Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kekayaan Tradisional dalam Pameran Arsip Bertajuk Roman Muka

Pengunjung menikmati pameran bertajuk Roman Muka di Ketewel. Sabtu, 20 Juli 2024. (dok. IDN Times/Merry Wulan)

IDN TIMES, BALI - Pameran "Roman Muka: Embellishments on Textiles and Objects" yang digelar di Masa Masa, Ketewel, Gianyar menghadirkan kekayaan wastra tradisional Indonesia yang memukau. Dalam pameran ini menampilkan berbagai ragam hias pada tekstil dan objek berhias yang menggunakan teknik-teknik unik. Mulai dari songket, pahikung, hingga perada. Setiap kain dalam pameran ini merupakan cerminan budaya dan tradisi Indonesia yang kaya akan detail dan keindahan.

Arsip yang dihadirkan di Roman Muka dikurasi langsung dari arsip Pithecanthropus, jenama mode yang terinspirasi dari wastra tradisional Indonesia. Dalam pameran tersebut, Tjok Istri Ratna Cora Sudharsana menjadi kurator untuk arsip kain dan objek Bali dari koleksinya. Pameran ini dibuka pada Sabtu (20/7/2024) dan akan berlangsung hingga Minggu (1/9/2024), memberikan kesempatan bagi para pengunjung untuk menyelami keindahan dan keragaman wastra Nusantara.

1. Ragam teknik songket dari Minangkabau, Palembang, Bali, dan Sumba Timur

Pengunjung menikmati pameran bertajuk Roman Muka di Ketewel. Sabtu, 20 Juli 2024. (dok. IDN Times/Merry Wulan)

Kain Songket dikenal sebagai kain yang paling bertahta di Palembang, tidak hanya itu, songket juga hadir di Minangkabau, Bali, dan pesisir timur Sumba. Songket di setiap daerah menunjukkan budaya dan identitas khasnya. Di Palembang, songket identik dengan warna-warna cerah dan benang emas yang mencerminkan kekayaan budaya lokal. Di Minangkabau, motif songket sering kali dipengaruhi oleh alam dan filosofi hidup masyarakat Minang.

Songket Bali dikenal dengan kehalusan dan kerapian cukitannya, sementara songket dari Sumba Timur memiliki corak yang lebih sederhana namun tetap anggun. Setiap teknik songket tersebut menuntut ketelitian dan kesabaran tinggi dari para perajin, menjadikan setiap helai kain sebagai karya seni yang tak ternilai harganya.

2. Kain Buna dari Timor

Aneka wastra Nusantara di pameran bertajuk Roman Muka (dok. IDN Times/Merry Wulan)

Selain ikat, pulau Timor juga dikenal dengan kain buna. Kain ini memiliki hasil yang menyerupai sulaman, di mana benang disisipkan satu per satu di antara benang lungsi. Proses ini membuat tampak depan dan belakang kain terlihat sama, memberikan kesan harmonis dan elegan pada kain buna. Setiap helai kain buna merupakan hasil kerja keras dan ketelitian para perajin Timor yang mencurahkan waktu dan energi mereka untuk menghasilkan karya yang sempurna.

Kain buna biasanya digunakan dalam upacara adat dan memiliki makna simbolis yang mendalam bagi masyarakat Timor. Teknik pembuatan kain buna ini diwariskan secara turun-temurun, menjadikannya bagian integral dari identitas budaya Timor.

3. Masyarakat Minang menggunakan kain mulai dari pernikahan hingga dekorasi

Pengunjung menikmati pameran bertajuk Roman Muka di Ketewel. Sabtu, 20 Juli 2024. (dok. IDN Times/Merry Wulan)

Sulaman Minang merupakan perpaduan antara nilai-nilai dan alam Minang dengan teknik sulam dari India dan Cina. Sulaman ini sering kali hadir dalam bentuk kain hingga dekorasi untuk pernikahan, menambah keanggunan dan keindahan pada setiap kesempatan. Setiap motif sulaman memiliki makna filosofis yang mendalam, mencerminkan kebijaksanaan dan pandangan hidup masyarakat Minang.

Teknik sulaman ini memerlukan keterampilan khusus dan ketelitian yang tinggi. Perajin sulaman Minang biasanya membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menyelesaikan satu karya sulaman, yang menjadikan setiap helai sulaman sebagai produk yang sangat berharga.

4. Teknik penyulaman pada kain, menghasilkan wastra menawan

Aneka wastra Nusantara di pameran bertajuk Roman Muka (dok. IDN Times/Merry Wulan)

Kain tapis adalah kain pusaka dari Lampung yang secara tradisi hanya dipakai oleh perempuan Lampung pada upacara adat. Kain ini disulam dengan benang perak maupun emas, memberikan tampilan yang mewah dan elegan. Setiap motif pada kain tapis memiliki makna khusus dan biasanya terkait dengan simbol-simbol alam atau kepercayaan masyarakat Lampung.

Proses pembuatan kain tapis memerlukan keterampilan tinggi dan ketelitian. Perajin tapis harus memiliki pengetahuan mendalam tentang teknik penyulaman dan motif-motif tradisional yang diwariskan secara turun-temurun.

5. Setiap kain memiliki teknik yang unik dan detail dalam pembuatannya

Aneka wastra Nusantara di pameran bertajuk Roman Muka (dok. IDN Times/Merry Wulan)

Batik dan kain berlapis emas dari Lasem dan Bali menjadi salah satu daya tarik utama dalam pameran ini. Dikurasi oleh Pithecanthropus dan Tjok Istri Ratna Cora Sudharsana, kain-kain ini menampilkan keindahan dan keunikan teknik perada. Teknik ini melibatkan penyisipan benang emas atau perak ke dalam kain, menciptakan tampilan yang mewah dan mempesona.

Batik perada dari Lasem dikenal dengan motif-motifnya yang rumit dan detail, sementara kain perada dari Bali sering kali menggabungkan unsur-unsur tradisional dan modern dalam desainnya. Kedua jenis kain ini mencerminkan kekayaan budaya dan keindahan seni tekstil Indonesia.

Pameran "Roman Muka: Embellishments on Textiles and Objects" adalah sebuah perjalanan melalui kekayaan wastra dan objek berhias tradisional Indonesia. Dengan beragam teknik yang ditampilkan, pameran ini memberikan penghargaan tinggi kepada para perajin yang telah menjaga dan melestarikan warisan budaya kita. Setiap kain dan objek dalam pameran ini bukan hanya sekadar karya seni, tetapi juga cerminan dari identitas dan kebanggaan bangsa. Kunjungi pameran ini di Masa Masa, Ketewel, Gianyar, hingga 1 September 2024 dan temukan keindahan serta cerita di balik setiap helai wastra Nusantara.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us