim, ia pun bisa mengadakan pernikahan bersama sang kekasih berkat Fish Go.

7. Kegigihan dan empati Yoga bersama timnya mengantarkan mereka menjadi penerima SATU Indonesia Award 2020

Fish Go Idaman, Nelayan Senang karena Paham di Mana Ikan Berenangdiseminasi aplikasi (dok. Pribadi/FishGo)

SATU Indonesia Award jadi salah satu pengalaman berharga bagi Yoga. Ia mengungkapkan bahwa bertemu dengan generasi muda luar biasa lainnya yang juga merupakan penerima SATU Indonesia Award memberikan pandangan moral tersendiri bagi Yoga. Dirinya merasa tidak sendiri perihal rasa semangat menggarap proyek untuk masa depan Indonesia. Bahwa apa yang ia dan orang lain lakukan bukanlah sesuatu yang tidak dipandang. Astra Indonesia menjadi salah satu wadah aspirasi anak negeri. Yoga merasa sangat terbantu dengan adanya ruang publikasi untuk Fish Go dari Astra. Selain dibuatkan video profil, artikel Fish Go juga diunggah ke media sehingga akan ada lebih banyak orang yang mengenal program besutan Yoga.

"Hal kecil yang kita lakukan untuk masyarakat, ada tempatnya," kata Yoga.

Yoga berpesan bahwa ketika kita ingin memberikan solusi harus berdasarkan masalah yang ada di lapangan, bukan hanya asumsi pribadi tanpa langsung turun tangan. Asumsi yang menurut kita benar belum tentu bagi orang lain demikian. Lika-liku yang dihadapi Yoga dan timnya memang melelahkan. Namun, bagi Yoga, itu semua terasa seru dan menyenangkan. Ia ingin membantu lebih banyak nelayan dan para ibu di luar sana. Lautan melimpah dengan potensi besar yang dimiliki Indonesia mesti dimanfaatkan secara maksimal dan sebaik-baiknya. Melalui Fish Go, upaya yang dilakukan Yoga masih dalam skala kecil, tetapi empati yang ia miliki cukup mengetuk hati. Dirinya tidak ingin wilayah kelautan dan perairan Indonesia hanya dimanfaatkan oleh kapal asing nan besar saja.

Berdasarkan hasil pengamatan Yoga, usia rata-rata nelayan adalah 40 tahun di mana usia itu tidak lama lagi sudah memasuki masa kurang produktif. Problem berikutnya, anak-anak mereka pun tidak ingin menjadi nelayan seperti orang tuanya. Artinya, kalau bukan semangat partisipasi generasi muda dengan menyalurkan inovasi teknologi, mau siapa lagi yang akan memenuhi kebutuhan ikan di negeri ini?

Baca Juga: 5 Rekomendasi Fish Grip Terbaik, Ikan Makin Mudah Diangkat!

Indy Mabarroh Photo Verified Writer Indy Mabarroh

02

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Diana Hasna

Berita Terkini Lainnya